Patofisiologi Obstructive Sleep Apnea
Patofisiologi obstructive sleep apnea (OSA) melibatkan dua faktor yakni anatomi dan neuromuskular. OSA disebabkan oleh obstruksi saluran napas atas yang mengakibatkan timbulnya kondisi apnea atau hipopnea. Obstruksi sering terjadi pada faring, terutama area velofaring.
Faring memiliki beberapa fungsi yaitu untuk menelan, fonasi, dan menjaga patensi saat bernapas. Pada kondisi normal, patensi faring atau keseimbangan tekanan faring diatur oleh aktivasi neuromuskular dari otot-otot dilator faring (otot pterygoid medial, otot tensor veli palatini, otot genioglossus, otot geniohyoid, dan otot sternohyoid) yang melibatkan sistem saraf pusat. Namun, pada saat seseorang sedang tidur, aktivitas ini menurun dan mengancam patensi saluran napas atas.
OSA juga dapat terjadi jika diameter lumen saluran napas atas menyempit. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kondisi ini saat tidur adalah posisi leher dalam keadaan fleksi, mulut dalam posisi terbuka, peningkatan resistensi nasal, dan peningkatan dinamika compliance faring.[4-6]
Kombinasi dari gangguan aktivitas neural dan abnormalitas anatomi faring akan menyebabkan obstruksi faring. Saluran napas yang terobstruksi akan mengganggu proses ventilasi, menimbulkan kondisi hiperkapnia dan hipoksia, yang kemudian meningkatkan neural output ke otot faring. Tubuh berusaha untuk bernapas secara progresif, yang merupakan respon dari stimulus kimia dan menyebabkan seseorang untuk terbangun. Kondisi ini akan terus berulang sepanjang malam pada penderita OSA.
Episode apnea ditandai dengan henti napas selama 10 detik atau lebih. Episode hipopnea adalah penurunan aliran udara sebanyak kurang lebih 30% selama 10 detik, dan berhubungan dengan desaturasi oksigen dalam darah sebesar ≥4%. Apnea terjadi jika saluran napas atas kolaps total, sedangkan hipopnea jika kolaps sebagian. [7]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri