Pendahuluan Risperidone
Risperidone adalah obat antipsikotik atipikal yang diindikasikan untuk penanganan schizophrenia, terapi adjuvan gangguan bipolar, dan gejala iritabilitas pada pasien autisme. Risperidone bekerja dengan cara menghambat reseptor dopamine D2 dan serotonin.[1,2]
Secara off label, risperidone digunakan pada pasien dementia untuk mengatasi gangguan perilaku dan gejala psikosis. Namun, FDA Amerika Serikat telah mengeluarkan black box warning terkait penggunaan risperidone pada pasien lansia. Risperidone dikaitkan dengan peningkatan kejadian mortalitas pada lansia, sehingga tidak diperbolehkan untuk digunakan mengatasi gejala psikosis terkait dementia pada pasien lansia.
Sediaan risperidone yang ada di Indonesia adalah sediaan oral dan injeksi intramuskular. Risperidone dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Konsumsi bersamaan dengan alkohol akan meningkatkan efek depresi sistem saraf pusat.[1,3]
Risperidone telah dikaitkan dengan berbagai efek samping serius. Efek samping ini meliputi peningkatan risiko stroke pada lansia, risiko sindrom neuroleptik maligna, agranulositosis, hiperprolaktinemia, dan gangguan konduksi jantung. Risperidone juga dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal seperti Parkinsonisme dan distonia, meskipun lebih jarang dibandingkan dengan antipsikotik tipikal.[1,4]
Tabel 1. Deskripsi Singkat Risperidone
Perihal | Deskripsi |
Kelas | Antipsikosis[3] |
Subkelas | Antipsikotik atipikal[3] |
Akses | Resep[3] |
Wanita hamil | Kategori FDA: C Kategori TGA: C[5] |
Wanita menyusui | Dikeluarkan ke ASI dalam jumlah sedikit[1,3] |
Anak-anak | Keamanan dan efikasi tidak diketahui untuk schizophrenia pada anak kurang dari 13 tahun, untuk mania bipolar pada anak kurang dari 10 tahun, dan untuk gangguan autistik pada anak kurang dari 5 tahun.[1,4] |
Infant | |
FDA | Approved.[1] |
Penulisan pertama oleh: dr. Karina