Pendahuluan Depresi Postpartum
Depresi postpartum adalah kondisi depresi berat yang terjadi pada 4‒6 minggu setelah melahirkan, bahkan dapat terjadi hingga 1 tahun setelah melahirkan. Depresi postpartum berbeda dengan kondisi baby blues.[1,2]
Pada kondisi baby blues, perasaan sedih dan tearfulness ibu akan berkurang selama 2 minggu pertama setelah melahirkan. Kondisi ini bersifat sementara dan dapat menghilang dengan sendirinya. Sementara itu, depresi postpartum menyebabkan gangguan fungsional ibu yang signifikan, sehingga membutuhkan terapi yang lebih agresif agar tidak menjadi parah, seperti psikosis, depresi, mania, atau pikiran untuk melakukan bunuh diri maupun membunuh bayinya.[1-3]
Etiologi depresi postpartum masih belum diketahui. Pasca melahirkan, ibu yang mengalami depresi postpartum akan mengalami gangguan tidur, mood swings, gangguan nafsu makan, takut sesuatu terjadi pada bayinya, merasa sedih, dan mudah menangis, ragu-ragu, sulit berkonsentrasi, tidak mau beraktivitas, dan bahkan bisa muncul pikiran bunuh diri.[1]
Gejala-gejala ini bisa mengancam bukan hanya pada ibu, tapi juga kesehatan keluarga. Oleh karena itu, mereka yang rentan mengalami depresi postpartum perlu segera diidentifikasi dan ditangani. Tata laksana yang disarankan untuk penanganan depresi postpartum adalah antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Namun, terapi nonfarmakologis dengan cognitive behavioural therapy (CBT) lebih disarankan sebagai terapi lini pertama, kecuali jika gejala sangat berat.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini