Diagnosis Mastoiditis
Diagnosis mastoiditis didapatkan melalui gambaran klinis otalgia, demam, eritema postauricular yang nyeri tekan, hangat, dan mengalami fluktuasi pada palpasi. Selain itu, dapat pula ditemukan abses pada liang telinga. Pencitraan berupa CT scan tulang temporal merupakan pemeriksaan yang standar dilakukan untuk menunjang diagnosis mastoiditis.[2]
Anamnesis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan gejala otalgia dan demam seringkali ditemukan pada anak dan dewasa. Selain itu, pertanyaan mengenai faktor risiko seperti riwayat otitis media perlu dilakukan.[2,6,8]
Anamnesis pada Pasien Dewasa
Gejala mastoiditis pada pasien dewasa biasanya berupa otorea ≥3 minggu, nyeri telinga (otalgia) di bagian dalam atau di belakang telinga yang memburuk di malam hari, dan demam yang persisten walaupun sudah mengonsumsi antibiotik. Pasien juga dapat mengalami gangguan pendengaran, yaitu tuli konduktif.[2,6,8]
Anamnesis pada Pasien Anak
Pada anak-anak dan bayi, gejala yang muncul biasanya tidak spesifik, yakni demam, iritabilitas, letargi, malaise, tidak nafsu makan, hingga diare. Perlu ditanyakan juga apakah ada riwayat otitis media akut (OMA) sebelumnya.
Meskipun begitu, hampir 80% kasus pasien anak dengan mastoiditis tidak memiliki riwayat OMA sebelumnya. Kondisi autism spectrum disorder pada anak juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya mastoiditis.[2,6,8]
Mastoiditis Akut dan Kronis
Berdasarkan hasil anamnesis, dokter bisa mengelompokkan mastoiditis berdasarkan onsetnya, yakni mastoiditis akut dan kronis. Mastoiditis akut biasanya ditandai dengan keluhan yang berlangsung <1 bulan dan merupakan komplikasi dari otitis media akut (OMA).
Sedangkan keluhan pada mastoiditis kronis biasanya berlangsung >1 bulan dan merupakan komplikasi dari otitis media supuratif kronis (OMSK). Biasanya kondisi mastoiditis kronis disertai dengan terbentuknya kolesteatoma secara bersamaan.[2,6,8]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus mastoiditis harus meliputi pemeriksaan telinga secara menyeluruh oleh karena mastoiditis biasanya tidak berdiri sendiri, melainkan bersamaan dengan kondisi lain.
Kondisi lain yang dapat menyertai mastoiditis seperti infeksi telinga bagian tengah, baik OMA maupun OMSK; tuli konduktif; dan kolesteatoma. Pemeriksaan fisik berupa inspeksi dan palpasi pada telinga (aurikula, postauricular, dan liang telinga), pemeriksaan otoskopi, serta tes pendengaran.[1,11]
Pemeriksaan Telinga Bagian Luar dan Liang Telinga
Pemeriksaan telinga bagian luar pada kasus mastoiditis akut terutama berfokus pada area mastoid (dibelakang telinga) saat inspeksi akan tampak eritema dan edema. Saat palpasi, nyeri tekan mastoid, penebalan periosteal, dan fluktuasi (pertanda sudah terbentuk abses) akan didapatkan.[2]
Pada pasien anak–anak di bawah usia 2 tahun, bentuk aurikula akan mengalami protrusi ke arah bawah dan luar. Sedangkan pada anak-anak di atas usia 2 tahun, protrusi ke arah atas dan luar.[2]
Pemeriksaan liang telinga menilai adanya sekret dan kolesteatoma. Pada kasus mastoiditis kronis, biasanya tidak tampak adanya kelainan saat pemeriksaan telinga bagian luar, tetapi saat pemeriksaan liang telinga dapat ditemukan sekret dan kolesteatoma.[2]
Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk mengevaluasi liang telinga dan membran timpani. Hasil pemeriksaan otoskopi yang dapat muncul akibat mastoiditis adalah sebagai berikut:
- Membran timpani akan tampak menonjol (bulging) dan dapat terlihat adanya kumpulan pus
- Warna membran timpani menjadi eritema atau kemerahan
- Membran timpani tidak utuh atau ada perforasi dan otorea[2]
Hal-hal di atas biasanya hanya ditemukan pada sebagian besar kasus mastoiditis akut, sedangkan pada mastoiditis kronis membran timpani bisa saja normal atau tidak ada kelainan.[2]
Tes Pendengaran
Tes pendengaran yang bisa dilakukan yakni tes Rinne, Weber, dan Schwabach. Dari hasil pemeriksaan biasa didapatkan hasil tuli konduktif.[2]
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis yang paling umum digunakan adalah adanya riwayat terkini OMA dengan adanya minimal 2 dari manifestasi berikut:
- Protrusi pinna
- Pembengkakan retroaurikular
- Eritema retroaurikular,
- Nyeri tekan retroaurikular
- Abses pada liang telinga
Selain itu, mastoiditis akut dapat saja ditegakkan saat operasi dengan temuan sekresi purulen atau infeksi akut pada prosesus mastoideus.[12]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding mastoiditis, yakni otitis eksterna, otitis media akut, parotitis, tumor, limfadenopati dan limfadenitis, serta cat scratch disease atau cat scratch fever.
Otitis Eksterna
Otitis eksterna adalah infeksi yang terjadi pada liang telinga bagian luar atau eksternal, dan paling sering disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, hingga jamur. Pada umumnya, otitis eksterna hanya menimbulkan gejala berupa nyeri telinga, gatal, rasa penuh pada telinga, otorea dengan atau tanpa penurunan pendengaran dan nyeri rahang.
Akan tetapi, pada beberapa kasus bisa disertai dengan keluhan selulitis hingga abses pada pina dan liang telinga serta limfadenitis lokal area sekitar telinga.[29]
Otitis Media Akut
Otitis media akut (OMA) adalah inflamasi dan infeksi akut pada telinga bagian tengah, paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, dan Haemophilus influenzae. Gejala pada kasus otitis media akut bisa dibilang hampir serupa atau overlap dengan kondisi mastoiditis akut, yakni otalgia, otorrhea, hingga penurunan pendengaran.[30]
Hal ini karena kondisi OMA yang mengalami komplikasi atau tidak diterapi dengan baik dapat berakhir menjadi mastoiditis akut. Maka dari itu, yang membedakan keduanya tentu dari durasi atau onset gejala dan tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan terapi pada kasus OMA.[30]
Parotitis
Parotitis atau infeksi pada kelenjar parotis bisa disebabkan oleh bakteri, virus, hingga penyakit autoimun. Keluhan yang muncul pada kondisi parotitis adalah pembesaran pada kelenjar, kemerahan dan nyeri saat perabaan. Lokasi anatomis kelenjar parotis pada area temporomandibular joint (TMJ), sedangkan mastoiditis di postauricular. Perbedaan lokasi anatomis ini yang membedakan gejala klinis keduanya.[31]
Tumor
Sesuai dengan lokasi dari mastoiditis yaitu pada tulang mastoid atau area postauricular, maka tumor yang muncul pada area postauricular bisa jadi diagnosis banding dari mastoiditis. Tumor yang paling sering muncul pada area postauricular yakni kista dermoid, lipoma hingga hemangioma.[32]
Akan tetapi, kondisi tumor dan mastoiditis biasanya mudah dibedakan melalui pemeriksaan fisik. Pada kondisi-kondisi kista dermoid dan lipoma, pada perabaan biasanya tidak menimbulkan nyeri, masa teraba kenyal, rubbery, warna menyerupai kulit dan mobile. Sedangkan pada hemangioma biasanya benjolan akan tampak kemerahan.[32]
Limfadenitis
Limfadenopati merupakan kondisi dimana terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Jika terjadi inflamasi juga pada kelenjar getah bening maka disebut dengan kondisi limfadenitis. Kelenjar getah bening secara anatomis berada pada area tubuh tertentu (servikal, aksila, inguinal, suboksipital dan postauricular).[33]
Pada orang dewasa, seringkali tidak teraba, tetapi jika mengalami pembesaran atau inflamasi dapat teraba dengan/tanpa tanda inflamasi seperti nyeri dan kemerahan. Biasanya kondisi limfadenopati bersifat asimptomatik, tetapi bisa juga menimbulkan nyeri pada perabaan dan kemerahan pada permukaan kulit. Seringkali kondisi limfadenopati diawali dengan penyakit infeksi terlebih dahulu baik pada saluran nafas hingga telinga.[33]
Cat Scratch Disease
Cat Scratch Disease (CSD) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Bartonella henselae. Penderita yang mengalami kondisi ini biasanya diawali dengan adanya riwayat dicakar atau digigit oleh kucing.
Gejala bisa berupa muncul lesi kulit berupa makula atau vesikel yang lama kelamaan berupa menjadi lesi papul atau pustul, dan diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening regional dalam 1–2 minggu. Area tubuh yang paling sering terjadi kondisi CSD adalah ekstremitas atas, leher, rahang, hingga preauricular.[2,13–18]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis mastoiditis adalah pemeriksaan kultur, pemeriksaan darah, audiometri, CT scan, MRI, serta timpanosentesis atau miringotomi.[1,5-6]
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur biasanya menggunakan spesimen hasil timpanosentesis atau miringotomi. Spesimen bisa berupa darah, pus, atau jaringan mastoid yang diambil. Pemeriksaan kultur yang dilakukan yakni untuk bakteri anaerob, aerobik, jamur, mikobakterium, pewarnaan gram, dan acid-fast.
Tujuan pemeriksaan kultur selain berguna untuk kepentingan diagnostik, juga berguna untuk penatalaksanaan, yakni pemilihan antibiotik yang sesuai dengan sensitivitas.[1,2,19]
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah meliputi darah lengkap termasuk hitung leukosit, laju endap darah (LED) dan protein c-reactive protein (CRP). Pemeriksaan hitung leukosit seringkali menunjukkan hasil shift to the left.
Selain itu, pemeriksaan LED dan CRP seringkali meningkat karena adanya proses infeksi dan inflamasi. Pemeriksaan prokalsitonin juga dapat dilakukan untuk menilai adanya tanda infeksi bakteri (>0.1 ng/mL) maupun sepsis (>0.5 ng/mL).[2,34]
Audiometri
Pemeriksaan audiometri biasanya sangat membantu untuk diagnosis mastoiditis pada anak-anak, terutama anak dengan autisme. Akan tetapi, sebaiknya pemeriksaan audiometri dilakukan setelah fase akut penyakit berakhir dan lebih disarankan digunakan pada kasus mastoiditis kronis untuk menilai tipe gangguan pendengaran dan derajat ketulian yang disebabkan oleh mastoiditis atau komplikasi akibat mastoiditis.[1,19]
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan untuk mastoiditis adalah CT scan atau MRI. Pemeriksaan CT scan tulang temporal merupakan pemeriksaan yang standar dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami mastoiditis. Sedangkan MRI terkadang hanya dilakukan pada pasien–pasien yang dicurigai telah mengalami komplikasi.
Pada pemeriksaan CT scan dapat ditemukan opasifikasi pada sel mastoid air, pembengkakan pada mukosa telinga tengah, cairan, enhancement pada area yang mengalami abses, demineralisasi pada dinding sel mastoid sehingga tidak tampak atau tampak kabur, atrofi, dan nekrosis septa tulang. Sedangkan pemeriksaan MRI, akan sangat membantu dalam menemukan komplikasi lainnya, seperti abses dam sinus thrombosis.[1,19]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli