Diagnosis Atrial Fibrilasi
Diagnosis atrial fibrilasi perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan palpitasi, nyeri dada, kepala terasa ringan, dan sesak napas. Diagnosis atrial fibrilasi dikonfirmasi dengan temuan EKG yang menunjukkan gambaran irregularly irregular dengan kompleks takikardia yang sempit. Atrial fibrilasi dapat diklasifikasikan menjadi atrial fibrilasi paroksismal, atrial fibrilasi persisten, dan atrial fibrilasi permanen.[4,14]
Anamnesis
Pasien dengan atrial fibrilasi bisa memiliki gejala yang ringan bahkan tidak menunjukkan gejala. Pasien atrial fibrilasi juga bisa datang dengan keluhan gagal jantung, infark miokard, stroke, atau gangguan hemodinamik.[1,4]
Pada anamnesis, sangat penting untuk mengetahui berat-ringan gejala yang dialami, berapa lama gejala dialami, onset gejala, identifikasi faktor risiko, komorbiditas, dan riwayat penyakit jantung yang sudah dimiliki sebelumnya. Pada saat anamnesis dokter perlu membedakan etiologi atrial fibrilasi, apakah disebabkan oleh kardiak atau nonkardiak.[4,5]
Gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien adalah adanya rasa lelah (fatigue), palpitasi, nyeri dada, pingsan, kepala pusing (dizziness), dyspnea, atau ortopnea, serta cepat merasa lelah ketika melakukan aktivitas berat. Lakukan penilaian faktor-faktor presipitasi, seperti aktivitas, alkohol, rokok, dan konsumsi kafein.
Selain itu, identifikasi komorbiditas seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertiroid, dan penyakit katup jantung. Obat-obatan tertentu seperti stimulan, metamfetamin, dan kokain juga telah terbukti berkaitan dengan terjadinya atrial fibrilasi.[1,4]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperiksa tekanan darah, kecepatan nafas, laju nadi, dan saturasi oksigen untuk menilai stabilitas hemodinamik. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya denyut nadi 110-140 kali/menit dengan irama ireguler.[1,4]
Status Hemodinamik
Nadi pasien dengan atrial fibrilasi biasanya cepat dan tidak beraturan. Denyut juga akan bervariasi amplitudonya. Pasien bisa mengalami peningkatan atau penurunan tekanan arah, takipnea, dan penurunan saturasi oksigen.[1,4]
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher bertujuan untuk melihat apakah ada tanda-tanda pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular, atau sianosis.[1-4]
Paru dan Jantung
Pemeriksaan paru dapat memperlihatkan apakah ada tanda-tanda gagal jantung ronkhi dan efusi pleura. Pemeriksaan paru juga bisa menunjukkan adanya penyakit paru kronik yang bisa menjadi dasar terjadinya atrial fibrilasi, misalnya penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisik dalam membantu menegakkan diagnosis atrial fibrilasi. Pada auskultasi dapat terdengar bunyi jantung yang cepat, dengan intensitas S1 yang berbeda-beda. Adanya bunyi jantung tambahan atau kardiomegali dapat mengindikasikan pembesaran ventrikel. Adanya murmur dapat mengindikasikan penyakit katup jantung.[1-4]
Ekstremitas Bawah
Ekstremitas bawah dapat ditemukan adanya sianosis, akral dingin, edema, dan jari tabuh. Melemahnya nadi perifer dapat menandakan adanya penyakit arteri perifer atau penurunan cardiac output.[4,9]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding atrial fibrilasi adalah atrial flutter, atrial takikardia, dan sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW).
Atrial Flutter
Atrial flutter merupakan salah satu bentuk aritmia yang disebabkan oleh gangguan konduksi pada nodus atrioventrikular (AV). Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan yang hampir sama dengan atrial fibrilasi. Namun, pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya denyut jantung sekitar 150 kali/menit dan irama regular atau sedikit ireguler. Temuan hasil EKG juga dapat membedakan atrial flutter dengan atrial fibrilasi.[17]
Atrial Takikardia
Atrial takikardia merupakan supraventrikular takikardia yang bisa terjadi pada individu dengan kondisi jantung normal atau pada penyakit jantung kongenital. Pada kondisi ini biasanya ditemukan tanpa keluhan atau adanya keluhan palpitasi tiba-tiba, pusing, dyspnea, atau kelelahan umum. Temuan fisik yang bisa didapat adanya denyut nadi yang cepat dan bisanya regular. Pada hasil EKG biasanya ditemukan interval PR yang lebih pendek dibanding interval RP.[4,18]
Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW)
Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW) merupakan kondisi kongenital yang terjadi pada usia muda. Keluhan yang biasa dialami adalah adanya nyeri dada, palpitasi, kesulitan bernapas. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya denyut nadi yang sangat cepat namun regular, sehingga sulit dihitung secara manual.[4,19]
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang digunakan untuk menunjang dan menegakkan diagnosis atrial fibrilasi adalah dengan pemeriksaan EKG. Pemeriksaan lain dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit yang mendasari, komorbiditas, ataupun komplikasi.
Elektrokardiografi
Temuan elektrokardiografi (EKG) dapat mengonfirmasi diagnosis atrial fibrilasi yaitu adanya interval R-R ireguler pada EKG, tidak ditemukannya gelombang P pada EKG, dan interval antara 2 aktivasi atrium jika terlihat >200 ms atau >300 laju per menit (200 ms = 5 kotak kecil pada hasil pemeriksaan EKG).[4,20]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari kondisi yang mendasari atrial fibrilasi. Pemeriksaan laboratorium dipilih sesuai indikasi klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang mungkin diperlukan adalah:
- Darah lengkap: anemia dan infeksi dapat menjadi faktor presipitasi atrial fibrilasi dan juga dapat menyebabkan sinus takikardia
- Elektrolit dan ureum-kreatinin: untuk mendeteksi gangguan elektrolit atau gagal ginjal yang juga dapat menyebabkan atrial fibrilasi
- Enzim jantung (Troponin I atau T): untuk mendeteksi adanya penyakit jantung iskemik yang juga bisa menjadi faktor presipitasi atrial fibrilasi.
-
D-dimer: dapat membantu dalam skrining diagnostik dan dapat digunakan untuk mendeteksi risiko emboli paru
- Fungsi tiroid: untuk melihat adanya hipertiroid
Blood alcohol level: karena kadar alkohol darah yang tinggi dapat menjadi faktor presipitasi atrial fibrilasi[1-4]
Rontgen toraks
Pemeriksaan rontgen toraks dapat normal atau memperlihatkan adanya tanda-tanda gagal jantung, seperti kardiomegali, efusi pleura, atau adanya patologi lain seperti emboli paru atau pneumonia.[1-4]
Echocardiography
Echocardiography transtorakal (ETT) bermanfaat untuk melihat apakah ada penyakit katup jantung, evaluasi ukuran atrium dan ventrikel, evaluasi fungsi ventrikel, dan evaluasi penyakit perikardial.[1-4]
CT Scan dan MRI
CT angiografi biasanya dilakukan pada pasien dengan D-dimer tinggi untuk mengeksklusi emboli paru. Selain itu, pada pasien yang akan menjalani tindakan ablasi, CT Scan atau MRI juga diperlukan untuk mengevaluasi anatomi atrium.[1-4]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha