Patofisiologi Sindrom Kompartemen Orbita
Patofisiologi sindrom kompartemen orbita berhubungan dengan peningkatan tekanan intraorbita melebihi tekanan arteri retina sentral dan tekanan arteri oftalmika. Kondisi ini menyebabkan iskemia retina, diskus optikus, dan jaringan okular lainnya, yang dapat berakhir dengan kematian jaringan tersebut dan kebutaan.[3]
Anatomi Ruang Orbita
Ruang orbita dibentuk oleh kelopak mata, septum orbita, rima orbita, serta tulang-tulang seperti os zygomaticum, os maxillaris, dan os frontalis. Anatomi ini menyebabkan ruang orbita memiliki elastisitas dan komplians yang rendah, sehingga sulit untuk menoleransi peningkatan volume intraorbita dan terjadinya proptosis. Volume normal ruang orbita adalah sekitar 30 mL dengan tekanan normal intraorbita <20 mmHg (rata-rata sekitar 3–6 mmHg).[2–4]
Gangguan Visus dan Kehilangan Penglihatan pada Sindrom Kompartemen Orbita
Peningkatan tekanan intraorbita pada sindrom kompartemen orbita bisa menyebabkan kebutaan lewat 1 dari 4 mekanisme di bawah ini:
Oklusi arteri retina sentral (CRAO)
- Neuropati optik akibat tekanan langsung ke saraf optik (neuropati optik kompresif)
- Tekanan pada pembuluh darah yang mensuplai saraf optik melebihi tekanan intralumen
- Neuropati optik iskemik karena regangan pada pembuluh darah[2,3]
Pada kondisi akut, peningkatan tekanan dan volume intraorbita dikompensasi dengan proptosis dan prolaps jaringan adiposa. Peningkatan tekanan intraorbita ini dapat terjadi karena perdarahan intraorbita, abses, massa, maupun udara.[2,3,5]
Peningkatan tekanan intraorbita melebihi tekanan pembuluh darah retina memengaruhi aliran darah arteri maupun vena di ruang orbita. Pada arteri retina sentral, kondisi ini menyebabkan suplai ke retina menurun. Sementara itu, pada vena oftalmika superior, kondisi ini akan mengganggu aliran balik vena yang sulit dikompensasi karena tidak adanya drainase limfatik di orbit.[2,3,5]
Selain menekan pembuluh darah, peningkatan tekanan intraorbita dapat menekan saraf optik. Bila keadaan tersebut berlanjut terus menerus sampai 60–100 menit, kebutaan permanen dapat terjadi.[2,3,5]