Pendahuluan Urtikaria
Urtikaria ditandai oleh peninggian kulit yang berupa papul atau plakat eritematosa dengan batas jelas dan ukuran beragam, yang dapat disertai dengan angioedema dan gatal. Urtikaria dapat disebabkan oleh alergi, misalnya akibat makanan, maupun penyebab nonalergik seperti paparan panas atau dingin.
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang umum ditemukan pada anak-anak dan dewasa. Urtikaria harus dapat dibedakan dengan kondisi lain yang menyerupai seperti reaksi anafilaksis, autoinflammatory syndromes, vasculitis urticarial, atau bradykinin-mediated angioedema termasuk hereditary angioedema (HAE).[1,2]
Berdasarkan durasinya, urtikaria dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu urtikaria akut dan kronik. Klasifikasi ini didasarkan pada onset penyakitnya, yaitu disebut akut bila episode urtikaria kurang dari 6 minggu dan disebut kronik bila episode urtikaria rekuren lebih dari 6 minggu. Urtikaria juga dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi atau faktor pencetusnya.[3,4]
Etiologi urtikaria umumnya idiopatik pada lebih dari 60% kasus. Etiologi lain yang dapat memicu urtikaria antara lain stres, infeksi, obat-obatan, dan makanan. Pada anak-anak, etiologi urtikaria yang paling sering ditemukan adalah infeksi pada saluran pernapasan, terutama saat musim hujan. Sedangkan, pada dewasa, etiologi obat-obatan yang paling umum ditemukan dalam mencetuskan urtikaria.[1,5]
Lesi urtikaria ditandai dengan adanya gambaran eritematosa, berbentuk ireguler, dengan peninggian, yang disertai rasa gatal. Pada urtikaria akut, umumnya tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut dan akan membaik dengan sendirinya. Namun, apabila tanda dan gejala urtikaria bersifat kronik, maka pemeriksaan lebih lanjut disarankan untuk mencari etiologi pencetus urtikaria. Beberapa pemeriksaan penunjang yang mungkin diperlukan adalah skin test dan biopsi kulit.[1,6]
Tata laksana utama pada urtikaria adalah identifikasi dan eliminasi faktor pencetus urtikaria. Terapi medikasi pada urtikaria umumnya hanya bersifat simtomatik. Antihistamin H1 reseptor antagonis, seperti loratadine dan cetirizine, merupakan terapi medikamentosa lini pertama untuk menurunkan gejala pasien urtikaria. Pada pasien urtikaria yang tidak membaik dengan antihistamin H1 reseptor antagonis, dapat diberikan terapi alternatif seperti kortikosteroid. Selain secara simtomatik, etiologi pencetus urtikaria juga harus ditangani secara cepat untuk mencegah terjadinya urtikaria lebih lanjut.[6,7]
Prognosis urtikaria akut umumnya baik dan bisa hilang dalam 24 jam. Namun, pada beberapa kondisi urtikaria dapat menjadi penyerta dari syok anafilaksis sehingga dapat terjadi komplikasi yang mengancam jiwa, berupa edema laring.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Audric Albertus