Diagnosis Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Diagnosis methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) perlu dicurigai pada pasien yang mengalami infeksi dan telah mendapat terapi adekuat untuk methicillin-susceptible S. aureus (MSSA), namun tidak kunjung menunjukkan perbaikan klinis. Konfirmasi diagnosis MRSA dapat dilakukan dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) Assay dan kultur.[3,13,14]
Anamnesis
MRSA dapat menyebabkan infeksi spesifik organ, sehingga keluhan pasien dapat berbeda berdasarkan sistem organ yang mengalami infeksi. Sebagian besar pasien infeksi MRSA akan mengeluhkan gejala infeksi pada umumnya, seperti demam, meriang, menggigil, lemas, mual, dan muntah.
Anamnesis secara umum juga perlu menanyakan faktor risiko infeksi MRSA pada pasien, seperti riwayat rawat inap, tindakan invasif, maupun kontak dengan pasien atau hewan ternak yang terkontaminasi. Pada keadaan dimana sumber bakteremia tidak jelas, anamnesis dilakukan untuk mengidentifikasi tempat masuk infeksi yang potensial, termasuk infeksi kulit atau jaringan lunak baru-baru ini dan keberadaan perangkat prostetik yang menetap.[16]
Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak
Infeksi kulit dan jaringan lunak merupakan penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi MRSA. Infeksi kulit dan jaringan lunak akibat MRSA dapat berupa selulitis, necrotizing fasciitis, dan ulkus. Pasien dapat datang dengan keluhan ruam, luka, maupun benjolan pada kulit yang dapat disertai gatal atau nyeri dan gejala infeksi, seperti demam dan menggigil.
Infeksi Tulang dan Sendi
MRSA dapat menyebabkan infeksi pada tulang dan sendi, seperti osteomyelitis pada tulang belakang, tulang panjang ekstremitas atas dan bawah, serta arthritis septik pada sendi, termasuk sendi prostetik. Pasien dapat datang dengan keluhan tulang dan sendi, seperti nyeri, bengkak dan kemerahan pada sendi, hingga keterbatasan ruang gerak sendi.
Pneumonia
MRSA merupakan penyebab tersering kasus hospital-acquired pneumonia dan ventilator-associated pneumonia. Pasien dapat mengalami gejala respiratorik, seperti batuk berdarah, pilek, maupun sesak napas. Pasien juga dapat datang dengan penurunan kesadaran bila mengalami syok sepsis.
Endokarditis
MRSA merupakan penyebab penting endokarditis bakterial, di mana morbiditas dan mortalitas endokarditis akibat infeksi MRSA lebih tinggi dibandingkan patogen lain. Anamnesis mengenai endokarditis bakterial dapat berupa keluhan seperti nyeri dada maupun jantung berdebar dengan gejala infeksi, serta riwayat tindakan operatif, termasuk penggunaan katup prostetik.[2-4,7,14]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bergantung pada sistem organ yang terlibat. Secara umum, pada pasien akan ditemukan tanda infeksi, berupa peningkatan suhu tubuh, takikardia, maupun takipnea,
Pada infeksi kulit dan jaringan lunak akibat MRSA, pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya ruam kemerahan hingga ulkus. Pada infeksi tulang dan sendi akibat MRSA, dapat ditemukan adanya deformitas berupa benjolan pada sendi dengan tanda peradangan seperti kemerahan dan adanya panas, serta adanya penurunan ruang gerak sendi.
Pada pneumonia akibat MRSA, dapat ditemukan adanya suara napas tambahan pada auskultasi, seperti ronkhi dan wheezing. Sedangkan pada endokarditis akibat MRSA, pemeriksaan fisik dapat menemukan gejala endokarditis pada umumnya, seperti murmur, gallop, pericardial dan pleural friction rub dari auskultasi jantung.[2,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding infeksi MRSA, antara lain infeksi methicillin-susceptible S. aureus (MSSA), bakteremia, penyakit Kawasaki,infeksi parvovirus B18, dan juvenile idiopathic arthritis.
Infeksi Methicillin-susceptible S. aureus (MSSA)
Infeksi akibat methicillin-susceptible S. aureus (MSSA) memiliki tanda dan gejala serupa dengan infeksi MRSA. Infeksi MSSA dapat dibedakan dari infeksi MRSA dari tidak ditemukannya resistensi pada kultur isolat S. aureus.
Bakteremia Disebabkan oleh Patogen Lain
Bakteremia dapat disebabkan oleh patogen lain selain S. aureus, seperti Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Salmonella spp, Neisseria meningitidis, dan Staphylococcus aureus. Bakteremia akibat patogen lain dan infeksi MRSA memiliki tanda dan gejala infeksi yang serupa, namun dapat dibedakan dari hasil pemeriksaan penunjang kultur darah.
Penyakit Kawasaki
Penyakit Kawasaki merupakan penyakit febris akut yang ditandai oleh adanya vaskulitis pada arteri. Penyakit Kawasaki dapat menyebabkan gejala serupa infeksi MRSA, seperti demam, ruam, dan gejala pada ekstremitas. Keduanya dapat dibedakan dari pemeriksaan kultur darah yang tidak menunjukkan keberadaan isolat MRSA.
Juvenile Idiopathic Arthritis
Juvenile Idiopathic Arthritis merupakan penyakit reumatologi kronik yang paling sering terjadi pada anak. Penyakit ini dapat menyebabkan keluhan yang serupa dengan infeksi MRSA, seperti demam, ruam kulit, dan adanya gangguan pada sendi. Juvenile Idiopathic Arthritis dapat dibedakan dari infeksi MRSA dari pemeriksaan penunjang Antinuclear antibody (ANA), Rheumatoid factor (RF), anti–cyclic citrullinated peptide (CCP) antibody, serta kultur darah yang tidak menunjukkan keberadaan isolat MRSA.
Infeksi Parvovirus B19 (B19V)
Infeksi akibat Parvovirus B19 (B19V) dapat menyebabkan gejala serupa dengan infeksi MRSA, seperti demam disertai gejala pernapasan dan sendi. Infeksi B19V dapat dibedakan dari infeksi MRSA dari pemeriksaan kultur darah yang tidak menunjukkan keberadaan isolat MRSA.[2,3,12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada infeksi MRSA utamanya bertujuan untuk menemukan isolat S.aureus yang resisten methicillin.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan darah maupun pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan darah lengkap perlu dilakukan pada kecurigaan terhadap terjadinya infeksi MRSA. Kadar leukosit, C-reactive protein (CRP), dan laju endap darah (LED) dapat ditemukan mengalami peningkatan.
Deteksi MRSA dengan menggunakan DNA polymerase chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang dapat menjadi dasar diagnosis bila hasil pemeriksaan kultur tidak dapat disimpulkan.
Pemeriksaan kultur dapat mengonfirmasi diagnosis MRSA. Sampel dapat diambil dari darah, sputum, urine, atau kerokan kulit. Pemeriksaan kultur tidak boleh menyebabkan penundaan tata laksana terhadap pasien. Kultur darah perlu diambil setiap 24 hingga 48 jam sampai bersihan ditunjukkan.[2,3,12,20]
Pencitraan
Jenis pemeriksaan pencitraan yang dilakukan bergantung pada sistem organ yang terdampak infeksi MRSA. Ultrasonography (USG) dapat digunakan untuk menentukan bagian kulit atau jaringan lunak yang menjadi fokus infeksi, sehingga tindakan drainase dapat dilakukan. Semua pasien dengan bakteremia S. aureus perlu menjalani echocardiography untuk mengevaluasi adanya endokarditis.
Pemeriksaan pencitraan seperti rontgen dan CT scan juga diperlukan pada kasus pneumonia maupun endokarditis akibat MRSA. Pencitraan radiologi dengan rontgen dan CT scan dapat menunjukkan adanya infiltrat, efusi pleura, hingga kardiomegali.
Pencitraan dengan MRI diperlukan pada kasus infeksi MRSA pada tulang dan sendi.[2,3,12]