Pemberian Kafein pada Kasus Oversedasi Pasca Operasi

Oleh :
dr. Andrian Yadikusumo, Sp.An

Pemberian kafein diduga dapat mengurangi sedasi berlebihan atau oversedation pada pasien pasca operasi. Sedasi berlebihan pasca operasi dan depresi pernapasan sering terjadi pada masa pemulihan. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi, perlunya intubasi ulang, ataupun peningkatan lama rawat inap di rumah sakit. Kafein, yang memiliki efek stimulan, dianggap dapat menjadi reversal obat anestesi yang mudah untuk dicari, murah, dan dapat diberikan tanpa efek samping berarti.[1-3]

Efek stimulan yang diharapkan dari kafein adalah peningkatan derajat kesadaran pasien, serta hilangnya efek obat bius yang tidak diharapkan seperti depresi napas. Gagal napas pasca operasi akibat depresi pernapasan yang diinduksi obat anestesi dapat mengakibatkan morbiditas permanen, seperti cedera otak anoksik atau bahkan kematian. Dalam banyak kasus, gagal napas terjadi secara akut dan tanpa peringatan, serta sering terjadi segera setelah penilaian skoring yang tampaknya bagus.[4-7]

KafeinOversedasi

Sekilas Mengenai Efek Sedasi dan Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Sedasi Berlebihan

Sedasi memiliki beberapa tingkatan, mulai dari tingkat ringan hingga dalam, yang tergantung pada cara pemberian obat sedatif. Obat sedatif umumnya bekerja dengan meningkatkan aliran ion klorida melalui saluran yang dimodulasi oleh asam gamma aminobutirat (GABA). Sebagai contoh, golongan benzodiazepin, seperti midazolam dan diazepam, bekerja dengan meningkatkan pengaruh penghambatan GABA. Pada dosis yang tepat dan pasien-pasien tertentu, pemberian obat sedatif tersebut akan menghasilkan tingkat sedasi yang sesuai.

Pemanjangan durasi efek sedasi dapat terjadi apabila ada faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti perubahan keseimbangan asam-basa, maupun adanya komorbiditas seperti gagal ginjal, sindrom gagal organ multipel, atau riwayat penyalahgunaan obat psikotropika dan neuroleptik. Sedasi berlebihan pasca operasi juga dapat disebabkan oleh akumulasi obat anestesi, adanya interaksi obat, atau gangguan metabolisme dan eliminasi obat.[6,8]

Mekanisme Kerja Kafein pada Sistem Saraf Pusat

Kafein merupakan stimulan ringan pada sistem saraf pusat, yang bekerja melalui antagonisme reseptor adenosin yang menghasilkan peningkatan aktivitas dopaminergik. Dalam dosis sedang, kafein telah dilaporkan dapat meningkatkan fungsi kognitif dan kewaspadaan. Sebuah studi pada tikus menemukan bahwa kafein mempercepat pemulihan setelah anestesi berbasis isoflurane dan propofol. Pemberian kafein dilaporkan mengurangi gejala pemanjangan durasi sedasi selama pemulihan anestesi.[3]

Kafein Sebagai Antagonis Kompetitif Adenosin

Senyawa metilxantin, seperti kafein, dapat bertindak sebagai antagonis kompetitif terhadap efek depresan adenosin. Di otak, adenosin dan reseptor adenosin mengatur pelepasan neurotransmitter dan memainkan peran penting dalam regulasi tidur, gairah, kognisi, memori, dan pembelajaran. Kafein mengikat reseptor adenosin, yang pada gilirannya menghalangi pengikatan adenosin pada reseptornya. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi suasana hati, memori, kewaspadaan, dan fungsi kognitif.[9,10]

Kafein dan Penghambatan Fosfodiesterase

Senyawa metilxantin, seperti kafein, memiliki kemampuan untuk menghambat fosfodiesterase. Metilxantin mencegah cAMP dipecah secara enzimatik dengan menghambat fosfodiesterase nukleotida siklik, yang merangsang akumulasi cAMP. Akumulasi cAMP kemudian merangsang pelepasan hormon seperti dopamin, epinefrin, dan norepinefrin. Peningkatan neurotransmitter ini mengubah suasana hati, memori, kewaspadaan, dan fungsi kognitif.[3]

Pengaruh Kafein Terhadap Kejadian Oversedasi dan Pemanjangan Efek Obat Anestesi

Terdapat berbagai studi tentang penggunaan kafein sebagai agen pemulihan kesadaran dari pengaruh anestesi umum. Sebuah studi pada tikus menunjukkan bahwa kafein mampu mempercepat pemulihan dari anestesi, termasuk sedasi dosis tinggi.[4]

Sementara itu, dalam segi keamanan, beberapa studi telah mengaitkan pemberian kafein intraoperasi atau pasca operasi dengan peningkatan mual dan muntah pasca operasi. Meski begitu, pemberian kafein intraoperasi ditemukan tidak mempengaruhi insiden atrial fibrilasi pasca operasi dan mengurangi waktu hingga buang air kecil secara spontan setelah pelepasan kateter kandung kemih pasca operasi.[1,2,10]

Basis Bukti Ilmiah Terkait Efikasi Kafein pada Kasus Oversedasi

Sebuah studi retrospektif mengevaluasi efek pemberian kafein intravena (IV) pada 151 pasien yang sangat tersedasi di unit pemulihan pasca anestesi (PACU), dengan dosis median 150 mg. Hasil menunjukkan bahwa pemberian kafein meningkatkan skor Richmond Agitation-Sedation Scale (RASS), namun tidak ada perubahan signifikan dalam parameter pernapasan dan tidak ditemukan efek samping jantung. Temuan ini mengindikasikan bahwa kafein dapat mempercepat pemulihan dari anestesi umum, meskipun penelitian prospektif lebih lanjut masih diperlukan.[9]

Studi lain adalah sebuah penelitian observasional retrospektif yang mengevaluasi pengaruh pemberian kafein pasca operasi terhadap pemulihan sedasi dan risiko komplikasi pernapasan pada pasien yang mengalami sedasi berlebihan setelah anestesi umum. Studi ini melibatkan data dari 47.222 pasien dewasa yang dirawat di PACU, dengan 1.892 di antaranya menerima kafein intravena (250 mg). Sedasi diukur menggunakan skor RASS.

Hasil menunjukkan bahwa pemberian kafein dikaitkan dengan perbaikan skor sedasi, namun juga dengan peningkatan risiko komplikasi pernapasan dan aktivasi tim tanggap darurat. Temuan ini mengindikasikan bahwa kafein dapat memperbaiki pemulihan sedasi tetapi mungkin meningkatkan risiko komplikasi pernapasan.[10]

Kesimpulan

Kejadian sedasi berlebihan atau oversedation pasca anestesi umum sering ditemukan di praktik. Kafein adalah zat psikostimulan yang mempunyai mekanisme aksi mirip dengan metilxantin, yang diharapkan bermanfaat dalam penanganan kasus sedasi berlebihan.

Bukti ilmiah terbatas yang tersedia saat ini mengindikasikan bahwa kafein mampu mempercepat pemulihan kesadaran pada pasien yang mengalami sedasi berlebihan. Meski begitu, uji klinis acak terkontrol lebih lanjut, dengan sampel lebih besar, masih diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih meyakinkan mengenai efikasi dan keamanan kafein dapat ditarik.

Referensi