Penatalaksanaan Alzheimer
Penatalaksanaan penyakit Alzheimer bertujuan untuk meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien, bukan menyembuhkan. Hingga kini masih belum ada terapi definitif untuk penyakit Alzheimer.
Obat yang dapat digunakan antara lain inhibitor kolinesterase seperti donepezil, galantamine dan rivastigmine. Pilihan terapi lain adalah antagonis N-methyl-D-Aspartate (NMDA) seperti memantine, ataupun antibodi monoklonal rekombinan seperti aducanumab.[1-3,17]
Prinsip Tata Laksana
Penanganan penyakit Alzheimer harus melibatkan komunikasi secara terbuka antara dokter, pengasuh, dan pasien. Pendekatan perilaku juga diperlukan, serta mencakup penyederhanaan lingkungan, rutinitas yang sama setiap hari, cognitive behavioural therapy, terapi olahraga, terapi cahaya, dan terapi musik.
Berikan dukungan pada pengasuh. Beri rencana waktu istirahat pendek untuk pengasuh dan bantu pengasuh mengembangkan jaringan dukungan.
Intervensi farmakologis diberikan untuk mengurangi gejala dan menjaga agar pasien semaksimal mungkin mandiri. Pencegahan komplikasi, seperti jatuh, juga merupakan komponen yang penting.[18]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa standar yang telah diakui oleh FDA untuk penatalaksanaan Alzheimer adalah inhibitor kolinesterase, antagonis N-methyl-D-Aspartate (NMDA), dan aducanumab. Donepezil dan rivastigmine sudah tersedia di Indonesia, sedangkan aducanumab belum ada.
Inhibitor Kolinesterase
Pasien penyakit Alzheimer memiliki kadar asetiltransferase kolin serebral yang rendah, yang mengakibatkan penurunan sintesis asetilkolin dan gangguan fungsi kolinergik kortikal. Inhibitor kolinesterase berperan sentral mencegah pemecahan asetilkolin. Beberapa regimen yang tersedia adalah:
- Donepezil: 5-10 mg, sekali sehari untuk Alzheimer ringan-sedang. Pada Alzheimer yang lebih berat, dapat diberikan 10-23 mg.
- Rivastigmine: dosis inisial 1,5 mg per oral 2 kali sehari. Dosis maksimal 12 mg/hari
- Galantamine: 4 mg 2 kali sehari atau 8 mg sekali sehari. Titrasi dosis sesuai dengan respon terapi. Dosis rumatan setelah titrasi umumnya 16-24 mg/hari. Efek samping yang tersering adalah gejala gastrointestinal, sehingga galantamine sebaiknya diberikan setelah makan.
Berdasarkan penelitian, penggunaan inhibitor kolinesterase memperlambat progresivitas gangguan kognitif dan fungsional terutama bila diberikan pada fase awal Alzheimer. Terapi inhibitor kolinesterase tidak perlu diberikan secara terus menerus apabila tidak bermanfaat bagi pasien atau memiliki efek samping yang signifikan.[3,17]
Antagonis Reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA)
Regimen antagonis reseptor NMDA yang tersedia adalah memantine dengan dosis inisial 8 mg sekali sehari. Dosis dapat dinaikkan menjadi 16 mg sekali sehari selama 4 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan dosis 24 mg sekali sehari setelah 4 minggu.
Pemberian memantine dilakukan pada Alzheimer dengan gejala sedang hingga berat. Mekanisme kerja obat ini adalah dengan menghambat stimulasi patologis pada reseptor NMDA sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut pada dementia vaskular. Penghambatan reseptor NMDA akan memperlambat akumulasi kalsium intraseluler sehingga diharapkan dapat mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut. Antagonis reseptor NMDA dapat dikombinasi dengan inhibitor kolinesterase.[3,17]
Aducanumab
Aducanumab merupakan antibodi monoklonal rekombinan untuk mengurangi amiloid beta. Meskipun obat ini telah mendapatkan persetujuan FDA, namun tetap menuai kontroversi setelahnnya. Aducanumab direkomendasikan untuk digunakan pada pasien dengan gangguan kognitif ringan yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer atau pada penyakit Alzheimer derajat ringan.
Dosis aducanumab diberikan sebagai berikut:
- Dosis 1 dan 2 (minggu ke-0 dan 4) 1 mg/kg IV selama 1 jam
- Dosis 3 dan 4 (minggu ke-8 dan 16) 3 mg/kg IV selama 1 jam
- Selanjutnya, pemeriksaan MRI otak perlu dilakukan sebelum dosis kelima.
- Dosis 5 dan 6 (minggu ke-24 dan 32) 6 mg/kg IV selama 1 jam
- Kemudian pemeriksaan MRI otak diperlukan untuk monitoring
- Dosis 7 dan seterusnya (minggu ke-36 dan selanjutnya) 10 mg/kg IV selama 1 jam
Pemeriksaan MRI otak dilakukan untuk mendeteksi adanya perdarahan mikro dan siderosis superfisial yang telah dilaporkan akibat penggunaan aducanumab.[3,17]
Antibodi monoklonal lain yang juga sedang dipelajari untuk terapi penyakit Alzheimer adalah lecanemab. Lecanemab dilaporkan mungkin menghambat penurunan fungsi kognitif pada pasien dengan penyakit Alzheimer dini.
Vitamin E
Pemberian vitamin E 1000 IU 2 kali sehari pada pasien dengan penyakit Alzheimer ringan hingga berat dilaporkan dapat memperlambat progresi fungsional penyakit Alzheimer. Meski demikian, bukti ilmiah yang tersedia masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda.[17]
Naproxen
Uji klinis dilakukan untuk mengevaluasi efek pemberian naproxen dosis rendah untuk mencegah progresivitas penyakit Alzheimer (PA) presimptomatik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan naproxen tidak efektif dalam menghambat progresivitas Alzheimer dan memiliki efek samping yang signifikan
Manajemen Gejala Neuropsikiatrik
Gejala-gejala neuropsikiatrik pada penyakit Alzheimer sangat sering ditemukan dan dapat lebih mengganggu dibandingkan dengan gejala kognitif. Gejala-gejala neuropsikiatrik mencakup agitasi, agresi, delusi, halusinasi, paranoia, wandering atau berjalan tanpa tujuan, depresi, apati, disinhibisi, dan gangguan tidur. Prevalensi gejala neuropsikiatrik meningkat seiring dengan derajat keparahan penyakit.
Agitasi/ Agresi
Manajemen nonmedikamentosa meliputi terapi musik, intervensi sensorik seperti pijat, dan pelatihan keterampilan komunikasi untuk pengasuh. Manajemen medikamentosa untuk agitasi adalah pemberian citalopram 10-20 mg sehari.
Depresi
Manajemen untuk depresi yang dapat digunakan adalah golongan selective serotonin reuptake inhibitor yaitu escitalopram 5 mg setiap pagi hari. Pilihan lainnya adalah, citalopram 10 mg, sertraline 12,5-25 mg, atau fluoxetine 5-10 mg setiap pagi.
Apati
Manajemen medikamentosa apati yang saat ini tersedia adalah penggunaan obat metilfenidat. Metilfenidat diberikan dari dosis 5 mg pada pagi hari, hingga dosis maksimum 10 mg 2 kali sehari yang diberikan tidak melewati makan siang.
Gangguan Tidur
Manajemen nonmedikamentosa umumnya lebih diutamakan dengan higiene tidur yang baik, program olah raga, pengaturan cahaya, dan mengurangi minuman alkohol dan kopi.[19]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani