A Randomized Trial of a 1-Hour Troponin T Protocol in Suspected Acute Coronary Syndrome: The Rapid Assessment of Possible Acute Coronary Syndrome in the Emergency Department with High Sensitivity Troponin T Study (RAPID-TnT)
Chew DP, Lambrakis K, Blyth A, et al. Circulation. 2019 Nov 5;140(19):1543-1556. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.119.042891. PMID: 31478763.
Abstrak
Latar belakang: Pemeriksaan troponin T sensitivitas tinggi memungkinkan diagnosis infark miokard lebih awal. Namun, manfaat dan kerugian pemeriksaan tersebut ketika diterapkan pada protokol di fasilitas kesehatan masih belum dievaluasi secara ilmiah melalui uji klinis pada pasien.
Studi ini merupakan studi multisenter yang bertujuan untuk mengevaluasi non-inferiority pemeriksaan troponin T sensitivitas tinggi (hs-cTnT) dalam 0/1 jam bila dibandingkan dengan hs-cTnT yang dilakukan dalam 0/3 jam pada pasien suspek sindrom koroner akut di unit gawat darurat (UGD).
Metode: Pasien diacak menjadi grup hs-cTnT 0/1 jam (angka minimal yang dilaporkan <5 ng/L) atau grup hs-cTnT 0/3 jam dengan nilai minimal hs-cTnT ≤29 ng/L. Luaran primer yang dievaluasi adalah kematian akibat semua penyebab dan infark miokard. Non-inferiority didefinisikan sebagai selisih margin 0,5% yang ditentukan berdasarkan regresi Poisson.
Hasil: Ada 3.378 subjek yang diacak pada bulan Agustus 2015 hingga bulan April 2019. Sebanyak 90 subjek dinyatakan tidak layak untuk mengikuti penelitian atau menolak berpartisipasi. Subjek sisanya mendapatkan pemeriksaan hs-cTnT 0/1 jam (n=1646) atau hs-cTnT 0/3 jam (n=1642) dan diikuti selama 30 hari.
Median usia subjek adalah 59 (49–70) tahun dan 47% adalah perempuan. Subjek grup hs-cTnT 0/1 jam memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk keluar UGD (rawat jalan) daripada grup hs-cTnT 0/3 (45,1% vs. 32,3%, p<0,001). Median waktu perawatan di UGD juga lebih singkat pada grup hs-cTnT 0/1 jam (4,6 jam vs. 5,6 jam, p<0,001).
Subjek grup 0/1 jam hs-cTnT juga memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menjalani pemeriksaan kardiologi (7,5% vs. 11,0%, p<0,001). Protokol hs-cTnT 0/1 jam tidak inferior bila dibandingkan dengan protokol standar (18/1.646 [1,1%] vs. 16/1.642 [1,0%]; incidence rate ratio, 1,06 [0,53-2,11], noninferiority p=0,001, superiority p value=0,774) walaupun peningkatan jejas miokard dijumpai pada kelompok 0/1 jam.
Pada pasien yang dirawat jalan, protokol hs-cTnT 0/1 jam memiliki negative predictive value 99,6% (95%IK, 99,0–99,9%) untuk kematian atau infark miokard dalam 30 hari.
Kesimpulan: Penggunaan hs-cTnT di UGD memungkinkan perawatan yang lebih cepat untuk pasien suspek sindrom koroner akut. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, dibutuhkan strategi manajemen yang optimal terutama pada pasien yang menjalani protokol baru.
Ulasan Alomedika
Pemeriksaan troponin T sensitivitas tinggi memungkinkan diagnosis infark miokard lebih cepat. Akan tetapi, kelebihan dan kekurangan pemeriksaan ini ketika diaplikasikan di fasilitas kesehatan masih belum dievaluasi oleh cukup banyak uji klinis.
Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi non-inferiority tes troponin T sensitivitas tinggi (hs-cTnT) dalam 0/1 jam terhadap hs-cTnT yang dilakukan dalam 0/3 jam pada pasien suspek sindrom koroner akut di unit gawat darurat (UGD).
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan uji klinis acak yang menilai non-inferiority. Luaran primer yang dianalisis adalah kematian atau infark miokard dalam 30 hari pada 4 rumah sakit di Australia. Subjek penelitian adalah pasien dengan presentasi klinis nyeri dada tipikal atau dugaan sindrom koroner akut, yang pada elektrokardiogram tidak menunjukkan kecenderungan diagnostik infark miokard.
Ulasan Hasil penelitian
Sebanyak 3.378 subjek diacak pada bulan Agustus 2015 hingga April 2019 dengan 49% di antaranya adalah perempuan, 28% memiliki riwayat penyakit arteri koroner, dan median usia 59 tahun. Angka drop-out adalah 0,02% (90 orang). Sebanyak 43% subjek datang <3 jam setelah onset nyeri dada dan sebanyak 77% subjek datang <12 jam setelah onset nyeri dada.
Pada grup hs-cTnT 0/1 jam, sebanyak 136/1.646 (8%) subjek termasuk dalam grup infark miokard, 308/1.646 (19%) termasuk dalam grup observasi lanjutan, 1.187/1.646 (72%) tidak termasuk dalam grup infark miokard, dan 15/1.646 (1%) tidak memiliki data cukup untuk triage. Sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infark miokard adalah 88,1% dan 94,7% dengan positive predictive value 38,2% (95%IK 30-47%).
Pada grup hs-cTnT 0/1 jam, angka rawat jalan lebih tinggi daripada grup standar (45% vs. 33%). Pada analisis length of stay (LOS) di UGD, ditemukan bahwa LOS lebih rendah pada grup hs-cTnT 0/1 jam daripada grup 0/3 jam (4,6 jam vs 5,6 jam; p<0,001).
Dari penelitian tersebut, 446/3.288 (13,6%) subjek kembali ke rumah sakit minimal satu kali dalam 30 hari pengamatan dan tidak ada perbedaan bermakna antara kedua grup. Kedatangan ulang dengan nyeri dada lebih banyak didapatkan pada grup hs-cTnT 0/1 jam daripada grup 0/3 jam (4,0% vs 2,7%). Ada peningkatan troponin pada kedua kelompok tetapi hal ini tidak bermakna secara statistik.
Analisis luaran primer berupa kematian akibat segala penyebab dan infark miokard menunjukkan bahwa protokol hs-cTnT 0/1 jam tidak inferior tetapi juga tidak superior terhadap protokol standar. Pada pasien yang dirawat jalan, protokol hs-cTnT 0/1 jam memiliki negative predictive value 99,6% (95%IK, 99,0-99,9%) untuk kematian atau infark miokard dalam 30 hari.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini memberikan bukti ilmiah yang baik mengenai pemeriksaan hs-cTnT yang dapat dievaluasi pada kasus nyeri dada yang diduga berkaitan dengan sindrom koroner akut. Penelitian ini menunjukkan non-inferiority pemeriksaan hs-cTnT dari onset nyeri dada, baik 0/1 jam maupun 0/3 jam, sehingga dapat digunakan untuk memberikan keputusan medis lebih akurat di UGD. Penerapan rule-out pathway berdasarkan hs-cTnT 0/1 jam memiliki nilai prediksi negatif yang baik dan profil keamanan yang baik.
Kekurangan Penelitian
Pada penelitian ini, kadar troponin hanya dilaporkan sebagai <29 ng/L bila negatif. Padahal, unstable angina sering dianggap sebagai kadar troponin >14 ng/L. Evaluasi semikualitatif ini dapat membingungkan. Selain itu, peningkatan troponin yang terjadi karena unstable angina tidak dievaluasi, sehingga klinisi tidak menentukan apakah nyeri yang dialami merupakan bagian infark miokard atau unstable angina.
Aplikasi Penelitian di Indonesia
Penelitian ini memberikan informasi yang baik mengenai peran troponin T sensitivitas tinggi dalam diagnosis kasus suspek sindrom koroner akut. Namun, implementasi di Indonesia membutuhkan penelitian tambahan tentang cost-benefit karena pemeriksaan tersebut masih belum terjangkau harganya.
Pada kasus nyeri dada tipikal yang disertai berbagai faktor risiko penyakit jantung koroner, pemeriksaan troponin T sensitivitas tinggi ini bisa digunakan sebagai bagian pathway nyeri dada untuk meyakinkan apakah ada jejas miokard atau tidak.