Penatalaksanaan Hipokalemia
Penatalaksanaan hipokalemia yang utama adalah eliminasi faktor kausatif, seperti menghentikan penggunaan laksatif, penggunaan diuretik hemat kalium, penatalaksanaan kondisi diare dan muntah, dan penggunaan penyekat H2 pada pasien dengan nasogastric suction.[1]
Prinsip penatalaksanaan hipokalemia memiliki 4 tujuan, yaitu:
- Menurunkan kehilangan kalium
- Mengganti simpanan kalium
- Mengevaluasi kemungkinan toksisitas
- Menentukan penyebab dasar sehingga apabila memungkinkan mencegah episode rekurensi di masa depan[1]
Pemberian Kalium Berdasarkan Derajat Hipokalemia
Pemberian kalium, baik peroral atau intravena, dipertimbangkan berdasarkan derajat keparahan dari hipokalemia.
Kalium Peroral
Kadar kalium 2,5–3,5 mEq/L (hipokalemia ringan sedang) cukup diberikan penggantian kalium secara oral. Garam kalium klorida mengandung sekitar 13,6 mEq/gram. Pemberian kalium secara oral sebaiknya diikuti dengan pemberian 100‒250 mL air dan diberikan setelah makan.[1,3]
Kalium Intravena
Kondisi yang memerlukan koreksi kalium secara intravena adalah:
- Kadar kalium serum <3 mEq/ L yang menunjukkan tanda kegawatdaruratan, seperti aritmia, rabdomiolisis, dan gagal napas
- Kadar kalium serum <2,5 mEq/L
- Pasien dengan mual, muntah, dan gangguan gastrointestinal berat
- Terdapat perubahan elektrokardiografi
- Hipokalemia berkaitan dengan ketoasidosis diabetikum[1,3]
Pemberian kalium intravena memerlukan evaluasi berkala elektrokardiografi (EKG) dan pengukuran kalium serum. Pada pemberian secara intravena, cairan NaCl 0,9% lebih dipilih. Cairan dekstrose 5% tidak dianjurkan karena akan menstimulasi pelepasan insulin sehingga terjadi perubahan transelular kalium masuk ke dalam sel yang akan memperberat kondisi hipokalemia.[1,3]
Pemberian kalium disarankan dengan perbandingan 20 mEq KCl dalam 100 mL NaCl 0.9% dengan kecepatan 10 mEq/ jam, tetapi dapat diberikan hingga 20 mEq/ jam pada kondisi aritmia. Apabila tersedia, infus KCl diberikan melalui kateter vena sentral karena seringkali menyebabkan flebitis dan nyeri hebat pada pasien.[1,3]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini