Pendahuluan Divertikulitis
Divertikulitis merupakan inflamasi pada divertikula, suatu kantong kecil yang umumnya ditemukan pada dinding kolon yang terbentuk akibat perforasi mikro pada kolon. Divertikulitis umum ditemukan pada 10-25% kasus pasien dengan divertikulosis (keadaan dimana terbentuk divertikula pada traktus digestivus).[1,2]
Pola diet memegang peran penting dalam terjadinya divertikulosis dan divertikulitis. Diet rendah serat, tinggi lemak, dan konsumsi daging merah meningkatkan risiko divertikulosis hingga kemungkinan terjadi divertikulitis. Beberapa faktor risiko lain yang diketahui meningkatkan risiko terjadinya divertikulitis adalah obesitas, merokok, serta konsumsi obat seperti steroid dan opiat.[1]
Manifestasi klinis divertikulitis akut paling sering adalah nyeri perut bawah yang terasa seperti kram, disertai demam, mual, dan gangguan defekasi. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan nyeri tekan abdomen, defans muskular, dan bising usus berkurang jika telah terjadi perforasi dinding usus.[2]
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya leukositosis. Diagnosis divertikulitis dikonfirmasi dengan kolonoskopi atau rontgen dengan barium enema. Meski begitu, pemeriksaan ini harus dilakukan setelah tidak terjadi peradangan. Jika pasien datang dengan nyeri abdomen yang sangat hebat, maka pilihan pemeriksaan penunjang adalah CT scan abdomen untuk menghindari risiko perforasi dinding usus.[3]
Tata laksana awal pada kasus divertikulitis akut non-komplikata adalah antibiotik oral atau intravena, kontrol nyeri, hidrasi, dan batasi makanan per oral. Antibiotik oral yang dapat diberikan adalah ciprofloxacin dan metronidazole, diberikan selama 7-10 hari.[2]
Pada beberapa kasus, mungkin diperlukan terapi pembedahan untuk menghentikan perdarahan persisten dan untuk membuang bagian usus dengan divertikulitis (kolektomi). Pada kasus divertikulum besar dengan risiko infeksi dan perforasi, terapi pembedahan lebih direkomendasikan.[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita