Radioablasi, Potensi Terapi Baru untuk Ventricular Tachycardia

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Radioablasi saat ini mulai dikembangkan sebagai alternatif terapi untuk menangani ventricular tachycardia. Kelebihan radioablasi di antaranya adalah sifatnya yang noninvasif, cakupan area terapi lebih luas, dan tidak memerlukan sedasi. Di sisi lain, terdapat risiko komplikasi berupa risiko cedera jaringan akibat radiasi, dan risiko aritmia saat blanking period.

Terapi yang tersedia saat ini untuk penanganan ventricular tachycardia (VT) terdiri dari obat antiaritmia, misalnya lidocaine atau amiodarone, dan terapi intervensi, khususnya ablasi kateter radiofrekuensi untuk kasus ventricular tachycardia yang refrakter. [1-4] Namun, efektivitas dari kedua macam terapi ini masih bervariasi. Meskipun dengan kemajuan di bidang teknologi dan meningkatnya pemahaman terhadap mekanisme ventricular tachycardia, tingkat kegagalan dari terapi obat antiaritmia maupun  terapi ablasi kateter masih cukup tinggi.[1-5] Tokuda, et al. melaporkan tingkat kegagalan akut sebesar 10 % pada ablasi kateter (ablasi endokardial atau epikardial) pada kasus ventricular tachycardia refrakter. [5]

Efek samping yang ditimbulkan baik oleh penggunaan obat antiaritmia dan ablasi kateter juga turut membatasi penggunaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan opsi terapi baru yang lebih aman dan lebih efektif dalam penatalaksanaan ventricular tachycardia terutama untuk kasus yang refrakter terhadap obat antiaritmia. Salah satu dari opsi tersebut adalah radioablasi atau yang disebut dengan  stereotactic body radiation therapy (SBRT) atau stereotactic ablative radiotherapy (SABR) atau stereotactic arrhythmia radioablation (STAR). Walau radioablasi sudah umum digunakan di bidang medis, tetapi penerapan radioablasi dalam penatalaksanaan ventricular tachycardia baru mulai dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir.[2-7]

Referensi