Farmakologi Isoniazid
Farmakologi isoniazid (INH) adalah menghambat sintesis mycolic acid, yang merupakan komponen esensial dinding sel mikobakterium. Obat ini bersifat bakterisidal terhadap Mycobacterium tuberculosis.[3,9]
Farmakodinamik
Mycolic acid merupakan komponen esensial pada dinding sel mikobakterium. Penggunaan INH akan menghambat enzim yang berperan dalam sintesis mycolic acid ini. Mekanisme inilah yang menimbulkan efek terapi bakterisidal terhadap organisme Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini aktif berkembang biak secara intraseluler dan ekstraseluler, yang dapat menginfeksi tubuh manusia secara sistemik. Sehingga INH dapat digunakan untuk terapi berbagai penyakit tuberkulosis, seperti TB paru, TB osteomyelitis, dan TB spondylitis.[3,9]
Farmakokinetik
Absorpsi INH berlangsung cepat setelah pemberian secara oral, dan terdistribusi secara luas ke seluruh cairan tubuh dan jaringan. Metabolisme isoniazid utamanya terjadi di hepar melalui proses asetilasi. Eliminasi obat ini terutama melalui ginjal.[3,4,9-11]
Absorbsi
INH peroral akan diabsorpsi cepat, tetapi dipengaruhi makanan dalam lambung. Obat ini sebaiknya dikonsumsi dalam keadaan perut kosong, karena absorpsi dan bioavailabilitasnya akan menurun secara signifikan jika bersama dengan makanan. Dalam waktu 1−2 jam setelah dikonsumsi peroral, INH mencapai kadar puncak dalam serum. Kadar puncak ini akan menurun 50% dalam waktu 6 jam kemudian.[3,6,11,12]
Distribusi
Setelah dikonsumsi, INH terdistribusi secara luas ke seluruh cairan tubuh dan jaringan, termasuk cairan serebrospinal, pleura, dan rongga abdomen. Akumulasi terbesar di hepar, tetapi juga terdeteksi di saliva, sputum, dan feses. Volume distribusi INH sekitar 0,6 L/kg, dan sekitar 10% berikatan dengan protein plasma.[11,12]
Metabolisme
Metabolisme utama INH terjadi di hepar, di mana sebagian besar (50−90%) melalui proses asetilasi oleh enzim arylamenine N-acetyltransferase 2 (NAT2) menjadi N-acetylisoniazid. Kemudian bertransformasi menjadi isonicotinic acid dan monoacetylhydrazine.[4,10,11]
Monoacetylhydrazine berhubungan dengan hepatotoksisitas. Kecepatan proses asetilasi bergantung pada etnis, yaitu cepat pada etnis Inuit dan Jepang dan lambat pada etnis Skandinavia, Yahudi, dan Afrika Utara. Hasil pilot study menunjukkan bahwa enam subjek dari etnis Melanesia di Indonesia termasuk dalam asetilator lambat, tetapi masih diperlukan studi dengan subjek yang lebih besar untuk mengetahui kecepatan asetilasi masyarakat Indonesia.[6,12–14]
Eliminasi
INH utamanya dieliminasi melalui ginjal, yaitu 50−70% dosis akan diekskresi ke urine dalam waktu 24 jam. Ekskresi ke urin sebagian besar dalam bentuk metabolit, dan sebagian kecil dalam bentuk obat yang tidak berubah.[4,10]
Sekitar <10% metabolit INH diekskresikan melalui feses. Waktu paruh obat ini untuk asetilator cepat berkisar antara 0,5−1,6 jam, sedangkan untuk asetilator lambat sekitar 2−5 jam.[6,12]
Resistensi
Resistensi terhadap INH berisiko menyebabkan kegagalan terapi, relapse penyakit, dan resistensi obat antituberkulosis lain sehingga muncul TB MDR (multi drugs resistant). Mekanisme resistensi INH yang paling sering adalah mutasi gen katG, terutama pada kodon 315. Sekitar 64% isolat klinik yang resisten terhadap INH mengandung mutasi katG 315.[12,13]
Mutasi yang paling sering terjadi (95%) pada kodon 315 gen katG adalah perubahan asam amino serin menjadi treonin. Selain mutasi katG, resistensi isoniazid disebabkan oleh mutasi regio promoter inhA, yang menyebabkan dosis optimum meningkat untuk mencapai penghambatan bakteri yang komplit.
Dosis INH 10‒15 mg/kgBB/hari untuk strain dengan mutasi inhA setara dengan dosis 5 mg/kgBB/hari pada strain yang masih sensitif INH, .[4,5,15]
Penulisan pertama oleh: dr. DrRiawati MMedPH