Pendahuluan Vitiligo
Vitiligo adalah gangguan depigmentasi kulit yang disebabkan oleh hilangnya melanosit dan diduga berkaitan dengan autoimun. Pasien biasanya datang dengan keluhan bercak putih tanpa skuama pada kulit. Lesi depigmentasi dapat ditemukan pada kulit, mukosa, dan rambut.[1-4]
Vitiligo dapat terjadi pada semua ras dengan prevalensi sekitar 0,5–2% dari populasi di seluruh dunia. Vitiligo dapat mengenai laki-laki dan perempuan, tetapi pasien perempuan lebih sering datang untuk konsultasi medis daripada pasien laki-laki.[1,2]
Penyebab pasti vitiligo masih belum dipahami dengan baik. Namun, beberapa mekanisme diperkirakan berperan pada penyakit, seperti genetik, autoimun, biokimia, stress oksidatif, saraf, dan viral. Beberapa faktor dinilai dapat meningkatkan risiko terjadinya vitiligo, antara lain riwayat keluarga yang menderita vitiligo, riwayat penyakit autoimun lain, paparan sinar matahari, trauma kulit, kehamilan, dan stres emosional.[1,2,5,6]
Diagnosis vitiligo secara umum dapat ditegakkan melalui anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik yang khas. Lampu Wood dan dermoskopi dapat digunakan untuk membantu diagnosis pada pasien dengan warna kulit terang. Pemeriksaan penunjang biasanya tidak diperlukan, kecuali ada kecurigaan pada etiologi dasar berupa penyakit autoimun dan endokrin, seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid, dan Addison disease.[1,2]
Pilihan penatalaksanaan vitiligo tergantung pada beberapa faktor, antara lain tipe penyakit, luas dan distribusi lesi, usia, serta warna kulit. Penatalaksanaan vitiligo terdiri dari kortikosteroid topikal dan sistemik, calcineurin inhibitor, fototerapi, depigmentasi, dan pembedahan.
Wajah, leher, badan, dan pertengahan ekstremitas biasanya menunjukkan respons terbaik terhadap terapi, sedangkan bibir dan ekstremitas distal lebih resisten. Pengobatan rutin selama minimal 2-3 bulan diperlukan untuk menentukan keberhasilan terapi.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja