Etiologi Galactorrhea
Etiologi galactorrhea disebabkan oleh berbagai hal, dan seringkali berhubungan dengan hiperprolaktinemia. Namun, pada keadaan tertentu, galactorrhea dapat terjadi dengan kadar prolaktin yang normal.[6,7]
Etiologi
Etiologi galactorrhea dapat disebabkan oleh hiperprolaktinemia maupun normoprolaktinemia. Berdasarkan manifestasi klinisnya, galactorrhea yang disebabkan oleh keadaan hiperprolaktinemia dan normoprolaktinemia dapat dibedakan. Galactorrhea dengan manifestasi gangguan siklus menstruasi dan amenorea, etiologi yang mendasarinya adalah hiperprolaktinemia. Namun, apabila siklus menstruasi dan ovulasi normal, maka kemungkinan besar kadar prolaktin normal.[6]
Hiperprolaktinemia Galactorrhea
Etiologi hiperprolaktinemia galactorrhea secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu yang disebabkan karena gangguan pada hipotalamus-hipofisis dan nonhipotalamus-hipofisis. Etiologi hiperprolaktinemia galactorrhea yang berhubungan dengan hipotalamus-hipofisis adalah prolaktinoma dan tumor hipofisis.
Prolaktinoma adalah tumor pada kelenjar hipofisis yang melibatkan sel-sel yang mensekresi prolaktin (hipofisis). Apabila ukurannya <10 mm maka disebut dengan mikroprolaktinoma, sedangkan ukuran ≥10 mm disebut dengan makroprolaktinoma. Biasanya pasien datang dengan keluhan amenorea/oligomenorea, galactorrhea, dan gangguan penglihatan.[14]
Tumor hipofisis pada sel-sel yang tidak memproduksi prolaktin dan massa/lesi yang mendesak tangkai hipofisis/hipotalamus dapat juga menjadi etiologi hiperprolaktinemia galactorrhea. Tumor-tumor ini dapat menyebabkan hiperprolaktinemia dengan mengganggu aliran dopamin dari hipotalamus ke hipofisis anterior karena “menekan” tangkai hipofisis. Dengan berkurangnya kadar dopamin sebagai inhibitor produksi prolaktin, maka kadar prolaktin meningkat karena tidak ada yang mengontrol produksinya.[15]
Sementara itu, etiologi hiperprolaktinemia galactorrhea yang tidak berhubungan dengan hipotalamus-hipofisis adalah hipotiroidisme, obat-obatan, penyakit ginjal kronis, lesi dinding dada, dan idiopatik.
Hipotiroidisme:
Hipotiroidisme kronis akan menyebabkan hiperplasia thyrotroph (sel-sel di hipofisis anterior yang memproduksi thyroid stimulating hormone/ TSH) sehingga menyebabkan hipertrofi kelenjar hipofisis di sella turcica.
Rendahnya kadar thyroxine (T4) menstimulasi hipotalamus untuk kompensasi keadaan tersebut dengan memproduksi thyroid releasing hormone (TRH) untuk menstimulasi hipofisis anterior agar memproduksi TSH. Namun, TRH tidak hanya menstimulasi sekresi TSH tapi juga hormon prolaktin.
Pada keadaan ini, sensitivitas sel-sel hipofisis terhadap efek inhibisi dopamin menurun, sehingga makin mendukung produksi hormon prolaktin. Pada akhirnya keadaan hipotiroidisme akan menginduksi terjadinya hiperprolaktinemia lewat mekanisme tersebut.[16]
Obat-Obatan:
Beberapa obat-obatan seperti antipsikotik, antidepresan, antihipertensi, dan obat-obatan gastrointestinal dapat memiliki efek samping hiperprolaktinemia dengan mengurangi kadar dopamin atau meningkatkan hormon stimulator prolaktin (serotonin dan estrogen).[17]
Obat-obatan yang bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin (D2) menghambat kerja dopamin sehingga efek inhibisi dopamin pada sekresi prolaktin juga menurun, dengan hasil akhir hiperprolaktinemia dan galactorrhea.
Clozapine, olanzapine, dan aripiprazole merupakan antipsikotik yang bekerja sebagai agonis maupun antagonis reseptor dopamin. Metoklopramid dan domperidone, bekerja menghambat reseptor D2 dan menyebabkan hiperprolaktinemia.[18,28]
Durasi penggunaan antipsikotik sampai terjadinya galactorrhea kurang lebih 20 hari (range 7-75 hari), dan kadar prolaktin akan menurun sampai dengan baseline setelah 3 hari berhenti pengobatan.[14,18,19]
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), seperti sertraline, escitalopram, fluoxetine, dan paroxetine memiliki efek samping hiperprolaktinemia yang dapat menginduksi galactorrhea. SSRI bekerja menghambat reseptor serotonin.
Pada keadaan tertentu, serotonin menghambat produksi dopamin, sehingga saat kadar serotonin dalam darah rendah, terjadi over-produksi dopamin. Paroxetine juga memiliki efek samping galactorrhea, namun dengan kadar prolaktin yang normal. Mekanisme yang mendasari hal ini belum diketahui.
Penggunaan obat antihipertensi golongan calcium-channel blocker (CCB), seperti verapamil, diltiazem, dan nifedipine, dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan menurunnya aktivitas dopamin, yang pada akhirnya menyebabkan sekresi hormon prolaktin meningkat.[20-22]
Penyakit ginjal kronis:
Pada penyakit ginjal kronis, kemampuan ginjal untuk melakukan filtrasi terganggu. Hal ini juga menyebabkan gangguan klirens prolaktin, yang pada akhirnya menyebabkan penumpukan prolaktin dalam darah dan hiperprolaktinemia. Pada pasien pasca transplantasi ginjal mengalami perbaikan kadar prolaktin dalam beberapa hari.[23]
Lesi dinding dada:
Lesi yang melibatkan dinding dada seperti herpes zoster juga dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Stimulus nyeri ditransmisikan lewat saraf interkostal ke medulla spinalis, lalu ke mesensefalon dan akhirnya ke hipotalamus. Stimulus ini di hipotalamus menyebabkan produksi dopamin berkurang, sehingga kadar prolaktin meningkat dan dapat menyebabkan galactorrhea.[24]
Hiperprolaktinemia idiopatik:
Hiperprolaktinemia idiopatik adalah hiperprolaktinemia tanpa penyebab yang jelas. Hal ini diduga disebabkan oleh prolaktinoma yang sangat kecil (<3 mm) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan radiologis. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh gangguan regulasi hormon di hipotalamus.[3]
Normoprolaktinemia-Galactorrhea
Etiologi normoprolaktinemi galactorrhea biasanya idiopatik, namun dapat terjadi pada keadaan tertentu. Pada cedera otak yang menyebabkan hematoma subdural, normoprolaktinemi galactorrhea dapat terjadi setelah dilakukan intervensi (kraniotomi).
Hal ini kemungkinan disebabkan karena komplikasi dekompresi setelah operasi yang menyebabkan penurunan tekanan intrakranial ataupun tekanan cairan serebrospinal. Menurunnya tekanan intrakranial dapat menyebabkan posisi anatomis otak “turun” sehingga mengganggu tangkai hipofisis atau pembesaran kelenjar hipofisis.[6]
Faktor Risiko
Faktor risiko galactorrhea antara lain:
- Genetik
- Usia lebih muda
- Usia menarche yang lebih tua
- Jumlah paritas ≤2
- Merokok
- Gangguan metabolik yang menjadi faktor risiko penyakit ginjal kronis, seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit kardiovaskular
- Penggunaan alat kontrasepsi suntik, terutama yang mengandung estrogen[24-27]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja