Angiotensin receptor-neprilysin inhibitor (ARNI), seperti sacubitril/valsartan, merupakan agen terapi baru dalam penatalaksanaan gagal jantung. ARNI mengombinasikan neprilysin inhibitor dengan angiotensin II receptor blockers (ARB), yang diharapkan dapat memaksimalkan strategi tata laksana gagal jantung dengan meningkatkan kadar natriuretik peptida sambil menghambat efek dari angiotensin II. Kemungkinan bahwa sacubitril/valsartan yang merupakan golongan pertama ARNI lebih superior dibandingkan enalapril dalam meningkatkan luaran angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan HFrEF (heart failure with reduced ejection fraction) telah ditunjukkan pada penelitian PARADIGM-HF yang merupakan penelitian terkini dengan populasi pasien gagal jantung terbesar.[1]
Gagal jantung merupakan sindrom yang mempengaruhi sekitar 26 juta orang di seluruh dunia. Meskipun pendekatan manajemen telah menggunakan GDMT (guideline-directed medical therapy) yang meliputi ACE inhibitor (ACEI) atau ARB bersama dengan beta-blocker (BB) dan mineralocorticoid receptor blocker (MRA), angka morbiditas dan mortalitas gagal jantung masih tetap tinggi.[2]
Secara tradisional, gagal jantung dapat dibagi menjadi fenotipe yang berbeda–beda berdasarkan pengukuran dari fraksi ejeksi ventrikel kiri (Tabel 1).[3]
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung
HFrEF | HFmrEF | HFpEF |
Tanda dan gejala gagal jantung | Tanda dan gejala gagal jantung | Tanda dan gejala gagal jantung |
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% | Fraksi ejeksi ventrikel kiri 41-49% | Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥50% |
Bukti objektif adanya abnormalitas struktural atau fungsional jantung yang konsisten dengan disfungsi diastolik atau peningkatan filling pressure ventrikel kiri, termasuk peningkatan kadar natriuretik peptida. |
Catatan:
-
HFrEF: heart failure with reduced ejection fraction
-
HFmrEF: heart failure with midrange ejection fraction
-
HFpEF: heart failure with preserved ejection fraction[3]
Patofisiologi Gagal Jantung dan Peran Natriuretik Peptide
Patofisiologi gagal jantung meliputi perubahan struktural dan fungsional dari otot jantung, serta aktivasi renin-angiotensin aldosterone system (RAAS). Stimulasi RAAS pada awalnya membantu menjaga tekanan darah dan kontraktilitas jantung, tetapi dalam jangka panjang menjadi kontraproduktif dan menyebabkan perburukan dari gagal jantung dengan adanya retensi cairan.[4]
RAAS dan sistem saraf simpatik (SNS) teraktivasi di awal perjalanan penyakit sebagai respon dari cedera miokardium atau peningkatan beban pada jantung. Seiring kondisi gagal jantung berlanjut, aktivasi neurohormonal meningkat dan kadar molekul–molekul yang mempengaruhi RAAS dan SNS meningkat secara progresif. Efek angiotensin II, aldosteron dan katekolamin menyebabkan vasokontriksi dan retensi cairan. Selain itu, juga menstimulasi remodeling jantung yang maladaptif yang ditandai dengan peningkatan volume ruang jantung, massa otot jantung, dan fibrosis interstitial.[1,5]
Selain aktivasi RAAS dan SNS, sistem lain yang memediasi proses patologis pada gagal jantung juga ikut aktif. Sistem tersebut meliputi molekul–molekul seperti natriuretik peptida, prostaglandin, bradikinin, adrenomedullin, dan apelin yang memicu vasodilatasi, dieresis, serta memiliki sifat antifibrotik dan anti-remodeling. Sistem natriuretik peptida melawan efek merugikan dari peningkatan regulasi RAAS, menghambat sekresi dari vasopresin arginin, dan memodulasi sistem saraf autonom yang menimbulkan efek menguntungkan pada gagal jantung. Peningkatan preload dan afterload ventrikel dan peningkatan tekanan dinding jantung karena RAAS dan SNS menimbulkan produksi pre pro B-type natriuretic peptide (BNP) yang akan dipecah menjadi BNP dan N-terminal proBNP (NT-proBNP).[5,6]
Dua strategi telah berusaha dikembangkan untuk memperbaiki luaran dari gagal jantung dengan memodulasi jalur natriuretik peptida tersebut. Yang pertama adalah melakukan penambahan natriuretik peptida eksogen. Yang kedua adalah mencegah pemecahan dari natriuretik peptida dengan neprilisin. Neprilisin ditemukan pada berbagai jaringan tapi terutama terdapat dalam konsentrasi tinggi di ginjal. Natriuretik peptida juga diekskresikan melalui natriuretic peptide clearance receptor (NPRC).[6]
Angiotensin Receptor Neprilysin Inhibitor (ARNI)
Karena neprilysin memecah angiotensin II, penghambatan neprilysin akan menghasilkan akumulasi angiotensin II. Oleh karenanya, inhibitor neprilysin tidak dapat digunakan secara tunggal. Neprilysin perlu dikombinasikan dengan angiotensin II receptor blockers (ARB) untuk memblokade efek kelebihan angiotensin II.[4,6]
Pada awalnya, uji klinis tentang kombinasi ACEI dan neprilysin inhibitor, omapatrilat, dibandingkan dengan enalapril 10 mg dilakukan pada penelitian OVERTURE. Uji klinis ini menemukan bahwa tingkat kematian dan angka perawatan di rumah sakit akibat gagal jantung tidak menurun dengan omapatrilat, sedangkan risiko angioedema jauh lebih tinggi pada grup omapatrilat akibat potensiasi berlebih dari bradikinin.[6]
Kombinasi ARB dan neprilysin inhibitor (ARNI) menjadi langkah lanjutan dan solusi potensial untuk masalah yang ditemukan pada omapatrilat. ARNI sacubitril/valsartan (yang awalnya dikenal dengan LCZ696) didesain dengan tujuan untuk memblokade efek samping dari RAAS dan menurunkan potensiasi bradikinin. LCZ696 dibuat dari ARB valsartan dan neprilysin inhibitor prodrug sacubitril. Karena metabolit aktif dari sacubitril, sacubitrilat (LBQ657) tidak menghambat aminopeptidase P, maka risiko angioedema diharapkan lebih rendah dibandingkan omapatrilat.[1,6]
Sacubitril/valsartan dikonsumsi 2 kali sehari yang menyebabkan inhibisi berlanjut dari neprilysin dan RAAS selama 24 jam. Dosis sacubitril/valsartan adalah 49/51 mg (100 mg LCZ696) yang dikonsumsi 2 kali sehari secara oral. Dosis dapat ditingkatkan secara berkala hingga target dosis 97/103 mg (200 mg LCZ696) 2 kali sehari.[4,7]
Penggunaan Angiotensin Receptor Neprilysin Inhibitor (ARNI) pada Gagal Jantung
Pada penelitian PARADIGM-HF (Prospective comparison of ARNI with ACEI to determine impact on global mortality and morbidity in heart failure) yang merupakan uji klinis acak terkontrol buta ganda, efek sinergis dari inihibisi RAAS dan neprilysin (sacubitril/valsartan) ditemukan secara signifikan menurunkan kematian akibat kejadian kardiovaskular ataupun sebab lainnya pada HFrEF. PARADIGM-HF merupakan salah satu penelitian klinis terbesar pada gagal jantung (N=8442) dan merupakan penelitian fase 3 yang mendukung FDA menyetujui penggunaan sacubitril/valsartan.[8]
Angiotensin Receptor Neprilysin Inhibitor (ARNI) pada HFrEF (Heart Failure With Reduced Ejection Fraction)
Pada PARADIGM-HF, 8442 pasien dengan gagal jantung kelas II, III, IV dan ejeksi fraksi kurang dari 40 % secara acak memperoleh terapi LCZ696 pada dosis 97/103 mg (200 mg) 2 kali sehari (N=4187) atau enalapril pada dosis 10 mg 2 kali sehari (N=4212) selain rekomendasi terapi lainnya. Setelah diamati selama 27 bulan, penelitian dihentikan karena keunggulan signifikan LCZ969 dibandingkan enalapril. Obat LCZ969 terbukti superior dibandingkan enalapril dilihat dari keperluan rawat inap karena gagal jantung (21,8% vs 26,5%) dan perbedaan tingkat kematian akibat kejadian kardiovaskular (13,3% vs 16,5%).[4]
Angiotensin Receptor Neprilysin Inhibitor (ARNI) pada ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)
Apabila penelitian PARADIGM-HF menunjukkan superioritas sacubitril/valsartan pada gagal jantung kronis, terdapat juga data penggunaan ARNI pada acute decompensated heart failure (ADHF). Penelitian PIONEER-HF mengacak 881 pasien dengan HFrEF yang dirawat dengan ADHF. Partisipan mendapatkan sacubitril/valsartan (N=440) atau enalapril (N=441). Dosis sacubitril/valsartan yang diberikan adalah 24/26 mg atau 49/51 mg; dan untuk enalapril 2,5 mg atau 5 mg. Terapi diberikan 2 kali sehari dan dititrasi hingga dosis maksimal sacubitril/valsartan 97/103 mg 2 kali sehari dan enalapril 10 mg 2 kali sehari. Delapan minggu setelah pulang, grup sacubitril/valsartan ditemukan mengalami penurunan 29% lebih banyak kadar NT-proBNP dan angka kematian akibat kardiovaskular atau perawatan rumah sakit berulang akibat gagal jantung 42% lebih rendah.[4,9-11]
Angiotensin Receptor Neprilysin Inhibitor (ARNI) pada HFpEF (Heart Failure With Preserved Ejection Fraction)
Terdapat pula data tentang sacubitril/valsartan pada heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF). Pada penelitian PARAMOUNT, 301 pasien dengan HFpEF diacak untuk mendapatkan valsartan atau sacubitril/valsartan. Hasil PARAMOUNT menunjukkan kadar NT-proBNP secara signifikan lebih rendah pada grup ARNI dibandingkan grup valsartan saja. Terdapat 7% reduksi dari volume atrium kiri dan 9 % perbaikan kelas NYHA.[4,6]
Sedangkan penelitian PARAGON HF menilai luaran klinis perawatan berulang di rumah sakit akibat gagal jantung dan kematian akibat kardiovaskular pada pasien dengan HFpEF. Pada penelitian ini 4822 pasien dengan HFpEF diacak untuk mendapat sacubitril/valsartan (N=2407) dan valsartan saja (N=2389). Hasil studi gagal menunjukkan perbedaan luaran klinis antara kedua grup.[4,6]
Inisiasi dan Titrasi Angiotensin Receptor Neprilysin Inhibitor (ARNI) pada Gagal Jantung
Panduan gagal jantung dari European Society of Cardiology (ESC) tahun 2021 menegaskan bahwa triad ACEI atau ARNI, beta blocker, dan mineralocorticoid receptor blocker (MRA) direkomendasikan sebagai terapi utama pada pasien HFrEF kecuali kontraindikasi atau tidak dapat ditoleransi. Obat–obat tersebut harus dititrasi hingga dosis maksimal yang dapat ditoleransi. ESC juga merekomendasikan penggunaan ARNI sebagai pengganti ACEI pada pasien sesuai yang masih tetap simptomatik dengan terapi kombinasi ACEI, beta blocker, dan MRA.[3]
Ketika menginisiasi sacubitril/valsartan, ACEI dan ARB harus dihentikan. Pasien yang sebelumnya mendapat terapi ACEI harus menjalani periode washout 36 jam sebelum menginisiasi ARNI untuk mencegah angioedema. Hal ini tidak diperlukan ketika mengganti ARB ke ARNI.
Tekanan darah sistolik dipastikan > 100 mmHg, kadar kalium < 5,5 mmol, dan laju filtrasi glomerulus (eGFR) harus > 30 ml/menit/1,73 m2 sebelum inisiasi ARNI. Bila di bawah nilai tersebut, maka inisiasi ARNI harus dengan pengawasan ketat.
ARNI tidak direkomendasikan pada pasien dengan gagal ginjal tingkat akhir dan pasien dengan hemodialisis. Kontraindikasi lain dari ARNI dan kondisi dimana memerlukan pengawasan ketat dapat dilihat pada tabel 2.[3,12]
Tabel 2. Kontraindikasi dan Kondisi Inisiasi ARNI Memerlukan Pengawasan Ketat
Kontraindikasi |
Riwayat Angioedema Bilateral renal arteri stenosis Hamil atau risiko hamil dan periode menyusui Riwayat reaksi alergi sebelumnya pada ARNI eGFR < 30 ml/menit/1,73 m2 Gejala hipotensi atau tekanan darah sistolik < 90 mmHg |
Memerlukan Pengawasan |
Periode washout setidaknya 36 jam setelah terapi ACEI diperlukan untuk meminimalisir risiko angioedema Hiperkalemia signifikan (> 5,0 mmol/l) |
Ketika melakukan monitoring pada pasien yang baru diterapi dengan ARNI, penting untuk mengukur tekanan darah secara reguler dan menilai ulang indikasi untuk terapi pendukung untuk menurunkan tekanan darah lainnya (seperti diuretik atau antihipertensi lain). Sacubitril/valsartan yang merupakan obat ARNI pertama dimulai dengan dosis awal 49/51 mg 2 kali sehari dengan target dosis 97/103 mg 2 kali sehari. Adapun langkah–langkah inisiasi dan titrasi ARNI:
- Cek fungsi ginjal dan elektrolit
- Mulai dengan dosis rendah (49/51 mg) 2 kali sehari
- Pada pasien tertentu, dapat dipertimbangkan dosis lebih rendah (24/26 mg 2 kali sehari) seperti pada pasien dengan tekanan darah sistolik 100-110 mmHg, belum pernah konsumsi ACEI atau ARB sebelumnya, eGFR 30-60 ml/menit/1,73 m2
- Dosis dinaikkan 2 kali lipat pada interval minimal 2 minggu untuk memantau toleransi
- Terapi ditujukan hingga mencapai dosis target atau pada dosis tertinggi yang ditoleransi pasien
- Periksa ulang kimia darah (Urea, kreatinin, kalium) 1-2 minggu setelah inisiasi dan 1-2 minggu setelah titrasi dosis final
- Monitor kimia darah 4 bulan setelahnya[12,13]
Kesimpulan
ARNI (angiotensin receptor-neprilysin inhibitor) merupakan agen terapi yang mengkombinasikan neprilysin inhibitor dengan angiotensin II receptor blockers (ARB). ARNI diharapkan mampu memaksimalkan strategi meningkatkan kadar natriuretik peptida sambil menghambat efek dari angiotensin II pada pasien gagal jantung. Bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa ARNI efektif untuk terapi gagal jantung, dapat menurunkan keperluan rawat inap, dan mortalitas.
ARNI terutama direkomendasikan pada pasien HFrEF (heart failure with reduced ejection fraction) dengan ejeksi fraksi < 40% tanpa kontraindikasi. ARNI dimulai dengan dosis rendah (49/51 mg) 2 kali sehari. Pada pasien tertentu, dapat dipertimbangkan dosis lebih rendah (24/26 mg dua kali sehari) seperti pada pasien dengan tekanan darah sistolik 100-110 mmHg atau eGFR 30-60 ml/menit/1,73 m2. Dosis dititrasi hingga dosis target atau yang maksimal dapat ditoleransi pasien.