Penatalaksanaan Kanker Payudara
Penatalaksanaan kanker payudara bergantung pada ukuran lesi, sifat reseptor hormonal, penanda histologi, ada tidaknya metastasis, usia, dan pertimbangan preferensi pasien. Terapi pembedahan kanker payudara dapat berupa lumpektomi, mastektomi, dan mastektomi bilateral. Selain itu, radioterapi, kemoterapi, terapi target, maupun terapi hormonal dapat diberikan sesuai dengan karakteristik dan stadium kanker payudara.[1,4,5]
Pada pasien dengan kanker payudara metastatik yang reseptor positif reseptor hormonal dan negatif reseptor HER-2, terapi endokrin dan inhibitor CDK4/6 dapat diberikan.[5]
Pembedahan
Pembedahan tidak hanya bertujuan untuk reseksi tumor, tapi juga bermanfaat dalam penentuan klasifikasi stadium patologi tumor dan kelenjar getah bening aksila sehingga prognosis dapat dinilai. Tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk kanker payudara adalah breast conserving surgery, mastektomi radikal, serta terapi manajemen kelenjar getah bening.[1,3,5]
Setelah tindakan pembedahan, rekonstruksi payudara dan dinding dada dapat diberikan pada pasien. Terapi rekonstruksi payudara dapat diberikan segera atau ditunda bergantung pada kondisi klinis tiap pasien dan keperluan radioterapi post mastektomi.[1,5,26]
Breast Conserving Surgery (BCS)
Breast conserving surgery (BCS) atau yang juga dikenal dengan nama lumpektomi atau mastektomi parsial hanya mengangkat seluruh jaringan tumor primer dengan margin jaringan sehat di sekitarnya.
Teknik BCS umumnya banyak diminati oleh pasien dengan kanker unilateral dengan tumor berukuran <5 cm. Pada tumor yang tidak dapat teraba, lokalisasi lesi menggunakan jarum untuk biopsi eksisi dapat dilakukan preoperasi dengan panduan radiografi seperti USG atau mamografi.[1,5,27]
Mastektomi
Mastektomi merupakan tindakan pembedahan yang mengangkat seluruh jaringan payudara. Teknik mastektomi ini dapat dilakukan pada tumor primer berukuran yang lebih besar (>5 cm), tumor yang menginvasi jaringan kulit atau dinding dada, kanker multifokal, kanker payudara inflamatori, dan Penyakit Paget.[25,26]
Mastektomi simpel merupakan teknik pembedahan hanya pada jaringan payudara disertai sebagian kulit, kompleks puting dan areola. Sementara itu, mastektomi radikal dilakukan dengan mengangkat seluruh jaringan payudara disertai jaringan otot dada dan kelenjar getah bening regional.
Teknik mastektomi radikal modifikasi merupakan kombinasi dari teknik mastektomi simpel dan mastektomi radikal, di mana seluruh jaringan payudara, termasuk kulit, areola, puting, dan hampir seluruh kelenjar getah bening diangkat, akan tetapi muskulus pektoralis mayor tetap dipertahankan.[1,25,26]
Manajemen Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening regional perlu diperiksa untuk memastikan seluruh jaringan sel kanker payudara dapat diangkat. Manajemen kelenjar getah bening pada kanker payudara umumnya menggunakan teknik sentinel lymph node biopsy (SLNB) dan axillary lymph node dissection (ALND). Diseksi kelenjar getah bening aksila harus mempertimbangkan kondisi masing-masing pasien yang meliputi karakteristik tumor, usia, dan komorbiditas.[4,26]
Pada teknik SLNB, hanya sekitar 1–3 kelenjar getah bening terdekat yang diangkat. SNLB umumnya lebih diminati dalam penanganan kasus kanker payudara tanpa bukti klinis dan radiografi penyebaran ke kelenjar getah bening.[1,4,5,26]
Pada teknik ALND, sebanyak 10–40 kelenjar getah bening aksila diangkat untuk memeriksa penyebaran kanker. Teknik ini dapat dilakukan pada pasien kanker payudara dengan penyebaran >3 kelenjar getah bening atau penyebaran ekstra kelenjar getah bening.[1,4,5]
Radioterapi
Radioterapi bertujuan untuk memastikan seluruh sel kanker telah hancur serta untuk meminimalisir risiko rekurensi. Radiasi pengion bertujuan untuk memicu kerusakan ireversibel pada DNA sel kanker dan berujung pada kematian sel kanker. Jenis radioterapi yang diberikan bergantung pada terapi pembedahan sebelumnya atau kondisi klinis tiap pasien.[1,4,5]
Pada pasien yang telah menjalani breast conserving surgery dapat diberikan accelerated partial breast irradiation (APBI) atau whole breast radiation (WBRT). APBI umumnya dipertimbangkan pada pasien berusia >50 tahun, dengan tanpa penyebaran ke kelenjar getah bening, tumor positif reseptor hormonal, dan negatif mutasi gen BRCA. Pada pasien yang telah menjalani mastektomi, radioterapi diberikan jika terdapat kriteria berikut:
- Margin post mastektomi positif
- Tumor primer >5 cm
- Keterlibatan ≥4 kelenjar getah bening.
Radiasi profilaktik juga harus diberikan pada pasien dengan penyebaran ke >4 kelenjar getah bening dengan kelenjar getah bening regio aksila dan supraklavikula. Kombinasi radiasi post mastektomi dengan radiasi kelenjar getah bening regional dilaporkan dapat menurunkan secara signifikan risiko rekurensi dan mortalitas kanker payudara.[1,5]
Terapi radiasi juga dapat digunakan sebagai terapi paliatif, misalnya pada kasus kanker payudara dengan metastasis ke otak di mana agen kemoterapi memiliki efikasi yang terbatas.[1]
Kemoterapi
Kemoterapi diberikan pada pasien setelah penilaian stratifikasi risiko berdasarkan luaran kesintasan tanpa penyakit (disease free survival) dan kesintasan umum (overall survival). Stratifikasi risiko mempertimbangkan usia pasien, komorbiditas, ukuran tumor, grade tumor, jumlah kelenjar getah bening yang terlibat, serta status reseptor estrogen.[1,4,5]
Pasien dengan kanker reseptor hormonal positif yang berisiko tinggi dapat diberikan kemoterapi yang dikombinasikan dengan terapi hormonal. Seluruh pasien kanker payudara positif HER2 dengan ukuran tumor >1 cm harus diberikan kemoterapi golongan anti-HER2. Sementara pada pasien kanker payudara tipe tripel negatif dengan ukuran tumor >1 cm harus mendapat kemoterapi sistemik. Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi adjuvan maupun neoadjuvan atau diberikan sebelum pasien mendapat terapi bedah dan radiasi.[1]
Kemoterapi Adjuvan
Kemoterapi adjuvan bertujuan untuk menurunkan tingkat rekurensi dan kematian. Terapi ini juga bermanfaat untuk menangani potensi mikrometastasis atau sel kanker yang diduga telah menyebar keluar dari payudara dan kelenjar getah bening tetapi belum teridentifikasi sebagai metastasis.[1,4,28]
Kemoterapi adjuvan disarankan pada wanita dengan kanker payudara yang memiliki karakteristik prognosis yang kurang baik seperti adanya invasi pembuluh darah atau kelenjar getah bening, grade inti tumor yang tinggi, grade histologi yang tinggi, ekspresi HER-2 yang tinggi, ukuran tumor >1 cm, serta status reseptor hormon negatif.[1,4,5,29]
Berdasarkan pedoman American Society for Clinical Oncology (ASCO) tahun 2021, terdapat rekomendasi pemilihan terapi target serta kombinasi dengan kemoterapi yang optimal untuk kanker payudara dini yang meliputi:
- Pasien dengan kanker payudara HerNeu2-positif dengan penyakit invasif patologis sisa saat pembedahan setelah kemoterapi preoperasi standar dan terapi target Her2Neu harus diberikan trastuzumab emtansine adjuvan sebanyak 14 siklus, kecuali jika penyakitnya kambuh atau toksisitasnya tidak dapat dikendalikan.
- Pasien dengan kanker payudara dini positif reseptor hormonal, negatif HerNeu2, dan positif penyebaran ke kelenjar getah bening dengan risiko kekambuhan yang tinggi dan skor Ki-67 ≥20% dapat ditawarkan abemaciclib (150 mg dua kali sehari) ditambah terapi hormonal.
- Pasien dengan kanker payudara dini yang telah direseksi, positif reseptor hormonal, negatif Her2Neu, dan positif penyebaran ke kelenjar getah bening serta berisiko tinggi kambuh dapat ditawarkan abemaciclib selama dua tahun ditambah terapi hormonal selama ≥5 tahun.
Risiko tinggi didefinisikan sebagai memiliki > 4 kelenjar getah bening aksila positif, atau memiliki 1-3 kelenjar getah bening aksila positif dan satu atau lebih ciri-ciri berikut: penyakit derajat histologis 3, ukuran tumor >5 cm, atau indeks Ki-67 >20%.[29]
Kombinasi Regimen Kemoterapi Adjuvan
Pemilihan regimen kemoterapi adjuvan kombinasi disesuaikan dengan karakteristik dan stadium kanker payudara masing-masing pasien. Regimen kemoterapi bisa menggunakan obat seperti 5-fluorouracil, doxorubicin, siklofosfamid, dan docetaxel.[29]
Tabel 1. Pilihan Regimen Kemoterapi Adjuvan pada Kanker Payudara
Regimen / Obat | Dosis | Frekuensi | Siklus |
FAC | |||
5-Fluorouracil (5-FU) | 600 mg/m² IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
Doxorubicin (Adriamycin) | 60 mg/m² IV hari 1 | ||
Siklofosfamid | 600 mg/m² IV hari 1 | ||
FAC (Regimen Alternatif) | |||
5-Fluorouracil (5-FU) | 500 mg/m² IV hari 1 dan 8 | Setiap 28 hari | 6 |
Doxorubicin (Adriamycin) | 30 mg/m² IV hari 1 dan 8 | ||
Siklofosfamid | 100 mg/m² PO hari 1–14 | ||
FEC100 | |||
5-FU | 500 mg/m² IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Epirubicin | 100 mg/m² IV hari 1 | ||
Siklofosfamid | 500 mg/m² IV hari 1 | ||
AC | |||
Doxorubicin | 60 mg/m² IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
Siklofosfamid | 600 mg/m² IV hari 1 | ||
TAC | |||
Docetaxel | 75 mg/m² IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Doxorubicin | 50 mg/m² IV hari 1 | ||
Siklofosfamid | 500 mg/m² IV hari 1 | ||
AC diikuti T (Regimen Konvensional) | |||
Doxorubicin | 60 mg/m² IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
Siklofosfamid | 600 mg/m² IV hari 1 | ||
Setelah regimen tersebut selesai, lanjutkan dengan: | |||
Paclitaxel | 175 mg/m² IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
AC diikuti T (Regimen Dose-Dense) | |||
Doxorubicin | 60 mg/m² IV hari 1 | Setiap 14 hari | 4 |
Siklofosfamid | 600 mg/m² IV hari 1 | ||
Setelah siklus selesai, lanjutkan dengan: | |||
Paclitaxel | 175 mg/m² IV hari 1 | Setiap 14 hari | 4 |
AC diikuti T (Regimen Metronomik) | |||
Doxorubicin | 20 mg/m² IV hari 1 | Setiap minggu | 12 |
Siklofosfamid | 50 mg/m² PO setiap hari | ||
Setelah siklus selesai, lanjutkan dengan | |||
Paclitaxel | 80 mg/m² IV hari 1 | Setiap minggu | 12 |
CMF (Regimen Bonadonna) | |||
Siklofosfamid | 100 mg/m² PO hari 1–14 | Setiap 28 hari | 6 |
Methotrexate | 40 mg/m² IV hari 1 dan 8 | ||
5-FU | 600 mg/m² IV hari 1 dan 8 | ||
CMF (Regimen metronomik) | |||
Siklofosfamid | 50 mg/m² PO hari 1–7 | Setiap minggu | 24 |
Methotrexate | 15 mg/m² IV | ||
5-FU | 300 mg/m² IV | ||
TC | |||
Docetaxel | 75 mg/m² IV hari 1 | Setiap 21 hari | 4 |
Siklofosfamid | 600/m² IV hari 1 |
Sumber: dr. Dizi Bellari Putri, Alomedika, 2024.
Pemberian antibodi monoklonal HER2, trastuzumab, terbukti dapat meningkatkan prognosis secara signifikan. Regimen kemoterapi kombinasi pada pasien dengan kanker payudara positif HER-2/neu meliputi doxorubicin, siklofosfamid, paclitaxel, dan trastuzumab.[29]
Tabel 2. Regimen Kemoterapi Kombinasi Pada Pasien Positif HER-2/neu
Regimen / Obat | Dosis | Frekuensi | Siklus |
AC diikuti T+H | |||
Doxorubicin | 20 mg/m² IV hari 1 | Setiap minggu | 12 |
Siklofosfamid | 50 mg/m² PO setiap hari | ||
Setelah siklus selesai, lanjutkan dengan | |||
Paclitaxel | 80 mg/m² IV hari 1 | Setiap minggu | 12 |
Trastuzumab | 4 mg/kg IV load, lalu 2 mg/kg hari 1 | ||
Setelah siklus selesai, lanjutkan dengan | |||
Paclitaxel | 6 mg/kg IV | Setiap 21 minggu | 14 |
TCH | |||
Docetaxel | 75 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Carboplatin | AUC*6 IV hari 1 | ||
Trastuzumab | 8 mg/kg loading dose IV lalu 6 mg/kg/minggu x 18 lalu 6 mg/kg setiap 3 minggu x 12 | ||
TCH-P | |||
Docetaxel | 75 mg/m2 IV hari 1 | Setiap 21 hari | 6 |
Carboplatin | AUC*6 IV hari 1 | ||
Trastuzumab | 8 mg/kg loading dose IV lalu 6 mg/kg | 17 | |
Pertuzumab | 840 mg loading dose IV lalu 420 mg untuk dosis berikutnya | 6 |
Sumber: dr. Dizi Bellari Putri, Alomedika, 2024
Kemoterapi Neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan dapat diberikan pada pasien kanker payudara stadium lanjut untuk memperkecil volume tumor sebelum terapi bedah definitif dilakukan. Pada pasien yang menunjukkan respon patologik komplit, kemoterapi neoadjuvan berhubungan dengan peningkatan keberhasilan breast conserving surgery dibandingkan kemoterapi adjuvan. Regimen kemoterapi adjuvan dapat dipakai pada kemoterapi neoadjuvan mengingat manfaat yang diberikan relatif sama.[1,5,28]
Terapi Biologis
Terapi biologis atau terapi target dapat diberikan sebagai terapi neoadjuvan atau adjuvan kanker payudara. Kombinasi pemberian kemoterapi sitotoksik dengan terapi target dilaporkan memberikan manfaat lebih dalam penanganan kanker payudara metastatik.[1,4,5,28]
Terapi target umumnya diberikan pada pasien kanker payudara positif HER-2, dengan obat-obatan yang sering diberikan meliputi trastuzumab, pertuzumab, lapatinib, dan neratinib. Trastuzumab merupakan antibodi monoklonal terhadap HER-2/neu yang menekan efek HER-2/neu terhadap progresivitas kanker payudara.
Saat ini, trastuzumab digunakan sebagai terapi adjuvan pada pasien kanker payudara dengan HER-2/neu positif, kanker payudara metastatik, atau pada pasien kanker payudara risiko tinggi tanpa penyebaran kelenjar getah bening. Trastuzumab sebaiknya tidak digunakan bersama dengan antrasiklin karena peningkatan risiko disfungsi jantung yang serius.[30]
Pada pasien wanita premenopause dengan kanker payudara luminal, negatif HER-2, pemberian mTOR inhibitor seperti everolimus dapat dikombinasikan dengan exemestane. Sementara itu, pasien premenopause dengan tipe kanker payudara tersebut dapat diberikan inhibitor CDK 4/6 yang dikombinasikan dengan terapi hormonal.[4,5,28]
Terapi Hormonal
Terapi hormonal ditujukan pada pasien dengan kanker payudara positif reseptor hormon (estrogen dan/atau progesteron) tanpa gejala sistemik dan komorbiditas berat seperti metastasis masif ke hati. American Society of Clinical Oncology (ASCO) merekomendasikan terapi hormonal sebagai lini pertama penanganan kanker payudara metastatik positif reseptor estrogen, kecuali pada pasien dengan penyakit berat yang mengancam jiwa atau terdapat kekhawatiran akan resistensi sistemik.[1,5]
Terapi hormonal yang dapat digunakan untuk blokade reseptor estrogen meliputi golongan selective estrogen receptor modulators (SERMs) seperti tamoxifen, golongan selective estrogen receptor degraders (SERDs) seperti fulvestrant, serta inhibitor aromatase seperti letrozolem, anastrozole, dan exemestane.[1,5,28]
Tamoxifen
Tamoxifen bekerja dengan mengikat reseptor estrogen di sitosol dan menghambat masuknya estrogen oleh jaringan payudara. Tamoxifen bermanfaat sebagai terapi adjuvan setelah pasien menerima terapi bedah dan radiasi. Tamoxifen patut dipertimbangkan pada wanita dengan ductal carcinoma in situ (DCIS) dengan ER+ untuk menurunkan risiko rekurensi pasca breast conserving surgery dan menurunkan risiko kanker payudara invasif.[5,31]
Inhibitor Aromatase
Setelah menopause, estrogen dibentuk terutama oleh jaringan lemak dengan bantuan enzim aromatase. Mekanisme ini mendasari penggunaan inhibitor aromatase pada kelompok populasi pasien kanker payudara pasca menopause.[32]
Inhibitor aromatase merupakan terapi adjuvan lini pertama pada wanita dengan kanker payudara pasca menopause atau lini kedua pasca terapi tamoxifen adjuvan. Penggunaan inhibitor aromatase generasi ketiga seperti anastrozole dan letrozole menurunkan tingkat rekurensi lokal dan jauh kanker payudara.[32]
Terapi Supresi Ovarium
Terapi ini bertujuan menginduksi menopause yang reversibel dengan penghentian sementara produksi estrogen oleh ovarium pada wanita premenopause dengan pemberian agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH). Penggunaan agonis GnRH merupakan alternatif kemoterapi adjuvan pada wanita dengan kanker payudara positif reseptor hormon stadium awal, berusia <40 tahun, yang terseleksi dan tanpa karakteristik kanker payudara risiko tinggi.[4,28,33]
Terapi Paliatif
Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien melalui layanan psikososial, rehabilitasi, dan upaya untuk mengurangi efek samping seperti nyeri, dispnea, dan ansietas.[1,34]
Terapi Paliatif Nyeri
Analgesik opioid seperti morfin bisa diberikan dengan dosis titrasi untuk menyeimbangkan efek analgesia dan efek samping seperti kebingungan, mual, gatal, atau sembelit. Jika nyeri merupakan nyeri neuropatik, dokter bisa memberikan antikonvulsan seperti diazepam dan lorazepam.[34]
Terapi Paliatif Dispnea
Terapi paliatif dispnea bisa berupa terapi farmakologis maupun nonfarmakologis. Contohnya adalah mendudukkan pasien dengan posisi tegak, melakukan drainase bila terjadi efusi perikardial, memberikan oksigen lewat face mask, atau memberikan opioid yang sesuai.[34,35]
Terapi Paliatif Ansietas
Benzodiazepin short-acting seperti lorazepam atau alprazolam dapat diberikan bila perlu. Benzodiazepin long-acting seperti diazepam biasanya disediakan untuk pasien yang mengalami kegagalan dosis akhir. Midazolam berguna untuk mengendalikan kecemasan dan agitasi pada fase terminal penyakit. Intervensi nonfarmakologis termasuk psikoterapi suportif dan intervensi perilaku juga dapat dipertimbangkan.[34,35]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita Sp.PK