Pendahuluan Achondroplasia
Achondroplasia adalah kelainan mutasi genetik fibroblast growth factor receptor 3 (FGFR3) dimana orang dengan achondroplasia memiliki karakteristik khusus, seperti perawakan pendek dengan pemendekan tungkai rhizomelic, makrosefali, frontal bossing, dan retrusi midface.
Achondroplasia adalah kondisi displasia skeletal yang diderita oleh kurang lebih 250.000 pasien di seluruh dunia. Meski penyakit achondroplasia dikenal sebagai penyakit turunan secara autosomal dominan, 80% kasus penyakit ini terjadi secara sporadik/de novo.
Mutasi pada gen FGFR3 mengganggu formasi tulang endokondral, menyebabkan restriksi pertumbuhan, pemendekan tulang, dan anomali skeletal lain. Hipotonia dan gangguan pertumbuhan motorik sering kali terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan [1,2]
Karakteristik khas dengan gambaran radiologi dan uji molekular dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pada prenatal dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Komplikasi achondroplasia dapat melibatkan berbagai sistem organ tetapi komplikasi kompresi medulla servikal merupakan kondisi yang paling sering ditemukan. Selain itu, beberapa komplikasi lainnya, seperti stenosis spinal, otitis media rekuren, obstructive sleep apnea, dan obesitas juga sering terjadi pada pasien achondroplasia.[1,3]
Penatalaksanaan achondroplasia memiliki tujuan dalam mengobati dan mencegah komplikasi, serta memaksimalkan kapasitas fungsional pasien. Terapi hormon pertumbuhan dan c-type natriuretic peptide telah dilaporkan dapat mengobati gangguan pertumbuhan pada pasien.
Pembedahan dapat diperlukan pada beberapa kondisi dengan komplikasi cukup berat, seperti keadaan kifosis dan stenosis spinalis. Selain itu, konsultasi medis secara berkala ke berbagai multidisiplin disarankan untuk pemantauan progresi penyakit dan komplikasi.[2,4]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja