Patofisiologi Atrial Flutter
Patofisiologi yang mendasari atrial flutter adalah adanya mekanisme re-entry sebagai inisiasi dari takikardia. Beberapa elemen yang menyebabkan sirkuit elektrikal ini adalah adanya area konduksi yang memiliki kecepatan berbeda (cepat dan lambat), periode refraktori yang berbeda, dan pusat fungsional di mana terdapat sirkuit tersebut. Ini terjadi pada atrial flutter tipikal, sedangkan mekanisme atrial flutter atipikal masih belum diketahui pasti.[1,3]
Mekanisme Re-entry pada Atrial Flutter
Mekanisme re-entry pada atrial flutter didasarkan pada pengamatan hewan coba yang menunjukkan bahwa atrial flutter dapat diinduksi dan bertahan apabila ada suatu lesi linier pada atrium, terutama di antara kedua vena kava atau pada dinding atrium kanan. Apabila terdapat garis penghambat pada lokasi ini, gelombang konduksi tidak dapat diteruskan dan dipaksa memutar ke sekitarnya.
Cavotricuspid isthmus (CTI) memiliki peran dalam menyediakan zona protektif konduksi lambat yang penting pada pembentukan sirkuit re-entry atrial flutter. Kecepatan konduksi listrik melewati CTI lebih lambat pada pasien dengan atrial flutter dibandingkan individu tanpa atrial flutter. Hal ini diduga berkaitan dengan fibrosis interseluler akibat penuaan atau dilatasi atrium sehingga mengubah sambungan celah antarsel dan menyebabkan konduksi anisotropik yang tak merata di seluruh jaringan trabekular di CTI.
Struktur lain yang turut mempengaruhi perkembangan barier fungsional pada kejadian atrial flutter adalah krista terminalis. Secara normal, perlambatan konduksi dan hambatan impuls ke arah transversal dapat terjadi pada krista terminalis. Pada atrial flutter, hambatan konduksi transversal di sepanjang krista terminalis tersebut menjadi pembatas lateral dari lokasi atrial flutter.
Atrial flutter tipikal lebih sering muncul pada individu dengan krista terminalis yang tebal dan kontinu, serta menunjukkan hambatan konduksi transversal pada panjang siklus pacu jantung yang lebih lama.[1,3]
Atrial Flutter Tipikal
Gelombang atrial flutter memiliki dua tipe, yakni berlawanan jarum jam dan searah jarum jam dilihat dari perspektif anterior oblik kiri pada sisi ventrikuler di anulus trikuspidalis.
Pada atrial flutter yang berlawanan jarum jam, gelombang berjalan ke arah kaudosefalik menuju sisi septal anulus trikuspidalis lalu ke krista terminalis dan berlanjut ke arah sefalokaudal ke dinding lateral atrium kanan menuju anulus trikuspidalis lateral hingga ke CTI. Atrial flutter yang searah jarum jam sering disebut dengan atrial flutter tipikal terbalik karena arah sirkuitnya berlawanan dari atrial flutter tipikal murni.
Pada kedua jenis atrial flutter tipikal ini, sirkuit atrial flutter terbatas hanya pada atrium kanan saja meskipun aktivasi atrium kiri dapat terjadi sebagai akibat dari terusan konduksi transseptal melewati koneksi inferior sinus koronarius-atrium kiri, berkas Bachmann, dan fossa ovalis.[1,3]
Atrial Flutter Atipikal
Atrial flutter atipikal atau takikardia makro-reentran lainnya memiliki konfigurasi sirkuit yang berbeda dengan sirkuit atrial flutter tipikal. Penelitian elektrofisiologis dan mapping intrakardia dilakukan untuk menentukan mekanisme atau area yang mencetuskan atrial flutter atipikal ini, tetapi patomekanisme pastinya masih belum jelas.
Berbeda dengan atrial flutter tipikal, kebanyakan atrial flutter atipikal dilaporkan berhubungan dengan penyakit jantung struktural yang ada setelah operasi jantung atau prosedur ablasi. Pada pasien yang tidak pernah menjalani intervensi jantung, sirkuit atrial flutter dapat berasal dari area dengan voltase rendah seperti atrium kanan lateral. Hal ini mungkin terjadi secara sekunder dari fibrosis akibat tekanan tinggi atrium kronis, atau kardiomiopati yang menimbulkan fibrosis dari miokardium dan membuat area voltase rendah.[1,3]
Hubungan Atrial Flutter dan Atrial Fibrilasi
Hubungan antara atrial flutter dan atrial fibrilasi (AF) masih belum dapat dipastikan walaupun terdapat bukti bahwa atrial flutter terjadi pada sekitar 33% kasus AF. AF biasanya mendahului awitan atrial flutter dan bahkan dapat timbul pasca tindakan ablasi kateter pada atrial flutter. Kedua kondisi ini juga memiliki beberapa faktor predisposisi yang sama, yakni pertambahan usia, hipertensi, sleep apnea, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Sebuah teori mengisyaratkan bahwa remodelisasi struktur dan kelistrikan atrium yang dipicu oleh AF dapat memicu terjadinya atrial flutter. Sebagian bukti lainnya menunjukkan bahwa episode atrial flutter berulang dapat berdegenerasi menjadi AF.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita