Penatalaksanaan Skleritis
Tujuan utama penatalaksanaan skleritis adalah untuk mengurangi nyeri dan mencegah terjadinya komplikasi okular maupun sistemik. Penatalaksanaan skleritis bergantung dari etiologi yang mendasari. Penentuan etiologi infeksius maupun noninfeksius sangat perlu dibedakan, karena penatalaksanaan yang diberikan berbeda.[2]
Penatalaksanaan skleritis bertujuan untuk menghambat proses inflamasi yang terjadi, sehingga tidak terjadi penipisan sklera dan kerusakan struktur okular. Secara umum, penatalaksanaannya meliputi pemberian analgesik, kortikosteroid, dan agen imunosupresi.
Agen imunosupresi disarankan terutama pada necrotizing scleritis. Pada skleritis yang disebabkan karena infeksi, pemberian antibiotik atau antivirus sesuai dengan mikroorganismenya juga diperlukan.[1,7,15,16]
Skleritis merupakan penyakit yang biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga penatalaksanaan skleritis perlu dibarengi dengan penatalaksanaan penyakit yang menyertainya.
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis pada skleritis melibatkan pemberian obat antiinflamasi nonsteroid, steroid, dan agen imunosupresi. Namun, pada skleritis yang terjadi karena infeksi, terapi utamanya adalah antibiotik atau antivirus sesuai dengan mikroorganisme penyebabnya. Pada skleritis, obat farmakologi yang disarankan adalah sistemik. Agen topikal dapat digunakan, namun hanya sebagai tambahan.
Obat pilihan utama pada skleritis noninfeksius adalah . Apabila tidak dapat mengontrol gejala, maka dapat diberikan steroid. Selanjutnya, apabila dosis optimal steroid tidak mampu meredakan manifestasi, maka dapat diberikan agen imunosupresi. Walaupun begitu, pada skleritis necrotizing, agen pilihan utama adalah agen imunosupresi. Sedangkan untuk skleritis infeksius, pilihan utama terapi adalah sesuai dengan mikroorganisme penyebab.[15]
Gambar 1. Tata laksana Skleritis.
Skleritis NonInfeksius
Pilihan terapi pada penatalaksanaan skleritis noninfeksius bergantung dari etiologi dan jenisnya.
- Skleritis Anterior Non necrotizing: sistemik dan prednisolone acetate 1% topikal
- Skleritis Posterior, Necrotizing, atau Anterior Non necrotizing yang berulang dengan OAINS : prednison per oral, agen imunosupresi (immunosuppressive therapy/IMT), dan agen biologis
Skleritis posterior, necrotizing, atau anterior non necrotizing yang berulang dengan OAINS memerlukan terapi yang lebih poten karena lebih mengancam penglihatan. Prednison 1 mg/kg/hari dengan tappering off per minggu setelah didapatkan remisi merupakan pilihan utama dalam kasus ini. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan tidak ada perbaikan, maka IMT menjadi pilihan terapi.[15]
Pasien dengan skleritis anterior tipe non necrotizing biasanya disertai dengan penyakit sistemik lain, seperti rheumattoid arthritis (RA), sehingga terapi hanya dengan OAINS topikal atau steroid topikal saja tidak cukup. Pilihan utama pada keadaan ini adalah OAINS oral dengan atau tanpa kortikosteroid lokal. Pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap OAINS dapat diberikan injeksi triamcinolone subkonjungtival atau subtenon, namun tindakan ini bukan merupakan terapi utama karena ditakutkan dapat memicu terjadinya nekrosis dan perforasi sklera.[15,18]
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS):
Obat antiinflamasi nonsteroid adalah pilihan utama pada skleritis anterior noninfeksius tipe non necrotizing tanpa komplikasi iritis, keratitis perifer, atau glaukoma. Pemberian OAINS oral ini dapat dikombinasi dengan steroid topikal. Pilihan utama OAINS adalah indometasin.[19,38]
OAINS yang diberikan pada kasus skleritis dapat non selective ataupun selective cyclooxygenase inhibitors (COX inhibitors). OAINS non-selective antara lain indometasin, ibuprofen, dan flurbiprofen. Namun, pemberian OAINS secara oral pada pasien dengan gangguan gastrointestinal (GI) atau gangguan ginjal perlu hati-hati. OAINS selective seperti celecoxib dapat diberikan untuk mengurangi efek samping GI, namun memiliki risiko efek samping kardiovaskular yang lebih tinggi.[47]
Steroid:
Steroid yang digunakan pada skleritis dapat oral maupun topikal. Steroid topikal biasanya digunakan pada skleritis anterior tipe non necrotizing dikombinasi dengan OAINS, sedangkan steroid sistemik menjadi pilihan untuk skleritis posterior, necrotizing, atau anterior non-necrotizing yang berulang dengan OAINS.[18]
Pemberian prednison 1 mg/kg/hari dengan dosis maksimal 60 mg/hari pada kebanyakan pasien akan memperbaiki gejala. Setelah pasien mengalami remisi, pertimbangkan untuk melakukan tapering off perlahan (10 mg/minggu). Apabila gejala tidak membaik, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan etiologi infeksi.[5]
Steroid intravena diberikan pada keadaan dimana steroid oral tidak dapat mengontrol gejala. Methylprednisolone intravena dosis tinggi, 1 gram/hari selama 3 hari dalam dosis terbagi setiap 6-12 jam, membantu untuk remisi gejala pada skleritis berat. Pemberian ini dapat pula dikombinasi dengan agen imunosupresif.[47]
Agen Imunosupresif (Immunosuppressive Therapy/IMT):
Agen imunosupresif (Immunosuppressive Therapy/IMT) merupakan bentuk yang dipilih pada skleritis yang tidak memberikan respon terhadap pemberian steroid intravena. Namun, pada skleritis necrotizing, IMT merupakan obat pilihan utama.
Tujuan pemberian IMT adalah untuk mengontrol inflamasi. Agen imunosupresif dibagi menjadi agen non biologis dan biologis. Agen non biologis antara lain methotrexate, mycophenolate, siklosporin, atau siklofosfamid merupakan pilihan utama untuk skleritis.[2,5,37,48]
Yang paling sering digunakan pada skleritis adalah methotrexate (MTX). Methotrexate (MTX) adalah analog asam folat yang dapat berikatan dengan asam dihidrofolat, sehingga mengganggu metabolisme purin-pirimidin, dan menghambat sintesis DNA dan RNA. Pemberian MTX harus disertai dengan asam folat untuk mencegah terjadinya defisiensi asam folat dan anemia megaloblastik. Selain itu, pasien yang mengkonsumsi IMT harus dimonitor untuk melihat adanya efek samping obat, seperti supresi sumsum tulang, dan hepatotoksisitas. Pemberian methotrexate biasanya baru menunjukkan perbaikan gejala setelah 6 bulan.[2,7,48,49]
Selain methotrexate, agen non biologis lain yang juga sering digunakan adalah mycophenolate, siklosporin, atau siklofosfamid. Siklofosfamid merupakan obat pilihan utama pada Wegener granulomatosis. Apabila agen non biologis masih belum dapat memperbaiki gejala, maka agen biologis, seperti TNF inhibitor, antibodi anti CD20, dan rituximab menjadi pilihan selanjutnya.[2,45,48,50]
Skleritis Infeksius
Skleritis dengan etiologi infeksi biasanya berhubungan dengan infeksi sistemik maupun infeksi lokal. Infeksi sistemik yang sering menjadi etiologi skleritis antara lain adalah infeksi bakteri tuberkulosis dan infeksi virus herpes. Infeksi lokal seringkali terjadi pada pasien post operasi maupun pasien trauma.[14]
Pada skleritis yang terjadi akibat infeksi sistemik, pilihan obat diberikan sesuai dengan penyebabnya. Misalnya, pada tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis sesuai regimen yang diperlukan dan pada infeksi herpes diberikan acyclovir atau famcyclovir. Beberapa literatur menyarankan kombinasi dengan steroid sistemik, namun beberapa menyarankan pemberian steroid topikal untuk meredakan reaksi inflamasi pada mata.[13,15,17,21,51]
Skleritis yang terjadi karena infeksi lokal biasanya terjadi pada pasien post operasi atau trauma okuli. Mikroorganisme tersering yang berperan adalah bakteri (Pseudomonas aeruginosa) dan jamur (Aspergillus dan Nocardia).
Pada infeksi bakteri yang lokal seperti ini, agen yang diberikan adalah agen sistemik dan topikal. Kombinasi yang disarankan adalah fluoroquinolone atau sefalosporin topikal, sefalosporin atau aminoglikosida subkonjungtiva, dan fluoroquinolone atau penicillin oral. Pada keadaan ini, steroid baru boleh diberikan setelah beberapa hari mendapatkan antibiotik. Namun, pada infeksi fungal, steroid dikontraindikasikan.[15]
Surgically-induced Necrotizing Scleritis (SINS)
Penatalaksanaan pada SINS meliputi pemberian IMT, antibiotik, dan atau bedah rekonstruksi. Pada beberapa kasus, penatalaksanaan SINS cukup dengan steroid dan antibiotik sesuai kultur dengan atau tanpa operasi debridemen maupun grafting.[52]
SINS memerlukan tata laksana yang agresif, sehingga tata laksana utama adalah kortikosteroid dan agen imunosupresif, selanjutnya pasien akan menjalankan terapi rumatan untuk mempertahankan agar tidak terjadi remisi. Pada keadaan dimana terapi farmakologis yang optimal tidak dapat memperbaiki gejala, pembedahan merupakan pilihan terapi selanjutnya.[24]
Skleritis pada Anak
Skleritis posterior merupakan tipe yang tersering pada pasien anak, sehingga terapi yang dianjurkan adalah steroid topikal dan oral. Pada skleritis anterior noninfeksius tipe non-necrotizing, pemberian OAINS tetap disarankan. Pada anak yang mendapatkan efek samping hipertensi okuli dan katarak, pemberian steroid topikal dapat dihentikan dan pemberian antiglaukoma dilakukan. Pemberian steroid pada anak sama dengan orang dewasa dan perlu dilakukan tapering off secara perlahan.[22,53]
Pada keadaan skleritis yang sangat berat, pemberian IMT seperti methotrexate atau siklosporin disarankan. Pemberian ini juga dapat dikombinasi dengan steroid peroral atau intravena terutama pada kasus relaps ataupun necrotizing.[54]
Pada anak yang mengalami skleritis infeksius, pemberian terapi sesuai dengan mikroorganisme penyebabnya sangat dianjurkan, ditambah dengan pemberian prednison yang tappering off .[20]
Terapi Nonfarmakologis
Belum ada terapi nonfarmakologis yang spesifik untuk penatalaksanaan skleritis. Pasien dengan skleritis yang tidak ditata laksana dengan baik akan mengalami perburukan sampai kehilangan penglihatan. Penatalaksanaan utama pada skleritis adalah terapi sistemik, yang meliputi OAINS, steroid, dan IMT, serta antibiotik atau antivirus pada kasus infeksi.[15]
Pembedahan
Terapi pembedahan pada skleritis jarang dilakukan. Pembedahan dapat dilakukan dengan memberikan scleral graft yang didapat dari donor sklera maupun glycerin-preserved sclera. Teknik ini dilakukan pada kasus dimana terdapat uvea yang terekspos karena perforasi sklera atau untuk menyokong sklera yang mengalami penipisan tanpa adanya perbaikan dengan terapi farmakologis.
Pasien dengan skleritis infeksius yang refrakter dengan terapi antibiotik, kemungkinan besar akan membutuhkan operasi. Setelah dilakukan operasi debridemen jaringan yang nekrotik dan infeksi, dilakukan corneal patch graft, scleral patch graft, atau autologus fascia lata untuk menyokong jaringan yang didebridemen.
Tenonplasti dapat dilakukan untuk mengembalikan aliran darah pada sklera yang iskemik dengan dikombinasi scleral graft serta transplantasi membran amnion pada skleritis necrotizing yang disertai dengan iskemia jaringan sklera.[6]
Scleral grafting dengan conjunctival atau amniotic membrane graft di atasnya merupakan teknik yang efisien untuk mempertahankan struktur bola mata dan mencegah ruptur. Adanya membran amnion membantu untuk epitelisasi dan penyembuhan. Pada teknik ini, fibrin glue dapat diberikan untuk mencegah perforasi. Prosedur ini kemudian dilanjutkan dengan follow up secara rutin dan pemberian obat antiinflamasi.[55]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri