Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Rifampicin
Penggunaan rifampicin atau rifampin pada kehamilan dan ibu menyusui harus berdasarkan pertimbangan manfaat yang lebih tinggi daripada risiko terhadap janin/bayi. Rifampicin oleh FDA dan TGA dimasukkan dalam kategori C. Pada ibu menyusui, rifampicin dikeluarkan melalui ASI dengan kadar yang sangat rendah.[7,8]
Penggunaan pada Kehamilan
Food and Drug Administration (FDA) memasukkan rifampicin ke dalam kategori C. Hasil uji klinis pada hewan percobaan menunjukkan bahwa pemberian obat ini peroral, bersifat embriotoksik dan teratogenik, sehingga berakibat defek lahir. Pernah ada kasus yang dilaporkan mengenai malformasi fetus pada manusia, tetapi belum ada bukti ilmiah yang adekuat untuk mendukung kasus tersebut.[7,15]
Berdasarkan Therapeutic Goods Administration (TGA), rifampicin juga masuk kategori C. Berdasar pada efek farmakologis obat, yang dapat memberikan efek buruk pada fetus manusia atau neonatus, namun tidak menyebabkan malformasi dan efek ini reversibel. TGA melaporkan adanya kasus perdarahan pada neonatus karena hipoprotrombinemia akibat ibunya menggunakan rifampicin selama masa kehamilan terakhir.[8]
Rifampicin diketahui melewati sawar plasenta dan beredar dalam darah umbilikal. Efek obat rifampicin terhadap janin tidak diketahui. Menimbang aspek manfaat melebihi risiko yang mungkin timbul, maka obat ini dapat diberikan kepada wanita hamil. Hal ini sesuai dengan rekomendasi CDC untuk mengobati ibu hamil yang menderita tuberkulosis paru aktif.[21]
Vitamin K hendaknya diberikan kepada ibu dan bayinya pada waktu lahir, apabila ibu mengonsumsi rifampicin selama beberapa minggu terakhir kehamilan. Bayi dari ibu yang diterapi dengan rifampicin juga harus diobservasi secara ketat akan risiko efek samping rifampicin.[3,4,15,22]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Studi melaporkan bahwa rifampicin dikeluarkan melalui ASI pada kadar yang sangat rendah, yaitu <20% dosis terapi pada bayi. Karenanya, WHO dan CDC menganjurkan wanita yang mendapat terapi lini pertama tuberkulosis paru, untuk tetap menyusui bayinya.[9,21]
Beberapa kasus studi melaporkan wanita hamil dan menyusui yang diterapi dengan rifampicin dapat memiliki bayi dengan efek samping berikut:
- Peningkatan enzim hepar transien dalam serum darah bayi selama 1-2 tahun
- Hiperaktivitas [11,21,23,24]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini