Epidemiologi Fraktur Terbuka
Data epidemiologi menunjukkan bahwa angka kejadian fraktur terbuka bervariasi di seluruh dunia dengan rentang 2,6% hingga 23,5% dari seluruh kasus fraktur. Selan itu, fraktur terbuka juga bertanggung jawab terhadap beban ekonomi akibat tingginya biaya pengobatan dan pemulihan kualitas hidup pasien serta hilangnya kapasitas produktivitas pasien.[3]
Global
Secara global, laporan sebuah studi epidemiologi menunjukkan bahwa insidensi fraktur terbuka mencapai 30,7 per 100.000 orang per tahun. Angka prevalensi fraktur terbuka sangat bervariasi di tiap wilayah dengan rentang 2,6% hingga 23,5% dari seluruh kasus fraktur.
Di Amerika Serikat, diperkirakan 3% dari kejadian fraktur merupakan kasus fraktur terbuka. Sebuah studi longitudinal di Inggris menunjukkan angka insidensi 6,94 per 100.000 orang-tahun pada tahun 2012 hingga 2019.[1-4]
Penyebab tersering fraktur terbuka adalah cedera energi tinggi, seperti akibat kecelakaan kendaraan. WHO menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas bertanggung jawab terhadap kematian 1,19 juta orang di dunia tiap tahunnya. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian pada anak dan dewasa muda dengan rentang usia 5-29 tahun. Dua pertiga kejadian kecelakaan lalu lintas terjadi pada rentang usia produktif yaitu 18-59 tahun.[2]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi spesifik untuk fraktur terbuka di Indonesia. Meski demikian, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional Republik Indonesia tahun 2018, angka kejadian fraktur nasional mencapai 5,5%. Angka kejadian tertinggi didapatkan pada lansia >75 tahun yang mencapai 14,5%.[5]
Mortalitas
Mortalitas akibat fraktur terbuka pada suatu penelitian mencapai angka 2% pada seluruh rentang usia dan mencapai 11,3% pada usia lebih dari 65 tahun. Sebab kematian tertinggi pada pasien lansia yaitu adanya penyakit komorbid seperti gangguan kardiovaskular dan respirasi. Sementara itu, pada pasien dengan usia antara 15-39 tahun, kemungkinan kesintasan diperburuk dengan sebab eksternal seperti mekanisme kecelakaan, bunuh diri, atau keracunan.[6]
Penulisan pertama oleh: dr. Karina Sutanto