Penatalaksanaan Sepsis
Penatalaksanaan sepsis dilakukan dengan mengamankan jalan napas jika diindikasikan, mengoreksi hipoksemia, menetapkan akses vena untuk pemberian cairan segera, serta pemberian antibiotik.[4,5]
Manajemen Awal
Tujuan awal pengobatan adalah untuk mempertahankan jalan napas dan memberikan resusitasi cairan yang adekuat. Pada pasien dengan gangguan hemodinamik atau pernapasan, patensi jalan napas dan bantuan pernapasan seperti pemberian oksigen supplemental merupakan prioritas utama.[4,15]
Manajemen Ventilasi
Oksigen tambahan harus diberikan kepada semua pasien dengan sepsis yang memiliki indikasi oksigenasi, kemudian dilakukan pemantauan kontinyu. Belum ada konsensus terkait nilai target ideal untuk saturasi perifer, namun umumnya ditargetkan antara 90 dan 96%. Pada beberapa pasien, mungkin diperlukan intubasi dan ventilasi mekanis untuk mendukung peningkatan kerja pernapasan atau untuk patensi jalan napas terkait penurunan tingkat kesadaran.
Pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS), strategi pemberian oksigenasi yang disarankan adalah dengan volume tidal rendah (6 ml/kg). Selain itu, disarankan juga untuk melakukan prone ventilation lebih dari 12 jam sehari.[4]
Manajemen Hemodinamik
Akses vena harus dipasang secepat mungkin pada pasien dengan dugaan sepsis. Jika pasien direncanakan akan dipasang akses vena sentral, pemasangan tersebut tidak boleh menunda pemberian resusitasi cairan dan antibiotik.
Kateter vena sentral dapat digunakan untuk memasukkan cairan intravena, obat-obatan seperti vasopresor, dan produk darah. Akses vena juga dapat dimanfaatkan untuk mengambil darah untuk pemeriksaan laboratorium. Akses sentral juga dapat digunakan untuk memantau respon terapeutik dengan mengukur tekanan vena sentral dan saturasi oksihemoglobin vena sentral (ScvO2).
Jenis cairan yang dipilih adalah kristaloid dengan dosis 30 ml/kg. Solusio balans lebih dipilih dibandingkan cairan normal salin. Cairan harus diberikan dalam 1 jam setelah pasien datang dan sudah habis dalam 3 jam.
Pada pasien yang sudah menerima volume besar kristaloid, dapat diberikan albumin. Koloid dengan gelatin atau starch tidak disarankan untuk digunakan dalam resusitasi.[4]
Terapi Vasopresor
Bantuan vasopressor direkomendasikan apabila resusitasi cairan gagal untuk mengembalikan perfusi organ. Pada pasien syok sepsis dengan penggunaan vasopressor, target MAP yang harus dicapai menurut rekomendasi yaitu >65 mmHg.
Vasopresor yang direkomendasikan adalah norepinefrin sebagai lini pertama. Alternatif lain adalah dopamin, vasopresin, epinefrin, selepressin, dan angiotensin II. Dosis norepinefrin yang digunakan yaitu 0,05 hingga 3 µg/kg/menit. Dosis dopamin yang digunakan yaitu 2 hingga 20 µg/kg/menit.
Jika pasien mengalami syok sepsis dan disfungsi jantung dengan hipoperfusi persisten meskipun telah diberikan cairan dan tekanan darah arteri memadai, obat inotropik dobutamin dapat ditambahkan pada norepinefrin. Penggunaan levosimendan tidak dianjurkan.[4,15]
Terapi Antibiotik
Pada pasien dengan kemungkinan sepsis disertai syok, penilaian mengenai kemungkinan ke arah infeksi atau non infeksi harus dilakukan dengan cepat. Apabila kemungkinan besar dicurigai ke arah infeksi, pemberian antibiotik harus dilakukan dengan segera dalam 1 jam setelah diagnosis awal.
Apabila pasien memiliki risiko infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), antibiotik empiris yang direkomendasikan adalah antibiotik dengan cakupan terhadap MRSA. Tetapi bila risiko infeksi MRSA dianggap kecil, maka antibiotik tidak perlu memiliki cakupan terhadap MRSA.
Pengukuran prokalsitonin dapat dilakukan untuk memperpendek durasi pemberian antibiotik. Pengukuran prokalsitonin dapat dilakukan di hari ke-3, 5, dan 7 pemberian antibiotik. Prokalsitonin tidak terdeteksi pada kondisi sehat, tetapi meningkat secara cepat sebagai respon stimulus inflamasi, terutama infeksi bakteri.[4]
Tabel 1. Contoh Pilihan Antibiotik Empiris untuk Sepsis
Sumber Infeksi | Penyebab Sepsis | Rekomendasi antibiotik | Contoh Antibiotik |
Respirasi | Pneumonia komuniti | B-Lactam
| Ceftriaxone, cefotaxime, ampicillin/sulbactam |
Kombinasi dengan: | Azythromycin | ||
Floroquinolon | Levofloxacin, moxifloxacin | ||
Pneumonia nosokomial | Antipseudomonal β-lactam | Piperacillin/tazobactam, cefepime, meropenem, imipenem, doripenem | |
Kombinasi dengan: | Aminoglikosida | gentamicin, tobramycin, amikacin | |
Antipseudomonal Floroquinolon | Levofloxacin, ciprofloxacin | ||
Intraabdomen atau intrapelvik | Antibiotik monoterapi | Ampicillin/sulbactam, meropenem, imipenem, piperacillin/tazobactam | |
Terapi Kombinasi | Clindamycin atau Metronidazole, disertai dengan aztreonam, levofloxacin, atau aminoglikosida | ||
Sepsis dari catheter-related bloodstream infection (CRBSI) | Vancomycin atau daptomycin | ||
PLUS Antipseudomonal β-lactam | Piperacillin/tazobactam, cefepime, meropenem, imipenem, doripenem | ||
PLUS Aminoglikosida | Gentamicin, tobramycin, amikacin | ||
Disertai risiko infeksi jamur | PLUS Fluconazole atau echinocandin | Caspofungin, micafungin, anidulafungin | |
Sumber infeksi tidak diketahui | Monoterapi: | Meropenem, imipenem, piperacillin/tazobactam | |
Terapi Kombinasi: | Metronidazole + Aztreonam atau cefepime |
Sumber: dr. Pepi Nurapipah, Alomedika, 2022.[4,21]
Manajemen Lanjutan
Terdapat beberapa manajemen pada pasien sepsis untuk membantu memperbaiki gejala klinis dan meningkatkan angka kesembuhan.
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid pada sepsis masih menuai kontroversi. Pada pedoman Surviving Sepsis Campaign 2021, kortikosteroid disarankan diberikan pada pasien syok sepsis dengan kebutuhan berkelanjutan terhadap terapi vasopresor. Kortikosteroid yang digunakan adalah hydrocortisone intravena dengan dosis 200 mg/hari, yang diberikan secara intravena 50 mg setiap 6 jam atau sebagai infus kontinu.[4]
Profilaksis Deep Vein Thrombosis (DVT)
Pasien kondisi kritis memiliki risiko tinggi mengalami deep vein thrombosis (DVT) dan emboli paru. Pada pasien dewasa dengan sepsis atau syok sepsis, direkomendasikan penggunaan profilaksis DVT apabila tidak terdapat kontraindikasi. Penggunaan low molecular weight heparin (LMWH) lebih direkomendasikan dibandingkan penggunaan unfractionated heparin (UFH).[4]
Kontrol Gula Darah
Insulin intravena diberikan apabila pasien mengalami hiperglikemia reaktif. Pada pasien dewasa dengan sepsis dan syok sepsis, apabila gula darah sewaktu ≥ 180mg/dL, diberikan insulin dengan target gula darah 144-188 mg/dL.[4,20]
Nutrisi
Pemberian nutrisi secara enteral (per oral) lebih disarankan dibandingkan puasa atau pemberian glukosa secara intravena pada pasien sepsis atau syok sepsis yang bisa makan. Apabila kalori yang diberikan dalam jumlah rendah, maka pemberian makan harus lebih sering. Pada pasien yang terpasang selang nasogastrik (NGT), pemantauan residu gaster secara rutin harus dilakukan.[4,21]
Kontrol Sumber Infeksi
Kontrol sumber infeksi merupakan tindakan fisik untuk mengatasi fokus infeksi dan menghilangkan atau mengobati proliferasi dan infeksi mikroba. Kontrol sumber infeksi penting dilakukan karena fokus infeksi yang tidak terdrainase bisa tidak berespon terhadap terapi antibiotik.
Contoh tindakan kontrol infeksi adalah melepaskan perangkat akses vaskular yang berpotensi terinfeksi segera setelah mendapat akses vaskular lainnya. Contoh lain adalah melepas implan yang terinfeksi, drainase abses, nefrostomi perkutan, debridemen, dan kolesistostomi.
Kontrol sumber infeksi sebaiknya dilakukan dalam 6 hingga 12 jam setelah diagnosis. Selain itu, keputusan tentang jenis dan waktu kontrol sumber infeksi perlu mempertimbangkan potensi risiko dari intervensi yang akan dilakukan, potensi komplikasi, dan kemungkinan keberhasilan.[4]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha