Diagnosis Ventilator-Associated Pneumonia
Diagnosis ventilator-associated pneumonia (VAP) perlu dicurigai pada pasien yang diintubasi dan menggunakan ventilator mekanis, yang mengalami gejala klinis infeksi saluran pernapasan bawah seperti demam, sputum purulen, dan penurunan oksigenasi. Gejala ini perlu disertai bukti objektif, seperti gambaran infiltrat baru pada pencitraan dada.[2,8]
Anamnesis
Ventilator-associated pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen dan bisa bersifat polimikrobial. Pada umumnya, etiologi VAP adalah bakteri batang Gram negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter spp, dan Pseudomonas aeruginosa. Penyebab lain yang juga sering adalah bakteri kokus Gram positif seperti Staphylococcus aureus dan Methicillin-resistant S. aureus (MRSA).
Pada anamnesis VAP akan didapatkan manifestasi klinis berupa demam, batuk produktif, dan sesak napas, setelah intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik selama >48 jam. VAP disebut awitan dini jika gejala terjadi dalam <4 hari pemakaian. VAP disebut awitan lambat jika terjadi dalam >4 hari pemakaian ventilasi mekanis.
Ketika anamnesis dilakukan, diperlukan juga penilaian faktor risiko yang berkaitan dengan patogen multidrug-resistant (MDR) yang berpotensi menjadi etiologi VAP. Faktor-faktor tersebut berupa durasi rawat inao lebih dari 5 hari, riwayat rawat inap lebih dari 2 hari dalam 90 hari terakhir, konsumsi antibiotik dalam 90 hari terakhir, mendapatkan terapi infus dan perawatan luka di rumah, menjalani dialisis jangka panjang dalam 30 hari terakhir, dan pasien immunocompromised.[3,4,8]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik VAP juga menunjukkan tanda infeksi sistemik seperti demam, takikardia, dan takipnea. Temuan lain pemeriksaan fisik pada VAP ditentukan oleh distribusi pneumonia di paru. Lesi lobar yang disebabkan pneumonia mengakibatkan rales pada lokasi lesi.
Tingkat risiko VAP juga dapat dinilai menggunakan komponen sistem skoring CURB-65, yakni:
- Confusion
- Kadar urea >7/mmol/L
- Frekuensi napas >30 kali/menit
- Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau diastolik <60 mmHg, dan
- Usia >65 tahun
Total skor lebih dari atau sama dengan 3 mengindikasikan pasien risiko tinggi mengalami VAP.[4]
Diagnosis Banding
VAP dapat didiagnosis banding dengan kondisi lain yang mengakibatkan gangguan napas pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik, seperti ARDS (acute respiratory distress syndrome) dan emboli paru.[4]
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
ARDS didefinisikan sebagai kondisi akut yang ditandai infiltrat paru bilateral dan hipoksia berat (PaO2/FiO2 <200) tanpa adanya edema paru kardiogenik. Pada ARDS, terjadi dispnea dan hipoksia akut dalam hitungan jam hingga hari setelah pencetus, seperti trauma atau sepsis. ARDS umumnya tidak menyebabkan demam, kecuali jika dicetuskan oleh infeksi.[4,9]
Emboli Paru
Emboli paru terjadi ketika trombus menyumbat arteri di paru. Stasis vena dan imobilisasi pada pasien-pasien di ICU yang mendapat ventilasi mekanik dapat meningkatkan risiko terjadinya emboli paru. Gejala emboli paru bersifat nonspesifik, dan dapat meliputi gejala-gejala menyerupai pneumonia, seperti takipnea, rales, takikardia, dan demam. Diperlukan pemeriksaan penunjang tambahan seperti CT scan atau ventilation-perfusion scan untuk menegakkan diagnosis emboli paru.[4,10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada VAP meliputi pemeriksaan radiologi, dan sekret saluran napas. Terdapat beberapa metode khusus untuk mengambil sampel sekret pada pasien VAP.
Pemeriksaan Radiologi
Pada VAP, rontgen toraks dapat menunjukkan perburukan infiltrat, kavitasi, air bronchogram, atau pneumatocele. Tidak adanya infiltrat dapat membantu menyingkirkan diagnosis VAP.[2,8]
Rontgen toraks serial dapat membantu menentukan progresivitas pneumonia dan dapat menjadi indikator efektivitas terapi antimikroba. Namun, rontgen toraks serial tidak direkomendasikan untuk mendokumentasikan resolusi infeksi, karena perbaikan radiologi dapat berlangsung selama berbulan-bulan setelah microbiological cure terjadi.[4]
Kultur Darah
Pemeriksaan kultur darah direkomendasikan untuk semua pasien yang terdiagnosis VAP. Kultur darah dapat mengidentifikasi patogen penyebab VAP, terutama bila kultur dari saluran napas inkonklusif, dan dapat memberi informasi mengenai keberadaan infeksi lain yang tidak berhubungan dengan saluran napas.[4,8]
Kultur Sputum
Kultur sputum dilakukan pada pasien VAP yang dapat memproduksi sputum yang adekuat, yang ditandai oleh sedikit atau tidak adanya sel epitel gepeng di pewarnaan Gram.[8]
Bagi pasien yang tidak dapat memproduksi sampel sputum adekuat, pengambilan sampel sputum semi-kuantitatif dengan metode non-invasif, seperti aspirasi endotrakeal, lebih direkomendasikan dibandingkan pengambilan sampel sputum kuantitatif dengan metode non-invasif ataupun invasif seperti bronkoskopi dan blind bronchial sampling.
Namun, metode invasif dapat dipertimbangkan pada kasus pasien immunocompromised atau pasien yang mengalami penurunan kondisi klinis meskipun sudah mendapat antibiotik yang sesuai dan hasil evaluasi non-invasif menunjukkan hasil negatif.[3,8]
Bila dilakukan pengambilan sampel dengan metode invasif, selularitas tinggi (>400.000 se/mL) dan >50% neutrofil pada cairan bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan tanda sugestif VAP. Pedoman IDSA/ATS menyarankan untuk menghentikan antibiotik jika kultur BAL menunjukkan <104 CFU/mL.[8]
PCR
Beberapa tahun terakhir, pemeriksaan metode molekuler dikembangkan untuk mempersingkat waktu identifikasi organisme dan penentuan resistensi antibiotik. Salah satunya adalah tes PCR untuk mendeteksi DNA bakteri, contohnya mecA, untuk mendeteksi resistensi methicillin pada Staphylococcus aureus.
Tes tersebut berupa tes swab hidung, dengan sensitivitas 40% dan spesifisitas 94% pada VAP. Hasil tes PCR negatif terhadap MRSA dapat mengarahkan dokter untuk menghentikan antibiotik anti-MRSA.[3,8]
Pemeriksaan Lainnya
Biomarker seperti C-reactive protein, prokalsitonin, atau soluble triggering receptor yang diekspresikan sel myeloid (sTREM-1) pernah dipertimbangkan menjadi penanda diagnostik VAP. Namun, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut tidak akurat, dan hingga saat ini tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis VAP.[3,8]
Kriteria Diagnosis
VAP perlu dicurigai pada pasien yang diintubasi dan menggunakan ventilasi mekanis dengan tanda infeksi, yakni 2 dari kriteria berikut:
- Demam onset baru
- Sekresi endotrakeal purulen
- Leukositosis atau leukopenia
- Peningkatan minute ventilation
- Penurunan oksigenasi
- Peningkatan kebutuhan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.[3]
Meskipun sistem skor seperti Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) digunakan untuk membantu tata laksana community-acquired pneumonia, pedoman Infectious Diseases Society of America dan American Thoracic Society (IDSA/ATS) merekomendasikan kriteria klinis saja untuk pneumonia nosokomial dan VAP.
Kriteria klinis yang ditetapkan pedoman IDSA/ATS untuk VAP adalah adanya infiltrat baru pada rontgen toraks, penurunan fungsi respirasi, demam, dan batuk produktif.[2,4,8]