Epidemiologi Chlamydia
Data epidemiologi menunjukkan bahwa chlamydia merupakan penyakit infeksi menular seksual yang paling sering ditemukan di seluruh dunia. Chlamydia lebih banyak terjadi pada pasien berusia di bawah 25 tahun dan aktif secara seksual.
Global
Infeksi Chlamydia trachomatis pada saluran genital diperkirakan menyebabkan 127 juta kasus baru di seluruh dunia pada tahun 2016.[1]
Menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2018, terdapat sebanyak 4 juta kasus infeksi chlamydia di Amerika Serikat. Chlamydia merupakan jenis penyakit infeksi menular seksual (IMS) akibat bakteri yang paling sering dilaporkan di Amerika Serikat.
Kasus chlamydia paling sering ditemukan pada dewasa muda. Dua pertiga dari kasus infeksi baru terjadi di kalangan remaja dengan rentang usia 15-24 tahun pada wanita, dan 20-24 tahun pada pria.[5,6]
Indonesia
Data mengenai epidemiologi chlamydia di Indonesia masih sangat sulit ditemukan. Berdasarkan laporan survey terpadu biologis dan perilaku (STBP) di beberapa kota di Indonesia pada tahun 2007, 2011, dan 2015, jumlah prevalensi penyakit infeksi menular seksual seperti HIV, gonorrhea, chlamydia, dan sifilis masih cukup tinggi dibandingkan dengan target pengendalian IMS di Indonesia. Angka prevalensi tertinggi yakni pada populasi LSL (lelaki berhubungan seksual dengan lelaki), wanita penjaja seks komersial langsung (WPSL), dan waria.[7]
Terdapat sebuah penelitian potong lintang yang dilakukan di 3 kota yakni Tangerang, Pekanbaru, dan Bandung pada wanita hamil di tahun 2016. Studi ini menunjukkan bahwa prevalensi kasus klamidiasis pada responden penelitian yakni 48% kasus di Tangerang, 56% di Pekanbaru, dan 5% di Bandung.[8]
Mortalitas
Chlamydia tidak menyebabkan kematian secara langsung pada penderitanya. Namun komplikasi dari infeksi chlamydia bisa menyebabkan salpingitis, abses tuboovarium, hingga kehamilan ektopik yang bisa menyebabkan kematian.[1]
Direvisi oleh: dr. Abi Noya