Epidemiologi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Data epidemiologi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) memperkirakan bahwa sebagian besar rumah sakit di Asia endemik MRSA. Diperkirakan bahwa proporsi MRSA bervariasi, yaitu sebesar 28% di Hong Kong dan Indonesia hingga >70% di Korea.[23]
Global
Data epidemiologi penyebaran MRSA secara global sangat bervariasi. Di Eropa Utara, terutama negara-negara Skandinavia, seperti Belanda, Norwegia, Swedia, dan Denmark, kurang dari 5% dari isolat S. aureus dari pasien bersifat resisten terhadap methicillin. Namun, pada negara daerah selatan Eropa, seperti Portugis, Spanyol, Italia, dan Yunani, S. aureus yang bersifat resisten terhadap methicillin mencapai angka 25% sampai 50%.
Perbedaan angka ini diduga disebabkan oleh perbedaan tata cara kontrol terhadap infeksi dan penggunaan antibiotik. Angka infeksi MRSA, terutama health care-associated MRSA (HA-MRSA), di Eropa sendiri cenderung menurun seiring dengan perkembangan pengetahuan terhadap infeksi dan penggunaan antibiotik. Namun, terdapat peningkatan penularan MRSA dari hewan ternak penghasil makanan, seperti babi, sapi, dan unggas di Eropa.
Di Amerika Serikat, sekitar 53% dari isolat S. aureus bersifat resisten terhadap methicillin. MRSA merupakan bakteri utama penyebab infeksi kulit dan jaringan lunak di negara ini. Seperti pada negara di Eropa, angka infeksi MRSA, terutama HA-MRSA, juga mengalami tren penurunan yang diduga disebabkan oleh perubahan standar prosedur rumah sakit, seperti penapisan, pencegahan kontak, promosi kebersihan tangan, dan perubahan budaya perilaku.
MRSA merupakan infeksi endemik di negara-negara Asia, di mana prevalensi infeksi MRSA merupakan yang tertinggi di dunia, sekitar 50% kasus infeksi oleh S.aureus. Namun data hanya tersedia pada negara berpenghasilan tinggi, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Jepang dan Korea Selatan merupakan negara dengan prevalensi MRSA yang tinggi, di mana lebih dari 70% S. aureus yang diisolasi dari pasien bersifat resisten terhadap methicillin.[2,6-8]
Indonesia
Tidak ada data nasional yang khusus membahas mengenai epidemiologi infeksi MRSA di Indonesia. Sebuah studi dilakukan oleh Erikawati, et al untuk mengetahui prevalensi MRSA pada isolat S. aureus dari pasien di RSUD dr. Saiful Anwar Malang, Jawa Timur. Studi ini meneliti 772 isolat S. aureus dari berbagai spesimen, seperti darah, pus, sputum, dan urine. Studi ini menemukan bahwa terdapat 38,2% dari isolat S. aureus merupakan MRSA.[10]
Studi lain juga dilakukan oleh Nuryah, et al untuk mengetahui prevalensi MRSA pada pasien yang terinfeksi S. aureus di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Jawa Tengah. Studi dilakukan terhadap rekam medis pasien selama 4 tahun. Studi ini menemukan prevalensi MRSA yang terus meningkat dalam 4 tahun penelitian, di mana pada akhir penelitian, didapatkan prevalensi MRSA di rumah sakit tersebut pada angka 12,94%.[11]
Mortalitas
Angka mortalitas pasien MRSA bervariasi pada 5–60% dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jenis kelamin perempuan, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil kultur darah, keberadaan alat prostetik, dan adanya komplikasi neurologis serta jantung.[3,6,8]
Sebuah studi retrospektif dilakukan oleh Horváth, et al untuk mengetahui karakteristik infeksi MRSA dan MSSA di sebuah rumah sakit tersier di Hungaria. Subjek penelitian merupakan 306 isolat S. aureus, baik MRSA maupun MSSA. Mortalitas 30 hari seluruh penyebab infeksi MRSA didapatkan lebih tinggi (39,9%) bila dibandingkan dengan infeksi MSSA (30,7%).[12]