Penatalaksanaan Iritis
Penatalaksanaan iritis bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, menurunkan inflamasi, memperbaiki fungsi penglihatan, serta mencegah terjadinya komplikasi akibat kerusakan struktur mata. Terapi lini pertama meliputi pemberian kortikosteroid topikal dan siklopegik topikal. [4]
Rujukan
Pasien yang dari gejala klinis dicurigai sebagai iritis di fasilitas kesehatan primer, terutama bila ada riwayat trauma pada mata dan faktor risiko iritis lain yang sesuai, perlu mendapat rujukan ke dokter spesialis mata dalam waktu 24-48 jam. [4]
Medikamentosa
Medikamentosa yang diberikan sebagai terapi iritis adalah kortikosteroid topikal dan sikloplegik berupa antikolinergik topikal. Kortikosteroid oral diberikan pada kasus iritis bilateral atau iritis berat.
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal merupakan terapi lini pertama iritis. Pemberian kortikosteroid topikal bertujuan untuk mengurangi inflamasi yang terjadi. Kortikoteroid topikal dapat diberikan atas pertujuan dokter spesialis mata.
Jenis kortikosteroid topikal pilihan untuk kasus iritis adalah prednisolone 1% tetes mata. Prednisolone menurunkan inflamasi dengan menormalkan permeabilitas kapiler dan mengurangi migrasi leukosit polimorfonuklear. Jenis kortikosteroid topikal lain yang dapat digunakan adalah betamethasone 1%, dexamethasone 0,1%, fluorometolon 0,1%, prednisolone asetat 1%, dan prednisolone sodium phosphate 1%. Pada fase akut steroid topikal mungkin perlu diberikan 1-2 jam sekali selama minimal 1 minggu. [2,4,8,17]
Penggunaan kortikosteroid topikal perlu mendapat pengawasan klinis karena berisiko menimbulkan peningkatan tekanan intraokular, katarak, dan peningkatan risiko infeksi jamur. [8]
Sikloplegik Topikal
Obat golongan antikolinergik digunakan sebagai sikloplegik topikal yang bekerja menghambat impuls saraf ke otot siliar dan sphincter pupil sehingga mengurangi keluhan nyeri dan fotofobia. Sikloplegik topikal juga dapat mencegah terjadinya sinekia posterior dan membantu stabilisasi blood-aqueous barrier agar transudat yang keluar berkurang.
Sikloplegik topikal yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
Scopolamine 0,25% diberikan 2 kali sehari 1 tetes
- Cyclopentolate 0,5-2% diberikan 3 kali sehari 1 tetes. [2,3,7]
Kortikosteroid Injeksi Periokular atau Oral
Kortikosteroid injeksi periokular atau kortikosteroid oral dibutuhkan untuk iritis berat misalnya disertai dengan hipopion atau sel dan flare tidak berkurang setelah pemberian kortikosteroid topikal. Kortikosteroid injeksi periokular yang digunakan adalah dexamethasone 2 mg. Kortikosteroid oral yang dapat diberikan adalah prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari selama 7 hari. [2]
Terapi Lini Kedua
Terapi lini kedua diberikan pada pasien iritis kronis yang mengancam penglihatan atau untuk iritis dengan etiologi spondiloartropati HLA-B27. Terapi lini kedua meliputi penghambat TNF-α dan agen imunosupresan golongan antimetabolit (azatioprin, methotrexate), supresor sel T (siklosporin, takrolimus), dan sitotoksik (siklofosfamid). Agen imunosupresan dapat diberikan sebagai terapi lini pertama pada iritis akibat penyakit Behcet.
Jenis penghambat TNF-α yang digunakan misalnya infliximab atau adalimumab. Obat penghambat beta topikal seperti timolol maleate 0,5% perlu diberikan apabila timbul peningkatan tekanan intraokular sekunder akibat iritis. Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid oral juga diperkenankan untuk mengurangi keluhan nyeri mata. [4,7,8]
Terapi Sesuai Etiologi
Medikamentosa lain diperlukan sesuai dengan penyakit infeksi atau penyakit sistemik sebagai etiologi iritis. Contoh pada kasus iritis tuberkulosis pasien diberikan obat antituberkulosis dengan regimen sama dengan tuberkulosis paru. Iritis yang menyertai varicella zoster atau herpes zoster dapat diberikan terapi acyclovir.
Pada iritis jamur dapat diberikan tetes mata amfoterisin B 0,15%, natamycin 5%, atau fluconazole 0,3%. Begitu pula dengan penyakit-penyakit lainnya yang menimbulkan gejala iritis, diberikan medikamentosa sesuai dengan etiologi tersebut. [2,3,8]
Follow Up
Follow-up pasien iritis perlu dilakukan setelah 1 minggu terapi kortikosteroid. Follow-up pada kasus iritis traumatik dapat dilakukan 5-7 hari setelah kejadian trauma. Apabila gejala klinis dan jumlah sel pada KOA berkurang separuh dari pemeriksaan awal, medikamentosa dapat diturunkan dosisnya secara bertahap lalu kemudian dihentikan. Tapering-off kortikosteroid topikal dapat dilakukan dengan pemberian tetes mata setiap 2 jam selama 2 minggu, kemudian 4 kali sehari selama 2 minggu, 3 kali sehari selama 2 minggu, 2 kali sehari selama 2 minggu, 1 kali sehari selama 2 minggu, hingga kemudian dihentikan.
Pemeriksaan menggunakan slit-lamp perlu dilakukan secara berkala selama terapi dan pemeriksaan tekanan bola mata harus selalu dilakukan setiap kali kunjungan follow-up. Bila kondisi mata pasien stabil, jumlah sel derajat 0-0,5+, follow-up dapat dilakukan setiap 1-6 bulan. [2]
Pada kasus iritis traumatik, saat follow-up 1 bulan disarankan untuk dilakukan pemeriksaan gonioskopi untuk mengeksklusi resesi sudut bilik mata depan dan juga pemeriksaan oftalmoskopi indirek dengan indentasi sklera untuk mengeksklusi kemungkinan adanya break retina atau ablasio retina. [4,7]