Pendahuluan Hipokalemia
Hipokalemia adalah kondisi kadar kalium serum <3,5 mEq/L atau <3,5 mmol/L. Hipokalemia dinyatakan berat jika kadar kalium serum <2,5 mEq/L, sedangkan kadar 2,5‒3,0 mEq/L disebut hipokalemia sedang. Kondisi ini dapat mengancam nyawa sehingga memerlukan tata laksana segera.[1-4]
Hipokalemia merupakan salah satu gangguan elektrolit yang sering terjadi dalam praktik klinis, terutama pada pasien dalam perawatan di rumah sakit maupun komunitas lansia. Peningkatan ekskresi kalium merupakan penyebab hipokalemia yang paling sering. Selain itu, hipokalemia dapat juga diakibatkan oleh asupan kalium yang tidak adekuat atau pergeseran kalium ekstrasel menuju ruang intrasel.[1-4]
Pasien hipokalemia ringan seringkali tidak menunjukkan gejala. Gejala seringkali tidak spesifik dan berkaitan dengan otot maupun fungsi jantung, di mana kadar kalium serum pasien biasanya telah <3 mEq/L. Kemudian, pasien mengalami gejala kelemahan, nyeri dan kram otot, kontrol diabetes yang buruk, palpitasi, hingga gejala psikologis.[2,3]
Pada pemeriksaan fisik, seringkali dalam batas normal. Namun, hipokalemia berat dapat menimbulkan aritmia kardiak dan gagal napas akut karena paralisis otot yang mengancam nyawa. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dengan hipokalemia terutama fokus dalam mencari adanya gangguan neurologis dan disritmia kardiak.[2-4]
Pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan kadar kalium urine, kadar kalium serum dan elektrokardiografi. Pada beberapa kasus, dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diketahui penyebab dari hipokalemia[2-4]
Tata laksana hipokalemia berhubungan dengan menurunkan hilangnya kalium, mengganti cadangan kalium, mengevaluasi kemungkinan toksisitas, dan menentukan penyebab hipokalemia untuk pencegahan terjadinya hipokalemia berulang. Penggantian kalium diupayakan secara oral apabila memungkinkan, tetapi pada kondisi gawat darurat maupun pasien yang tidak dapat mengonsumsi obat kalium oral dapat diberikan kalium intravena.[2,3]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini