Diagnosis Schistosomiasis
Gold standard diagnosis schistosomiasis adalah ditemukannya telur Schistosoma pada spesimen fekal atau urin. Schistosomiasis perlu dicurigai pada pasien dengan gejala abdominal dan urogenital, disertai riwayat berkunjung ke daerah endemis.[6]
Anamnesis
Pasien schistosomiasis akan mengalami keluhan abdominal dan urogenital. Gejala bersifat nonspesifik seperti demam, malaise, myalgia, batuk nonproduktif, diare, dan hematuria.
Schistosomiasis yang paling sering adalah schistosomiasis intestinal, ditandai dengan keluhan buang air besar cair berulang yang disertai adanya darah. Keluhan urogenital yang sering timbul adalah buang air kecil berdarah.
Pada wanita, keluhan genital lebih muncul, yaitu terjadi lesi genital, perdarahan pervaginam, dan nyeri saat hubungan seksual. Sedangkan pada laki–laki dapat ditemukan hematospermia. Walaupun jarang, keluhan inkontinensia urine atau alvi juga dapat terjadi.[6,9,13,14]
Pada sistem respirasi, pasien dengan schistosomiasis dapat mengeluh sesak, batuk berdarah atau produktif, dan nyeri dada nonkardiogenik. Keluhan pada kulit seperti gatal, kemerahan, dan erupsi makulopapular yang dikenal dengan cercarial dermatitis atau swimmer's itch juga dapat ditemukan.
Keluhan pada kulit seringkali ditemukan pada pasien dewasa berupa pruritus dan erupsi kulit, sedangkan keluhan BAK berdarah, nyeri abdomen, dan hepatomegali banyak ditemukan pada anak–anak.[13,14]
Pada pasien dengan sindrom Katayama, dapat mengeluh demam, nyeri sendi, dan keluhan vaskulitis kutan, sesak, penurunan berat badan, dan nyeri perut. Kumpulan keluhan ini biasanya muncul 3–8 minggu setelah kontak dengan parasit dan membaik dalam 2–10 minggu. Akan tetapi, pada beberapa kasus dapat menjadi persisten dengan tanda penurunan berat badan, sesak, diare, dan nyeri abdomen.[14]
Di Indonesia, daerah endemis ada di Provinsi Sulawesi Tengah, tepatnya di Dataran Tinggi Napu, Bodo, dan Lindu Kabupaten Poso dan Sigi. Pasien perlu ditanyakan mengenai riwayat kontak dengan danau atau sungai, misalnya mandi di sungai, serta menyeberangi danau atau sungai.[6,9,14]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan demam, malaise, nyeri perut disertai hepatomegali dan splenomegali. Pada kondisi penyakit yang lebih berat, dapat ditemukan cairan bebas di abdomen.[6]
Schistosomiasis dapat meliputi sistem urogenital, gastrointestinal, kulit, sistem saraf pusat, dan sindrom Katayama.
Sindrom Katayama
Keadaan ini biasanya muncul 3–8 minggu setelah kontak dengan parasit. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam, vaskulitis kutaneus seperti papul dan plak merah kecoklatan. Lesi ini dapat sembuh spontan dalam 2–10 minggu.
Sindrom Katayama dapat persisten dengan pemeriksaan fisik ditemukan penurunan berat badan, sesak, tanda dehidrasi karena diare, dan hepatosplenomegali.[14]
Sistem Integumen
Lesi dari gejala akut biasanya muncul pada sistem integumen dengan memberikan gambaran hipersensitivitas yang diinduksi cercariae. Gambaran klinis meliputi 2 gambaran, yaitu swimmer’s itch atau cercarial dermatitis dan demam atau sindrom Katayama.
Penetrasi cercarial hanya memerlukan waktu 1–5 menit, di mana selanjutnya akan menyebabkan lesi kulit seperti gambaran inflamasi lokal, yaitu eritema dan erupsi makulopapular. Ruam kemerahan pada kulit juga dapat muncul pada seluruh tubuh.[14]
Sistem Respirasi
Schistosoma dapat mencapai jaringan paru dalam 3–8 minggu setelah penetrasi parasit dengan pemeriksaan fisik yang bermakna adalah peningkatan laju napas, gambaran bronkospasme, hemoptisis, dan wheezing.[14]
Sistem Saraf Pusat
Manifestasi pada sistem saraf pusat (SSP) jarang ditemukan, tetapi dapat terjadi pada infeksi kronik. Pemeriksaan SSP dapat menunjukkan defisit neurologis fokal, kejang maupun epilepsi, flaccid, paraplegia akut, sampai gangguan sensorik dan inkontinensia.[14]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding schistosomiasis cukup luas karena gejala bisa sangat tidak spesifik.
Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis akut memiliki gejala utama buang air besar cair >3 kali dalam satu hari dengan atau tanpa darah. Pada gastroenteritis akut bakterial atau disentri, dapat ditemukan adanya bakteri pada pemeriksaan analisis feses.[13]
Batu Ginjal
Batu ginjal ditandai dengan nyeri perut yang kolik dan bisa disertai hematuria. Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan kristal pada urin, dan batu bisa terlihat pada USG ginjal.[13]
Pemeriksaan Penunjang
Baku emas penegakkan diagnosis schistosomiasis adalah pemeriksaan mikroskopik. Diagnosis ditegakkan dengan adanya telur Schistosoma pada feses atau urin. Pemeriksaan feses dilakukan dengan teknik pewarnaan methylene blue pada gliserin atau preparat kaca. Teknik ini disebut teknik Kato–Katz.[6,10]
Pada urin dapat dilakukan pemeriksaan filtrasi dengan saringan nylon dan polikarbonat dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
- Telur Schistosoma mansoni besar, dengan ukuran panjang 114–180 µm dan lebar 45–70 µm. Telur memiliki spina lateral menonjol yang posisinya dekat ujung posterior. Ujung anterior berbentuk mendatar dan sedikit melengkung. Ketika diekskresikan ke feses, telur mengandung miracidium matur
- Telur Schistosoma haematobium besar, dengan ukuran panjang 110–170 µm dan lebar 40–70 µm. Spina terminal menyolok. Telur mengandung miracidium matur ketika diekskresikan di urine
- Telur Schistosoma japonicum besar dan berbentuk lebih bulat dibandingkan spesies lain. Ukuran panjangnya 70–100 µm dan lebar 55–64 µm. Spina lebih kecil dan lebih tidak mencolok dibandingkan spesies lain. Telur ditemukan di feses[6,10]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli