Pendahuluan Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi adalah kegawatdaruratan kardiovaskular pada penderita hipertensi di mana tekanan darah sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥120 mmHg. Krisis hipertensi bisa dibedakan menjadi dua, yakni hipertensi urgensi tanpa kerusakan organ target dan hipertensi emergensi dengan kerusakan organ target.[1–3]
Etiologi krisis hipertensi dapat berupa terapi yang tidak optimal, compliance terhadap terapi yang kurang baik, progresivitas penyakit hipertensi, maupun hipertensi sekunder yang penyebabnya belum diatasi.[1–3]
Diagnosis krisis hipertensi harus bisa membedakan hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi karena tata laksananya akan berbeda. Hipertensi urgensi adalah hipertensi berat tanpa bukti kerusakan organ. Sementara itu, hipertensi emergensi adalah kondisi hipertensi yang berkaitan dengan kerusakan organ yang akut dan simtomatik.[1–3]
Hipertensi emergensi dapat memiliki presentasi klinis berikut:
- Hipertensi berat yang berhubungan dengan kondisi yang membutuhkan regulasi tekanan darah intensif, misalnya stroke, aneurisma, diseksi aorta, gagal jantung akut, sindrom koroner akut, dan gagal ginjal
- Hipertensi yang disebabkan pheochromocytoma atau substansi simpatomimetik eksogen (seperti penyalahgunaan obat) yang mempresipitasi kenaikan tekanan darah signifikan yang akut
- Bentuk berat dari hipertensi dalam kehamilan, yaitu preeklamsia dan eklamsia dengan sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count)
- Hipertensi maligna dengan atau tanpa mikroangiopati trombotik atau gagal ginjal akut, yang dikarakteristikkan dengan nekrosis fibrinoid pada arteri kecil ginjal, retina, dan otak. Bentuk ini dapat menimbulkan perubahan gambaran funduskopi (flame hemorrhages dan papilloedema), mikroangiopati, koagulasi intravaskular diseminata, ensefalopati, atau gagal jantung akut[1–3]
Hipertensi emergensi bisa mengancam nyawa dan merupakan kegawatdaruratan yang perlu ditangani segera. Penatalaksanaan hipertensi emergensi meliputi pemberian obat antihipertensi intravena dengan monitoring hemodinamik kontinu dalam unit perawatan intensif. Hal ini berbeda dengan hipertensi urgensi yang tata laksananya bisa secara rawat jalan, yakni dengan pemberian antihipertensi oral dan jadwal follow-up.[1–3]
Penulisan pertama oleh: dr. Wendy Damar Aprilano