Pendahuluan Refeeding Syndrome
Refeeding syndrome didefinisikan sebagai spektrum gangguan metabolik dan elektrolit yang terjadi akibat pemberian asupan tinggi energi secara terlalu dini atau terlalu agresif pada pasien yang telah mengalami kekurangan asupan kalori selama beberapa waktu. Contoh pasien yang berisiko mengalami sindrom ini adalah pasien malnutrisi.
Definisi lain refeeding syndrome (RFS) berdasarkan American Academy of Pediatrics adalah perubahan metabolik dan klinis yang terjadi saat pasien malnutrisi mendapatkan terapi nutrisi secara agresif. Nutrisi yang dimaksud dapat berupa nutrisi enteral maupun parenteral.[1,2]
Refeeding syndrome sering terjadi pada pasien gagal tumbuh, pasien malnutrisi, dan pasien anoreksia nervosa. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian jika tidak dideteksi dan tidak ditangani dengan tepat sejak awal rehabilitasi nutrisi.
Refeeding syndrome menyebabkan gangguan elektrolit dan vitamin yang umumnya terjadi dalam 72 jam pertama setelah pemberian nutrisi tinggi energi. Hipofosfatemia merupakan temuan yang paling sering, dengan gangguan lain berupa hipokalemia, hipomagnesemia, dan defisiensi thiamine (vitamin B1).
Diagnosis refeeding syndrome mungkin sulit ditegakkan karena manifestasi klinisnya bervariasi mulai dari gangguan kardiovaskular (aritmia, kardiomiopati, henti jantung), gangguan pernapasan (gagal napas dan edema paru), gangguan ginjal (gagal ginjal, asidosis metabolik, nekrosis tubular), gangguan neuromuskuloskeletal (rhabdomyolysis, myalgia, kelemahan otot), gangguan gastrointestinal (konstipasi, diare, mual, muntah), ensefalopati, hingga kematian.[1-3]
Penatalaksanaan dan pencegahan RFS dilakukan dengan memberikan nutrisi yang diawali pemberian rumatan energi dan protein, memperbaiki gangguan elektrolit, dan memperbaiki defisiensi mikronutrien. Selanjutnya, pasien siap diberikan makanan tinggi energi sambil tetap dipantau tanda bahayanya, seperti takikardia dan takipnea.[1,2]