Pemantauan tekanan darah mandiri mungkin belum dapat diterapkan di Indonesia. Monitoring tekanan darah dari rumah kini merupakan salah satu metode diagnosis dan kontrol yang direkomendasikan dalam tata laksana hipertensi. Akan tetapi, anjuran ini memiliki tantangan tersendiri dan mungkin sulit dilakukan di negara tertentu.
Hipertensi adalah sebuah permasalahan kesehatan mayor di seluruh dunia dengan sekitar 20% populasi dunia terkena penyakit ini. Hipertensi adalah penyebab terbesar kematian prematur yang dapat dihindari di seluruh dunia. Di Indonesia, pada tahun 2013 angka prevalensi hipertensi mencapai 26.5% pada kelompok dewasa di atas 18 tahun ke atas, dan 47.8% pada populasi di atas 40 tahun.
Terlebih lagi, angka ini diprediksikan akan terus meningkat di tahun-tahun ke depan. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terjadinya hipertensi adalah gaya hidup sedentari, modernisasi, urbanisasi, dan konsumsi garam yang tinggi serta obesitas dengan sindroma metabolik.[1-3]
Pemeriksaan tekanan darah di rumah kini direkomendasikan oleh guideline mayor seperti American Heart Association, National Institute for Clinical Excellence, dan beberapa pedoman klinis lain.[4,5]
Metode ini diperkirakan dapat meningkatkan akurasi pemeriksaan melalui menghilangkan pengaruh white-coat; sebuah fenomena dimana pasien mengalami peningkatan tekanan darah saat di hadapan pekerja kesehatan, tetapi tekanan kembali normal di luar lingkungan klinis. Selain dari itu, penilaian tekanan darah sendiri di rumah dapat meningkatkan kesadaran atau patient awareness dan ketaatan terhadap pengobatan hipertensi.[2,6]
Perbandingan Antara Pemeriksaan Tekanan Darah di Rumah dan di Fasilitas Kesehatan
Sebuah review sistematik menemukan bahwa penilaian tekanan darah di klinik memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penilaian di rumah. Perbedaan lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita dan lebih besar di pasien tanpa tatalaksana hipertensi dibandingkan dengan yang menggunakan pengobatan. Penilaian di rumah dapat memberikan kepastian diagnosis normotensi yang lebih akurat, dan merupakan sebuah alat yang sangat baik untuk menilai efektivitas pengobatan.[7]
Penggunaan pemeriksaan tekanan darah di rumah memiliki kriteria tertentu seperti membeli alat yang sudah divalidasi, dengan cuff yang sesuai, dan cara mencatat yang benar. Pasien juga perlu diberi edukasi mengenai memeriksa tekanan darah pada waktu yang konsisten, tidak hanya pada saat-saat tertentu seperti saat tenang, cemas, atau nyeri kepala.[8]
Aplikasi Pemeriksaan Tekanan Darah Mandiri di Rumah di Indonesia
Saat ini di Indonesia angka kesadaran (awareness) terhadap hipertensi adalah 35.8%. [2] Dari penelitian Indonesian Family Life Survey pada tahun 2007, angka prevalensi hipertensi pada pasien berusia di atas 40 tahun adalah 47.8% dan 70% dari pasien tersebut tidak terdiagnosis sebelumnya.[3]
Warga Indonesia memiliki kewaspadaan terhadap hipertensi yang sangat kurang, yang berlanjut menyebabkan kontrol hipertensi yang sangat buruk; hanya sekitar 25% pasien yang menggunakan pengobatan memiliki hipertensi terkontrol.
Pemeriksaan tekanan darah di rumah di Indonesia tidak rutin digunakan, disebabkan oleh kurangnya kesadaran terhadap hipertensi, ketersediaan alat, dan persepsi bahwa alat digital kurang akurat dibandingkan alat manual.[2]
Kelemahan Pemeriksaan Tekanan Darah di Rumah
Walaupun telah direkomendasikan oleh beberapa guideline, penggunaan pemeriksaan tekanan darah di rumah memiliki berbagai keterbatasan yang harus dipertimbangkan. Sebuah penelitian oleh Milot et al melihat bagaimana pasien patuh terhadap rekomendasi untuk pemeriksaan tekanan darah di rumah.
Penelitian ini mencakup 535 pasien, namun data yang didapat terbatas karena hasil pemeriksaan dilaporkan sendiri oleh pasien, sehingga cenderung menunjukkan bahwa mereka bertindak sesuai rekomendasi. Walaupun terdapat bias, tetap ditemukan bahwa setengah dari subjek penelitian memeriksa tekanan darah hanya saat merasakan gejala dan tidak sesuai dengan jadwal konsisten yang direkomendasikan. Kurang dari 30% melaporkan semua hasil pemeriksaan ke dokter dan sekitar setengah mengaku mengikuti 5 dari 6 prosedur terpenting untuk pemeriksaan tekanan di rumah.[8,9]
Penelitian lain yang dilakukan pada tahun 1998 menyesuaikan hasil pemeriksaan yang dilaporkan pasien dengan hasil yang terekam di alat (tanpa sepengetahuan pasien). Hasil dari alat seringkali tidak sesuai dengan yang dilaporkan pasien; beberapa lebih tinggi atau rendah, dan beberapa palsu bahkan sebenarnya tidak ada.[8]
Kekurangan lain dari pemeriksaan tekanan darah di rumah adalah akurasi dari alat yang digunakan. Penelitian dari American Journal of Hypertension menemukan bahwa alat monitor tekanan darah di rumah tidak akurat hingga 5 mmHg (nilai yang dapat diterima) di sekitar 70% pasien yang diteliti.[10]
Nilai tekanan darah yang didapat berubah sesuai dengan lingkar lengan, dan alat memerlukan perbandingan dan penyesuaian dengan pemeriksaan manual agar lebih akurat. Penelitian ini menyarankan peningkatan kualitas alat dan kerja sama yang lebih baik dari pihak produsen alat dan pihak medis. Di sisi lain, penelitian oleh Sebastian et al menyatakan bahwa pemeriksaan tekanan darah dapat dipercaya untuk menilai variabilitas tekanan darah.[11]
Kesimpulan
Hipertensi adalah masalah besar di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Kesadaran warga Indonesia terhadap hipertensi masih sangat kurang, sehingga pemantauan tekanan darah sendiri di rumah di Indonesia tidak rutin digunakan.
Beberapa pedoman klinis merekomendasikan penggunaan pemeriksaan tekanan darah di rumah yang memiliki keuntungan terhadap white coat effect. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat meningkatkan kewaspadaan pasien terhadap kontrol hipertensi secara mandiri.
Namun penggunaan alat di rumah juga memiliki keterbatasan seperti kepatuhan pasien terhadap prosedur pelaksanaan dan tingkat akurasi dari alat yang digunakan. Awareness atau kewaspadaan pasien adalah salah satu hal terpenting yang harus ditingkatkan terlebih dahulu, agar dapat meningkatkan kontrol dan efektifitas dari pemantauan tekanan darah mandiri di rumah.