Infeksi saluran kemih rekuren sering ditemukan pada wanita. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren didefinisikan sebagai ISK yang terjadi ≥3 kali dalam setahun atau ISK yang kambuh sebanyak ≥2 kali dalam 6 bulan.[1,2]
Berdasarkan penelitian oleh American Academy of Family Physicians (AAFP), sekitar 30-44% wanita yang mengalami ISK akan mengalami rekurensi dalam waktu <6 bulan. ISK rekuren pada wanita umumnya disebabkan reinfeksi oleh patogen yang sama. Evaluasi dan manajemen yang tepat akan mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu, menurunkan risiko resistensi antibiotik, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.[1,2]
Sampai sekarang masih ada banyak variasi pemeriksaan, terutama pemeriksaan penunjang dalam kasus ISK rekuren. Evaluasi ISK rekuren wanita bertujuan untuk mencari tahu kelainan yang menyebabkan reinfeksi patogen atau penyebab organisme menjadi persisten di saluran kemih. Jenis pemeriksaan yang sesuai perlu dilakukan agar dapat menentukan etiologi ISK rekuren untuk mencegah pengobatan yang tidak tepat, terutama pemberian antibiotik secara berulang, serta menghindari pemeriksaan yang tidak diperlukan.[1-4]
Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih Rekuren Wanita
Seorang wanita muda <40 tahun (premenopause) dapat lebih mudah mengalami infeksi saluran kemih (ISK) rekuren apabila terdapat faktor risiko berikut:
- Frekuensi hubungan seksual >3 kali dalam seminggu atau pasangan seksual baru
- Penggunaan spermisida
- Riwayat ISK rekuren saat anak-anak atau ibu dengan riwayat ISK rekuren[1,5]
Sementara itu, faktor risiko ISK rekuren pada wanita pascamenopause antara lain:
- Riwayat ISK sebelum menopause
- Riwayat inkontinensia urin, sistokel, atau vaginitis atropik karena defisiensi estrogen
- Peningkatan volume urine setelah berkemih (post-void)
- Penggunaan kateter urin dan gangguan fungsional berkemih pada wanita lansia[5]
Wanita dengan usia lebih tua memiliki risiko ISK rekuren yang lebih tinggi. Angka rekurensi ISK pada wanita usia >55 tahun mencapai 55%, sedangkan di wanita muda sebesar 36%.[6]
Pada wanita hamil, risiko ISK rekuren meningkat akibat berbagai faktor, yakni peningkatan pH urin, penurunan tonus otot ureter, dilatasi pelvis ginjal dan ureter, dan glikosuria yang menciptakan kondisi yang lebih rentan terhadap infeksi dan optimal untuk pertumbuhan bakteri.[7]
ISK rekuren dapat pula terjadi pada wanita tanpa kelainan struktur anatomi maupun gangguan fungsional saluran kemih. Wanita lebih mudah mengalami ISK rekuren karena letak uretra dengan anus yang relatif dekat serta panjang uretra yang lebih pendek dibandingkan pria. Faktor-faktor risiko lain, seperti cara membasuh kemaluan setelah berkemih, douching, penggunaan celana dalam bukan dari bahan katun, penyakit kronis, dan penyakit menular seksual, tidak menunjukkan korelasi yang signifikan dengan terjadinya rekurensi ISK.[8]
Diagnosis Banding Etiologi Infeksi Saluran Kemih Rekuren
Saat menemukan pasien wanita dengan infeksi saluran kemih (ISK) rekuren, diagnosis banding etiologi yang perlu dipertimbangkan adalah adanya gangguan struktur anatomi atau gangguan fungsi saluran kemih. Pasien ISK rekuren dapat datang dengan gejala ISK akut seperti disuria, nyeri suprapubik, sering berkemih dengan volume sedikit (frekuensi), rasa ingin berkemih terus menerus (urgensi), dan hematuria.[7,8]
Urin yang dikeluarkan dapat berwarna keruh dan berbau menyengat. Beberapa diagnosis banding yang dapat menjadi etiologi ISK rekuren adalah adanya sistokel, divertikula saluran kemih, fistula saluran kemih, disfungsi dasar pelvis, striktur ureter, batu ginjal, dan refluks vesikoureter.[7,8]
Bila menemukan pasien gejala mikrohematuria asimtomatik, hematuria masif setelah terapi, serta pada pemeriksaan ditemukan gejala fistula (misalnya fekaluria dan pneumaturia) maka pemeriksa perlu mencurigai adanya ISK rekuren.[8]
Gejala lain yang perlu meningkatkan kecurigaan terhadap ISK rekuren adalah riwayat batu ginjal, riwayat operasi urologi, riwayat keganasan rongga perut atau pelvis, pasien immunocompromised, riwayat pyelonephritis berulang, obstruksi outflow, dan bakteriuria persisten setelah terapi menggunakan antibiotik yang tepat dan sensitif.[8]
Irritative Voiding
Berdasarkan gejala-gejala disuria, urgensi, dan sering berkemih, ISK rekuren mirip dengan gejala irritative voiding tanpa infeksi. Perbedaan yang dapat ditemukan yakni gejala ISK rekuren lebih sering muncul setelah pasien melakukan hubungan seksual, sering ditemukan riwayat pyelonephritis, dan perbaikan gejala yang cepat dengan pemberian terapi antibiotik.[7]
Pada irritative voiding biasanya gejala-gejala tersebut dapat muncul setiap saat, sedangkan pada ISK rekuren hanya pada fase akut ISK. Pasien dengan gejala irritative voiding juga sering mengeluhkan terbangun di malam hari untuk berkemih (nokturia), sedangkan pasien ISK rekuren tidak. Diagnosis banding yang memungkinkan adalah sistitis interstisial, sindrom uretral atau aktivitas berlebihan otot detrusor.[7]
Jenis Pemeriksaan untuk Infeksi Saluran Kemih Rekuren Wanita
Ada berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pasien wanita yang datang dengan infeksi saluran kemih (ISK) rekuren mulai dari pemeriksaan fisik panggul, urinalisis, kultur urin, sistoskopi, video urodinamik, dan pencitraan seperti ultrasonografi dan CT scan. Walaupun kejadian ISK rekuren cukup sering ditemukan, tidak banyak penelitian yang mempelajari jenis pemeriksaan apa saja yang sebenarnya perlu dan tidak perlu dilakukan secara rutin untuk evaluasi ISK rekuren.[3]
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Setiap pasien yang datang dengan gejala ISK rekuren perlu ditanyakan saat anamnesis secara detail mengenai riwayat keluhan, frekuensi ISK dalam setahun atau 6 bulan terakhir, faktor risiko, dan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan rekurensi ISK. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan panggul perlu dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan anatomi seperti prolaps organ panggul dan juga untuk menilai keadaan dinding vagina.[8]
Urinalisis dan Kultur Urin
Diagnosis ISK rekuren dapat ditegakkan apabila ditemukan hasil positif kultur sampel urin dengan konsentrasi spesifik >10.000 colony forming units/mL (CFU/mL) sebanyak minimal 3 kali dalam setahun pada pasien yang datang dengan gejala ISK rekuren. Sampel urin yang digunakan adalah urin midstream untuk meminimalkan kontaminasi bakteri dari vagina dan kulit. Spesimen dari kateter perlu dipertimbangkan apabila hasil kultur dicurigai terkontaminasi.[2,6,7]
Wanita dengan ISK rekuren memiliki kolonisasi bakteri uropatogenik Eschericia coli, Escherichia faecalis, Proteus mirabilis, dan Klebsiella dengan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami ISK rekuren. Pemeriksaan urinalisis serta pemeriksaan kultur dan sensitivitas bakteri urin dilakukan untuk setiap episode akut ISK rekuren yang simtomatik saja.[2,6]
Pemeriksaan urinalisis dan kultur urin perlu dilakukan sebelum memulai terapi antibiotik. Kedua pemeriksaan tersebut tidak perlu dilakukan pada pasien asimtomatik, sebab kondisi bakteriuria pada pasien asimtomatik tidak perlu diterapi dengan antibiotik.[2,6]
Urinalisis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis atau dipstick. Urinalisis memiliki sensitivitas 80-90% dan spesifisitas 50% untuk mendeteksi ISK. Saat follow up, pasien yang sudah tidak mengeluhkan gejala apapun (asimtomatik), pemeriksaan urinalisis atau kultur urin pasca terapi tidak perlu dilakukan. Kultur urin perlu diulang apabila gejala ISK menetap setelah pasien mendapatkan terapi antibiotik. Bila menemukan bakteri urease-positif seperti Proteus dan Yersinia, perlu dicurigai adanya batu ginjal yang menyebabkan ISK rekuren.[2,7]
Sistoskopi
Pedoman dari The National Institute for Health and Care Excellence (NICE) di tahun 2010 merekomendasi pemeriksaan sistoskopi untuk evaluasi ISK rekuren pada pasien pria. Namun, beberapa penelitian menganjurkan pemeriksaan sistoskopi tidak perlu rutin dikerjakan untuk setiap pasien wanita dengan ISK rekuren.[4]
Sebuah penelitian kohort retrospektif sistoskopi pada pasien wanita dengan ISK rekuren, melaporkan dari 133 hasil sistoskopi yang tersedia hanya 9 hasil sistoskopi (9,5%) yang menunjukkan adanya kelainan patologis. Dari 9 hasil sistoskopi tersebut, hanya 5 hasil yang memberikan gambaran khas yang berkaitan dengan ISK rekuren.[4]
Penelitian terdahulu oleh Lawrentschuk et al, juga menunjukkan hasil serupa. Kelainan hanya ditemukan pada 9 dari 118 wanita (8%) dengan ISK rekuren yang menjalani pemeriksaan sistoskopi. Kelainan patologis yang ditemukan pada sistoskopi tersebut antara lain striktur uretra, kalkulus vesika urinaria, divertikula vesika urinaria, dan fistula kolovesika. Sebuah tinjauan sistematik mengungkapkan bahwa hanya 1 dari 656 hasil sistoskopi (0,15%) pasien wanita ISK rekuren yang memiliki kelainan yang berpotensi mengancam nyawa, yakni karsinoma. Kelainan yang banyak ditemukan pada sistoskopi di penelitian tersebut adalah berupa peradangan yang tidak khas.[3,9]
Sistoskopi adalah pemeriksaan yang minimal invasif namun tetap berisiko menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien, hematuria, frekuensi berkemih meningkat, dan infeksi iatrogenik. Penemuan hasil yang kurang signifikan dan tidak mengubah rencana terapi, menjadikan pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk secara rutin dikerjakan dalam evaluasi pasien wanita dengan ISK rekuren.[4]
Sistoskopi bisa dipertimbangkan untuk dilakukan apabila ada gejala hematuria, riwayat operasi urologi atau ginekologi, riwayat transplantasi ginjal, dan pasien dengan gejala fistula seperti fekaluria atau pneumaturia.[4]
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan saluran kemih tidak perlu rutin dikerjakan untuk semua pasien wanita dengan ISK rekuren. Pencitraan bermanfaat dilakukan untuk pasien yang mengeluhkan gejala gangguan saluran kemih atas atau dicurigai menderita gangguan ginekologi.[3,6]
Indikasi pencitraan seperti ultrasonografi dan CT scan adalah ISK rekuren yang tidak berhubungan dengan hubungan seksual, hematuria persisten, ada tanda pyelonephritis akut, dan insufisiensi ginjal. Pemeriksaan CT scan abdomen dan pelvis dengan atau tanpa kontras dapat dipertimbangkan untuk pasien yang berisiko tinggi mengalami ISK komplikata atau kondisi yang membutuhkan operasi.[3,5,8,10]
Pemeriksaan ultrasonografi bisa menggantikan pemeriksaaan tersebut dengan biaya yang lebih murah, tidak invasif, dan apabila tidak tersedia fasilitas CT scan. Ultrasonografi abdomen lengkap sebaiknya tidak dilakukan secara rutin untuk pasien wanita <40 tahun dengan ISK rekuren dan tidak memiliki faktor risiko.[3,5,8,10]
Urodinamik
Pemeriksaan video urodinamik berfungsi untuk menilai disfungsi saluran kemih bagian bawah dengan mengevaluasi fungsi penyimpanan dan pengosongan vesika urinaria, serta interaksi antara otot detrusor dan sfingter uretra eksterna. Gangguan fungsional berkemih dan peningkatan volume post-void yang ditemukan pada pemeriksaan urodinamik merupakan salah satu faktor risiko ISK rekuren wanita.[7,11]
Sebuah penelitian oleh Hijazi et al melaporkan bahwa dari 54 pasien wanita dengan ISK rekuren yang menjalani pemeriksaan urodinamik, ditemukan 4% pasien yang mengalami disfungsi berkemih neurogenik dan 63% nonneurogenik. Kelainan urodinamik yang ditemukan antara lain disinergia sfingter detrusor (17%), aktivitas sfingter detrusor yang menurun (22%), kombinasi keduanya (11%), berkurangnya laju urin maksimal hingga <15 mL/ detik (63%), dan adanya volume residu post-void (54%).[7,11]
Penelitian terdahulu oleh Raz et al, melaporkan 41 dari 149 pasien wanita dengan ISK rekuren (27,5%) dapat ditemukan residu post-void pada pemeriksaan urodinamik. Penurunan laju urin <15 mL/detik ditemukan pada 82 pasien (55%).[12]
Dari kedua penelitian tersebut, video urodinamik menemukan cukup banyak pasien yang mengalami disfungsi berkemih pada pasien wanita dengan ISK rekuren. Namun demikian, masih dibutuhkan lebih banyak lagi penelitian untuk menentukan perlu tidaknya pemeriksaan video urodinamik dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang rutin pada ISK rekuren wanita. Jumlah penelitian yang ada masih sangat terbatas dan hanya menggunakan sampel yang sedikit.
Kesimpulan
Ada banyak pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam kasus ISK rekuren pada wanita, akan tetapi belum ada kesepakatan antara pedoman yang beredar mengenai pemeriksaan apa saja yang harus dikerjakan. Kebanyakan pedoman dan hasil penelitian yang ada menganjurkan evaluasi rutin pasien wanita dengan gejala ISK rekuren meliputi anamnesis lengkap termasuk faktor risiko, pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan panggul, serta urinalisis dan kultur urin.
Pemeriksaan sistoskopi dan pencitraan tidak perlu dilakukan secara rutin. Dua jenis pemeriksaan ini hanya dianjurkan bila ada indikasi dan hasil pemeriksaan dapat mengubah rencana terapi. Sedangkan, pemeriksaan video uroskopi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan apabila ada kecurigaan disfungsi berkemih yang merupakan faktor risiko ISK rekuren, terutama pada pasien-pasien wanita pasca menopause.