Etiologi Tetanus
Etiologi tetanus adalah bakteri anaerob Clostridium Tetani yang masuk melalui luka sebagai port d’entree. Tetanus berisiko tinggi menginfeksi orang-orang tanpa riwayat vaksinasi atau tidak lengkap vaksinasi tetanus selama hidupnya.
Luka kronis dengan kerusakan jaringan yang dalam dapat menjadi tempat berkembangnya bakteri tetanus. Bayi yang lahir melalui persalinan yang tidak steril berisiko tinggi untuk terkena tetanus neonatorum.
Etiologi
Etiologi tetanus adalah bakteri anaerob obligat Clostridium Tetani yang dapat membentuk spora. Bakteri ini berbentuk basil Gram positif dan selalu bergerak. Bakteri Clostridium Tetani berukuran lebar 0.3-0.5 µm dan panjang 2-2.5 µm.
Bakteri Clostridium Tetani dapat ditemukan di tanah, debu, usus hewan (domba, sapi, anjing, kuda), serta pada feses manusia dan hewan. Bentuk spora Clostridium Tetani dapat bertahan dalam bentuk dorman selama bertahun-tahun, spora tersebut tahan terhadap sinar matahari, pemanasan hingga ±20 menit, serta desinfektan.[5,6]
Saat masuk ke dalam luka, spora Clostridium Tetani akan berubah menjadi bentuk vegetatif yang akan menghasilkan toksin. Bakteri akan bermultiplikasi pada luka dengan kondisi anaerob dan suhu optimal antara 33-37oC.[7,8]
Inaktivasi bentuk spora dari bakteri ini membutuhkan waktu 15-24 jam menggunakan larutan phenol 5%, formalin 3%, chloramine 1%, atau hidrogen peroksida 6%. Tetanus juga dapat terjadi pada bayi yakni tetanus neonatorum yang terjadi pada persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril. Tetanus tidak menular dari satu manusia ke manusia lain.[6,7]
Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian tetanus adalah tidak pernah mendapatkan vaksin tetanus atau orang-orang yang menurun imunitas tubuhnya akibat usia lanjut. Orang-orang yang tidak mendapatkan vaksin tetanus sama sekali dalam hidupnya atau dengan riwayat vaksinasi yang kurang, sangat berisiko untuk terkena tetanus, terutama anak-anak dan lansia. [6,7]
Para injection drug user (IDU) juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena tetanus akibat kontaminasi spora Clostridium Tetani saat menyuntikkan obat, membuat irisan luka di kulit, dan bekas luka yang tidak dirawat.[9]
Risiko terjadinya tetanus meningkat pada jenis luka yang menimbulkan kerusakan jaringan yang dalam seperti misalnya luka tusuk. Jaringan rusak di bagian dalam minim terpapar udara luar dan mudah terbentuk kondisi anaerob.
Pada penelitian di Amerika Serikat, 73% kasus tetanus disebabkan oleh luka baru, 50% di antaranya adalah luka tusuk dan 32% dari luka tusuk tersebut disebabkan oleh tusukan paku.
Luka kronis dengan jaringan nekrotik dan luka yang terinfeksi juga merupakan jenis luka yang berisiko tinggi sebagai tempat berkembangnya bakteri penyebab tetanus. Kasus tetanus juga ditemukan pada pasien sehabis tindakan pencabutan gigi, perawatan saluran akar, serta trauma pada jaringan lunak di daerah mulut.[10]
Bayi yang lahir melalui persalinan yang tidak steril dan menggunakan alat-alat untuk memotong tali pusat yang terdapat spora Clostridium Tetani, sangatlah berisiko untuk terkena tetanus neonatorum.
Faktor lain yang meningkatkan risiko tetanus neonatorum antara lain persalinan yang dilakukan di rumah atau tempat dengan permukaan yang kotor, persalinan yang tidak dibantu oleh tenaga medis terlatih, penolong persalinan tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan, serta penggunaan alat dan bahan tradisional untuk mengikat dan merawat tali pusat bayi.
Di beberapa daerah di Asia dan Afrika masih ada kepercayaan untuk mengoleskan kotoran hewan pada tali pusat bayi sebagai simbol kekuatan dan pemurnian. Hal tersebut tentunya sangat berisiko untuk menimbulkan tetanus pada bayi.[7]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri