Pendahuluan Bruxism
Bruxism didefinisikan sebagai aktivitas otot rahang berulang yang ditandai dengan mengatupkan (clenching) atau menggertakkan (grinding) gigi dan mendorong (thrusting) mandibula. Menurut The Academy of Prosthodontics, bruxism merupakan aktivitas parafungsional menggertakkan gigi geligi yang dilakukan tanpa disadari dan berulang atau tidak beraturan. Kondisi ini dapat menyebabkan trauma oklusal.[1-3]
Bruxism dapat terjadi saat sedang beraktivitas atau dikenal dengan awake bruxism (AB), dan dapat terjadi sewaktu tidur atau sleep bruxism (SB). Awake bruxism umumnya bersifat semivolunter dan sering dikaitkan dengan pengalaman stres yang disebabkan tekanan pekerjaan atau masalah keluarga. Sleep bruxism bersifat involunter dan umumnya terjadi saat fase tidur non-REM (non-rapid eye movement). Occasional bruxism umum terjadi, terutama pada masa kanak-kanak.[2-5]
Bruxism jarang menimbulkan masalah bermakna, tapi bisa memiliki signifikansi klinis jika mengganggu tidur atau menyebabkan masalah pada gigi geligi dan rahang. Untuk mendiagnosis, terkadang dokter perlu melakukan pemeriksaan dengan menggunakan perangkat intraoral yang merekam aktivitas otot (misalnya menggunakan elektromiografi atau polisomnografi).[6,7]
Individu yang mengalami bruxism umumnya bisa sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan penanganan khusus. Dokter sebisa mungkin perlu menghindari overtreatment. Namun, pada kasus bruxism yang sudah menimbulkan kerusakan pada gigi dan jaringan sekitar, mungkin diperlukan penanganan. Penanganan dapat berupa penggunaan occlusal splint, restorasi gigi yang rusak, melakukan terapi endodontik jika pulpa terekspos akibat keausan gigi, ataupun konsumsi analgesik dan relaksan otot untuk mengatasi nyeri dan kaku rahang. Pasien dengan bruxism juga mungkin memerlukan psikoterapi untuk mengurangi tingkat stres dan kecemasan.[1-4]