Sebelumnya, oseltamivir diberikan kepada pasien influenza yang berisiko tinggi dengan tujuan untuk mengurangi risiko rawat inap akibat komplikasi. Obat ini menghambat replikasi virus dengan cara menginhibisi enzim neuraminidase, sehingga diharapkan mampu mencegah progresivitas penyakit ke derajat lebih berat. Namun, studi-studi terbaru menunjukkan bahwa oseltamivir mungkin tidak efektif untuk mengurangi risiko rawat inap seperti yang diharapkan.[1,2]
Pasien influenza yang berisiko tinggi mengalami komplikasi adalah pasien dengan usia <5 tahun, usia >65 tahun, kondisi immunocompromised, penyakit komorbid jantung, atau penyakit komorbid paru. Influenza pada pasien-pasien ini berisiko menyebabkan pneumonia dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Pasien dengan penyakit paru kronis terutama berisiko tinggi membutuhkan perawatan di intensive care unit (ICU) dan membutuhkan ventilator bila terinfeksi virus influenza.[2,3]
Sekilas tentang Tata Laksana Influenza
Mayoritas kasus influenza pada pasien rawat jalan yang tidak mempunyai risiko tinggi hanya membutuhkan terapi suportif. Terapi suportif dapat berupa pemberian terapi simtomatik, nutrisi, dan cairan yang adekuat. Namun, pada pasien yang berisiko tinggi, beberapa pedoman klinis menyarankan penggunaan antivirus seperti oseltamivir atau zanamivir. Oseltamivir umumnya diberikan dalam 48 jam sejak onset gejala.[2,3]
Pada tahun 2017, WHO menurunkan grade oseltamivir dalam daftar obat esensialnya, yaitu dari suatu “core drugs” menjadi suatu “complimentary drugs”. Hal ini dikarenakan bukti-bukti yang ada tentang efektivitas oseltamivir masih tidak konsisten. Namun, klinisi masih sering memberikan oseltamivir secara empiris pada pasien yang berisiko dengan harapan dapat mengurangi risiko rawat inap.[2]
Studi tentang Pengaruh Oseltamivir terhadap Risiko Rawat Inap Akibat Influenza
Hasil studi-studi yang ada tentang pengaruh oseltamivir terhadap risiko rawat inap saat ini berbeda dengan hasil studi yang dahulu. Sebelumnya, beberapa studi melaporkan bahwa oseltamivir efektif untuk mengurangi durasi rawat inap. Namun, studi yang lebih baru menunjukkan hasil berbeda.
Studi yang Mendukung Efektivitas Oseltamivir untuk Mengurangi Risiko Rawat Inap
Sebelumnya, suatu studi kohort terhadap data 112.492 pasien influenza menyatakan bahwa pemberian oseltamivir secara dini (≤48 jam sejak onset) bisa mengurangi angka kunjungan ke klinik rawat jalan, angka rawat inap, dan angka fatalitas.[4]
Temuan tersebut juga didukung oleh meta analisis Shim, et al. Hasil meta analisis ini menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan plasebo, oseltamivir mengurangi angka rawat inap pada pasien influenza yang memiliki komorbid jantung dan paru hingga 52% (RR = 0,48; 95% CI = 0,28–0,80). Oseltamivir juga mengurangi komplikasi respirasi (RR = 0,72; 95% CI = 0,59–0,90). Akan tetapi, uji-uji klinis dalam meta analisis ini dinilai mempunyai risiko bias yang cukup tinggi atau risiko bias yang tidak jelas.[2]
Studi yang Tidak Mendukung Efektivitas Oseltamivir untuk Mengurangi Risiko Rawat Inap
Studi Li, et al. terhadap 689 pasien dengan influenza-like illness membandingkan pasien dalam grup yang diberikan oseltamivir dan pasien dalam grup yang diberikan terapi suportif. Hasil studi ini menunjukkan bahwa oseltamivir mungkin bisa mengurangi angka kunjungan ke klinik tetapi tidak bisa mengurangi frekuensi rawat inap.[5]
Suatu meta analisis terbaru oleh Hanula, et al. yang mempelajari 15 uji klinis dengan total 6.295 pasien juga menunjukkan hasil yang sejalan dengan studi Li, et al. Secara umum, oseltamivir dilaporkan tidak bisa mengurangi risiko rawat inap bila dibandingkan dengan plasebo ataupun terapi standar.[1]
Menurut meta analisis Hanula, et al. tersebut, oseltamivir juga tidak mengurangi risiko rawat inap secara bermakna pada populasi yang berusia ≥65 tahun (RR 0,99; 95% CI 0,19–5,13) maupun populasi berisiko tinggi (RR 0,90; 95% CI 0,37–2,17). Menurut hasil analisis ini, penggunaan oseltamivir untuk mengurangi risiko rawat inap masih perlu dijustifikasi oleh uji klinis berskala besar terhadap populasi berisiko. Apalagi, pemberian oseltamivir dikaitkan dengan peningkatan efek samping gastrointestinal seperti mual dan muntah.[1]
Kesimpulan
Infeksi virus influenza pada pasien yang berisiko tinggi dapat menyebabkan komplikasi seperti pneumonia dan ARDS. Oleh karena itu, oseltamivir sering diberikan oleh klinisi kepada pasien influenza yang berisiko tinggi dengan harapan dapat mengurangi risiko rawat inap.[1-3]
Namun, bukti-bukti yang ada tentang efektivitas oseltamivir untuk mengurangi risiko rawat inap pada pasien influenza sudah berubah seiring waktu. Uji klinis dan meta analisis di masa lalu menunjukkan bahwa oseltamivir mengurangi angka rawat inap dan angka komplikasi respirasi. Akan tetapi, studi-studi tersebut mempunyai risiko bias yang tinggi dan telah digantikan oleh hasil studi yang lebih baru.[1-3]
Menurut hasil studi yang lebih baru, oseltamivir tidak mengurangi risiko rawat inap bila dibandingkan dengan plasebo. Perubahan hasil ini mungkin terjadi karena studi yang disponsori produsen di masa lalu mengukur infeksi virus dengan metode berbeda, yakni dengan mendeteksi ada tidaknya peningkatan antibodi influenza hingga 4 kali lipat.[1]
Oseltamivir diketahui dapat mengurangi serokonversi, sehingga patokan antibodi 4 kali lipat tersebut bisa menyebabkan pasien dalam grup studi oseltamivir yang dirawat inap diklasifikasikan secara tidak akurat sebagai kasus “tidak terinfeksi.” Selain itu, resistansi terhadap oseltamivir dilaporkan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini mungkin menjelaskan kurangnya efektivitas oseltamivir untuk memperbaiki luaran klinis pasien influenza saat ini.[1]
Uji klinis berskala lebih besar terhadap pasien influenza berisiko tinggi masih diperlukan untuk menjustifikasi pemberian oseltamivir pada populasi tersebut.