Meneropong Ablasi Kateter sebagai Terapi Lini Pertama Takikardia Ventrikel – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.I.B. Komang Arjawa, Sp.JP, FIHA

Catheter Ablation or Antiarrhythmic Drugs for Ventricular Tachycardia

Sapp JL, Tang ASL, Parkash R, et al; VANISH2 Study Team. N Engl J Med. 2024. doi: 10.1056/NEJMoa2409501.

studiberkelas

Abstrak

Latar Belakang: Pasien dengan takikardia ventrikel dan kardiomiopati iskemik berisiko tinggi mengalami luaran yang buruk. Ablasi kateter biasanya digunakan bila obat antiaritmia tidak dapat mengatasi takikardia ventrikel. Apakah ablasi kateter lebih efektif daripada obat antiaritmia sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan takikardia ventrikel masih belum pasti.

Metode:  Dalam sebuah uji klinis internasional, peneliti secara acak membagi pasien dengan riwayat infark miokard dan takikardia ventrikel yang signifikan secara klinis (didefinisikan sebagai badai takikardia ventrikel, mendapat terapi kejut implantable cardioverter–defibrillator/ICD yang sesuai atau pacing antitakikardia, atau takikardia ventrikel berkelanjutan yang dihentikan melalui pengobatan darurat) ke dalam dua kelompok dengan rasio 1:1 untuk menerima terapi obat antiaritmia atau menjalani ablasi kateter.

Semua pasien memiliki ICD. Ablasi kateter dilakukan dalam waktu 14 hari setelah pengacakan, sedangkan sotalol atau amiodarone diberikan sebagai terapi obat antiaritmia sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Luaran primer penelitian adalah gabungan dari mortalitas segala sebab selama masa tindak lanjut atau, lebih dari 14 hari setelah randomisasi, badai takikardia ventrikel, terapi kejut ICD yang sesuai, atau takikardia ventrikel berkelanjutan yang memerlukan intervensi medis.

Hasil: Sebanyak 416 pasien diikuti selama median 4,3 tahun. Kejadian luaran primer terjadi pada 103 dari 203 pasien (50,7%) yang menjalani ablasi kateter dan pada 129 dari 213 pasien (60,6%) yang menerima terapi obat (hazard ratio 0,75; interval kepercayaan 95%, 0,58–0,97; P=0,03).

Di antara pasien dalam kelompok ablasi kateter, kejadian efek samping dalam 30 hari setelah prosedur mencakup kematian pada 2 pasien (1,0%) dan efek samping nonfatal pada 23 pasien (11,3%). Di antara pasien yang menerima terapi obat, efek samping yang dikaitkan dengan pengobatan antiaritmia mencakup kematian akibat efek toksik paru-paru pada 1 pasien (0,5%) dan efek samping nonfatal pada 46 pasien (21,6%).

Kesimpulan: Pada pasien dengan kardiomiopati iskemik dan takikardia ventrikel, strategi awal ablasi kateter menyebabkan risiko lebih rendah dari kejadian luaran primer gabungan dibandingkan terapi obat antiaritmia.

Vector,Illustration,Of,Monomorphic,Ventricular,Tachycardia,Cardiogram

Ulasan Alomedika

Perawatan lini pertama yang biasa digunakan untuk mencegah episode takikardia ventrikel fatal adalah obat antiaritmia. Namun, antiaritmia memiliki potensi efek samping serius, seperti perburukan aritmia atau kerusakan organ. Jika obat antiaritmia tidak berhasil, pengobatan lini kedua adalah ablasi kateter, yakni prosedur invasif minimal menggunakan radiofrekuensi untuk menghancurkan jaringan jantung abnormal tanpa merusak bagian jantung lainnya.

Penelitian VANISH menunjukkan bahwa ablasi yang dilanjutkan dengan pengobatan antiaritmia pada pasien dengan takikardia ventrikel dan kardiomiopati iskemik menghasilkan penurunan risiko gabungan kematian, syok ICD, atau badai takikardia ventrikel dibandingkan intensifikasi terapi antiaritmia. Penelitian VANISH2 ini dilakukan untuk menilai apakah ablasi kateter dapat dijadikan strategi pengobatan lini pertama yang lebih baik bila dibandingkan obat antiaritmia.

Ulasan Metode Penelitian

Uji klinis ini dilakukan dengan randomisasi dan multisenter pada 22 pusat kesehatan di Kanada, Amerika Serikat, dan Perancis. Uji coba VANISH2 ini melibatkan 416 pasien dengan riwayat infark miokard, ICD, dan takikardia ventrikel yang signifikan secara klinis. Kriteria klinis takikardia ventrikel meliputi badai takikardia ventrikel atau VT storm, kejut ICD yang sesuai atau pacing antiaritmia, atau takikardia ventrikel yang berkelanjutan dan dihentikan melalui perawatan darurat.

Perlakuan Uji Klinis:

Pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok, yang mana satu kelompok menerima ablasi kateter dan kelompok lainnya menerima obat antiaritmia. Obat antiaritmia yang digunakan adalah sotalol atau amiodarone.

Pasien yang memenuhi syarat untuk menerima sotalol secara acak menerima obat dengan dosis 120 mg secara oral 2 kali/hari atau menjalani ablasi kateter.  Pasien yang tidak memenuhi syarat untuk pengobatan sotalol secara acak, menerima amiodarone atau menjalani ablasi kateter.

Terapi amiodarone dimulai dengan dosis 400 mg per oral 2 kali/hari selama 2 minggu, dilanjutkan dosis 400 mg/hari selama 4 minggu, dan kemudian dipertahankan dengan dosis 200 mg/hari. Sementara itu, kelompok ablasi kateter menjalani tindakan dalam 14 hari setelah pengacakan.

Penilaian Luaran:

Luaran utama penelitian ini adalah gabungan dari mortalitas segala sebab selama masa tindak lanjut atau VT storm, kejut ICD yang sesuai, atau takikardia ventrikel yang berkelanjutan dan memerlukan intervensi medis lebih dari 14 hari setelah randomisasi. Median waktu tindak lanjut adalah 4,2 tahun.

Ulasan Hasil Penelitian

Selama masa studi, luaran primer terjadi pada 50,7% pasien dalam kelompok ablasi kateter dan 60,6% pasien dalam kelompok obat antiaritmia. Dibandingkan obat antiaritmia, uji klinis ini menemukan bahwa ablasi kateter mengurangi tingkat kematian sebanyak 16%, VT storm 5%, kejut ICD yang sesuai 25%, serta kebutuhan penanganan gawat darurat takikardia ventrikel sebanyak 74%.

Dalam 30 hari, sebanyak 2 pasien (1%) dari kelompok ablasi kateter meninggal dan 23 pasien (11,3%) dari kelompok ablasi kateter mengalami komplikasi. Di lain pihak, pada kelompok obat antiaritmia, sebanyak 1 pasien (0,5%) meninggal akibat efek toksik pulmonal dari antiaritmia dan 46 pasien (21,6%) mengalami efek samping nonfatal terkait obat.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan dari uji klinis VANISH2 adalah ukuran sampelnya yang besar dan relevansinya dengan kondisi nyata di praktik. Pasien dalam penelitian ini diterapi menggunakan modalitas yang memang sering dilakukan dalam praktik klinis, sehingga uji klinis ini memberikan bukti landmark mengenai pengurangan takikardia ventrikel pada kelompok yang menerima ablasi kateter dibandingkan terapi obat antiaritmia seperti amiodarone.

Limitasi Penelitian

Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah sulitnya menunjukkan manfaat mortalitas secara langsung karena mayoritas perlindungan terhadap kematian sudah diberikan oleh ICD. Selain itu, hasil uji ini belum mencakup teknologi baru seperti pulsed field ablation, yang kemungkinan dapat memberi efikasi yang lebih superior. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah kemungkinan bahwa efikasi ablasi kateter dan risiko komplikasi prosedur bisa dipengaruhi oleh keterampilan operator.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ablasi kateter merupakan terapi lini pertama yang masuk akal untuk pasien dengan kardiomiopati iskemik dan takikardia ventrikel. Ablasi kateter tampaknya memiliki manfaat dalam mengurangi kejadian takikardia ventrikel berulang, kebutuhan intervensi medis, dan kejut ICD yang sesuai.

Referensi