Walaupun terkesan sederhana, olahraga bermanfaat dalam pencegahan dan terapi fatty liver. Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) atau perlemakan hepar merupakan penyebab gangguan hepar kronik terbanyak secara global. NAFLD merupakan sebuah proses yang progresif yang berawal dari simple steatosis, kemudian dapat berkembang menjadi non-alcoholic steatohepatitis (NASH) hingga sirosis hepatis atau bahkan hepatocellular carcinoma (HCC).
Untuk mendiagnosis NAFLD secara definitif, perlu ditemukan adanya steatosis pada >5% hepatosit dari pemeriksaan histologis atau proton density fat fraction; atau >5,6% dengan magnetic resonance spectroscopy. Diagnosis juga baru bisa ditegakkan jika etiologi steatosis lain sudah dieksklusi.[1,2]
Memahami Faktor Risiko Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)
Faktor risiko Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) terbagi menjadi 2, yaitu faktor yang tidak dapat dan dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain faktor genetik, etnisitas, dan jenis kelamin. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain resistensi insulin, obesitas, pola makan, dan gaya hidup sedenter.
Diabetes Melllitus (DM) tipe 2 berhubungan erat dengan NAFLD. Sebanyak 70-74% pasien dengan NAFLD memiliki DM tipe 2.[3] Pasien dengan NAFLD lebih sering dilaporkan memiliki pola makan yang tinggi lemak, garam, gula, dan rendah mengonsumsi buah-buahan.[4] Selain itu, pasien dengan NAFLD juga dilaporkan memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah dan peningkatan durasi posisi duduk jika dibandingkan dengan individu sehat.[5]
Pengaruh Olahraga dalam Manajemen Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)
Mekanisme pengaruh olahraga terhadap Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) masih belum diketahui secara utuh. Dari penelitian yang tersedia, yang dapat disimpulkan adalah olahraga memiliki efek protektif melawan resistensi insulin, sintesis asam lemak, dan oksidasi asam lemak.
Olahraga dapat memperbaiki resistensi insulin pada jaringan otot dan hepar. Resistensi insulin pada jaringan adiposa menyebabkan supresi parsial dari enzim lipase, sehingga meningkatkan lipolisis dan free fatty acid (FFA) yang akan disimpan di hepar. FFA dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan sel hepar, yang merupakan tanda dari NASH.
Olahraga juga telah dilaporkan mampu memodulasi struktur dan fungsi mitokondria, yang bermanfaat dalam mengurangi kadar lemak hepar dan faktor risiko perlemakan hepar seperti dislipidemia dan resistensi insulin. Selain itu, olahraga juga tidak menimbulkan efek samping bermakna, sehingga secara umum dianggap aman sebagai upaya pencegahan dan pengobatan NAFLD.[6]
Bukti Ilmiah Efek Olahraga terhadap Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)
Sudah banyak penelitian yang menganalisis efek olahraga terhadap prognosis (mortalitas dan morbiditas) atau komplikasi pasien Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Penelitian-penelitian yang ada melihat manfaat olahraga dengan mengukur perbedaan hasil dari parameter noninvasif atau biopsi hepar.
Eckard et al melakukan uji acak terkontrol pada 56 partisipan, yang menilai efek olahraga dan diet selama 6 bulan terhadap non-alcoholic steatohepatitis (NASH). Pada penelitian ini olahraga dilakukan 20-60 menit/hari, 4-7 hari/minggu dengan tipe olahraga aerobik atau ketahanan. Intervensi diet dibagi menjadi kelompok diet rendah lemak, moderate fat-low carbohydrate, dan tidak dibatasi. Studi ini menemukan penurunan nilai NASH Activity Score (NAS), yaitu metode klasifikasi NASH secara histologis, pada kelompok yang menjalani intervensi olahraga dan diet.[7]
Temuan serupa juga didapatkan pada sebuah uji acak terkontrol yang melihat manfaat intervensi gaya hidup, berupa olahraga intensitas sedang > 200 menit/minggu dan diet rendah kalori, selama 48 minggu. Pada penelitian ditemukan penurunan skor NAS sebesar 2,4 poin.[8]
Tinjauan sistematik yang dilakukan pada 8 studi (6 menganalisis olahraga saja, dan 2 menganalisis gabungan olahraga dan diet), melibatkan 433 partisipan dewasa, menunjukkan bahwa olahraga dengan atau tanpa diet bermanfaat dalam mobilisasi lemak hepar pada kasus NAFLD. Intervensi olahraga yang digunakan pada studi yang dianalisis bervariasi, dengan kisaran durasi 8-48 minggu dan frekuensi berkisar 3-7 hari per minggu. Intensitas olahraga yang digunakan berkisar antara 45% dan 75% puncak VO2 (konsumsi oksigen maksimum). Mobilisasi lemak hepar didapatkan sebesar 30,2% pada kelompok olahraga saja, dan 49,8% pada kelompok diet dan olahraga. Studi ini menunjukkan bahwa olahraga saja memiliki efek yang baik terhadap perlemakan hepar, namun efeknya meningkat ketika digabungkan dengan diet.[9]
Jenis Olahraga yang Efektif untuk Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)
Aktivitas fisik memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan kejadian NASH, di mana olahraga berat (seperti berlari, berenang) memiliki manfaat yang lebih baik dibandingkan olahraga moderat (seperti jalan cepat). [10]
Meskipun demikian, faktor yang harus diperhatikan dalam upaya perubahan pola hidup adalah kontinuitas dari perubahan tersebut. Kepatuhan terhadap rutinitas olahraga dengan intensitas lebih rendah telah terbukti lebih bermanfaat dibandingkan mengikuti olahraga yang berat tetapi tingkat kepatuhan rendah.
Sebuah studi yang melibatkan 48 pasien obesitas dan overweight menunjukkan bahwa penurunan lemak hepar terjadi pada seluruh partisipan yang berolahraga, tanpa perbedaan bermakna antar kelompok intensitas olahraga. Artinya, walaupun olahraga aerobik dilakukan pada intensitas rendah dan frekuensi rendah, manfaat penurunan lemak pada hepar masih didapatkan. [11] Studi lain yang membandingkan olahraga aerobik, beban, dan ketahanan juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara ketiga jenis olahraga tersebut terhadap perbaikan NAFLD.[6]
Rekomendasi Pedoman Klinis
Menurut pedoman European Association for the Study of the Liver, European Association of the Study of Diabetes, and European Association for the Study of Obesity (EASL-EASD-EASO), direkomendasikan untuk berolahraga aerobik (jalan cepat atau sepeda statis) sebanyak 150-200 menit/minggu dengan intensitas sedang, dibagi menjadi 3-5 sesi olahraga.
Latihan ketahanan juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kebugaran otot dan mengurangi faktor risiko metabolik.
Pedoman ini menyebutkan bahwa belum ada bukti yang cukup untuk mengklaim satu jenis olahraga lebih baik dari jenis lainnya. Bentuk olahraga yang dilakukan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan preferensi pasien untuk memaksimalkan efek dan kepatuhan jangka panjang.
Selain itu, pada pasien dengan NAFLD, untuk menghambat perkembangan penyakit, direkomendasikan juga untuk melakukan pembatasan asupan kalori, mengubah proporsi nutrisi makro, serta mengurangi konsumsi alkohol dan minuman atau makanan yang mengandung fruktosa. Bagi pasien dengan NAFLD, sebaiknya dilakukan penurunan berat badan dengan target 7-10% dari berat badan awal.[1,12]
Kesimpulan
Studi yang tersedia telah menunjukkan manfaat olahraga dalam memperbaiki dan mencegah Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Olahraga secara tunggal telah dilaporkan bermanfaat menurunkan perlemakan hepar, namun efek ini akan bertambah baik jika digabungkan dengan intervensi diet.
Hingga kini belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk menyatakan bahwa satu jenis olahraga lebih baik dibandingkan jenis lainnya. Pemilihan jenis, frekuensi, dan intensitas olahraga dapat mengikuti kemampuan dan preferensi pasien agar konsistensi jangka panjang lebih baik.