Terapi pernapasan diduga mampu membantu kontrol gejala pada pasien asma. Ada beberapa teknik terapi pernapasan atau breathing exercise yang dapat digunakan pada pasien asma, misalnya teknik Buteyko dan yoga.[1,2]
Banyak bukti ilmiah telah menunjukkan peran positif penatalaksanaan nonfarmakologi pada berbagai penyakit, termasuk untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa intervensi obat-obatan yang berpotensi menimbulkan efek samping. Hal ini juga berlaku pada asma, suatu penyakit inflamasi kronis pada jalan napas yang ditandai dengan mengi, sesak napas, batuk, dan rasa berat di dada.[1,2]
Dalam perjalanan penyakitnya, pasien asma dapat mengalami episode eksaserbasi yang tidak terprediksi. Episode eksaserbasi tersebut akan mengurangi kualitas hidup pasien. Sebagian pengidap asma juga memiliki spektrum penyakit yang lebih berat walaupun memiliki kepatuhan berobat yang baik. Hal ini menyebabkan kompleksitas pada terapi asma. Manajemen nonfarmakologi seperti terapi pernapasan diharapkan mampu memperbaiki luaran klinis pasien.[3-5]
Efektivitas Terapi Pernapasan pada Asma
Ada berbagai jenis terapi pernapasan yang dapat digunakan dalam tata laksana asma, seperti teknik Buteyko dan teknik yoga. Namun, studi yang meneliti efektivitas teknik pernapasan untuk asma sebenarnya masih sangat terbatas.[6]
Secara garis besar, terapi pernapasan pada asma dapat dikelompokan menjadi 3:
- Terapi yang bertujuan memanipulasi pola pernapasan
- Terapi yang meningkatkan kekuatan atau stamina otot pernapasan
- Terapi yang meningkatkan fleksibilitas rongga dada dan memperbaiki postur[7]
Santino, et al., melaporkan bahwa terapi pernapasan umumnya berfokus pada volume tidal. Selain itu, terapi pernapasan juga mencakup upaya untuk meningkatkan relaksasi, memotivasi pasien untuk melakukan latihan secara mandiri di rumah, memodifikasi pola napas dengan pernapasan hidung, menahan napas, hingga menggunakan pernapasan abdomen.[6]
Terapi Pernapasan: Yoga
Salah satu jenis terapi pernapasan yang dapat digunakan dalam tata laksana asma adalah terapi pernapasan dengan menggunakan gerakan dari senam yoga. Contoh teknik pernapasan yoga yang dapat digunakan oleh pasien asma adalah pranayama (latihan pernapasan dalam), kapalabhati (mengatur pola napas), bhastrika (pernapasan cepat dan dalam dengan menggunakan otot abdominal), ujjayi (pranayama dengan suara yang lebih intens), meditasi, dan shavasana (terapi relaksasi).[8,9]
Suatu studi yang dipublikasikan pada tahun 2017 mencoba menganalisis efektivitas terapi pernapasan menggunakan gerakan yoga pranayama yang ditambahkan dalam terapi asma standar. Kualitas hidup pasien diukur menggunakan skor St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ). Studi melibatkan 60 pasien asma stabil yang telah mendapat terapi medikamentosa terstandar selama setidaknya 3 bulan.[9]
Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa terapi pernapasan meningkatkan skor SGRQ secara signifikan. Namun, studi tersebut tidak menganalisis perubahan fungsi paru pada spirometri, seperti forced expiratory volume in 1s, forced vital capacity, maupun peak expiratory flow rate.[9]
Suatu studi lain oleh Sodhi, et al., melibatkan 120 pasien asma ringan yang diacak ke dalam kelompok terapi pernapasan yoga atau kelompok kontrol. Dalam studi ini, fungsi pernapasan diukur pada waktu awal penelitian, waktu 4 minggu, dan waktu 8 minggu. Hasil analisis menunjukkan peningkatan fungsi pernapasan signifikan pada kelompok yang menjalani terapi pernapasan yoga bila dibandingkan kelompok kontrol.[10]
Hasil serupa juga dilaporkan oleh uji klinis lain yang melibatkan 60 pasien asma derajat ringan hingga sedang. Terapi pernapasan dilaporkan meningkatkan fungsi paru secara signifikan dan bermanfaat sebagai tata laksana adjuvan pada asma.[8]
Terapi Pernapasan: Buteyko
Terapi pernapasan Buteyko dikembangkan oleh Konstantin Buteyko berdasarkan teori bahwa hiperventilasi adalah dasar terjadinya bronkospasme pada asma, meskipun hal ini bukanlah patogenesis asma yang diakui. Hal ini disebabkan oleh hipokapnia yang terjadi saat hiperventilasi.[12]
Dalam metode Buteyko, prinsip yang digunakan adalah modifikasi pola pernapasan menjadi pernapasan yang dangkal, penurunan frekuensi pernapasan diselingi dengan penghentian pernapasan yang terkendali, dan rekomendasi pernapasan dengan hidung.[12,13]
Tinjauan sistematik yang dilakukan oleh Burgess, et al., melaporkan bahwa terapi pernapasan dengan metode Buteyko dapat meningkatkan kualitas hidup pasien asma dan menurunkan kebutuhan terhadap agonis alfa-2 seperti salbutamol. Akan tetapi, Burgess, et al., juga melaporkan bahwa metode Buteyko tidak memperbaiki fungsi paru yang diukur dengan peak expiratory flow rate, forced vital capacity, maupun forced expiratory volume in 1s (FEV1).[13]
Manfaat terapi pernapasan dengan metode Buteyko masih menjadi suatu kontroversi, mengingat ada studi yang melaporkan bahwa hiperventilasi dan hipokapnea bukan merupakan dasar terjadinya asma. Selain itu, tidak ada bukti tentang perubahan kadar karbondioksida pada terapi Buteyko.[12]
Hasil Tinjauan Terbaru Terkait Efektivitas Terapi Pernapasan pada Asma
Pada Maret 2020, Santino, et al. mempublikasikan tinjauan sistematik mengenai efek terapi pernapasan pada asma di Cochrane Database of Systematic Reviews. Dalam tinjauan sistematik ini, ada 22 studi yang dianalisis dengan total 2.880 partisipan. Ada 14 studi yang menggunakan terapi pernapasan yoga, 4 studi menggunakan breathing retraining, 1 studi menggunakan metode Buteyko, 1 studi menggunakan metode Buteyko dan Pranayama, 1 studi menggunakan metode Papworth, dan 1 studi lain menggunakan metode pernapasan diafragma.[6]
Hasil analisis menunjukkan bahwa terapi pernapasan mampu meningkatkan kualitas hidup pasien 3 bulan setelah terapi dimulai. Terapi pernapasan tidak mengurangi gejala asma tetapi mengurangi gejala hiperventilasi pada 4–6 bulan setelah terapi. FEV1 tampak meningkat pada kelompok yang melakukan terapi pernapasan.[6]
Namun, studi-studi yang dianalisis dalam tinjauan sistematik tersebut masih berkualitas rendah hingga sedang. Studi dengan sampel lebih besar dan metodologi lebih baik masih diperlukan untuk membuat kesimpulan yang pasti.[6]
Kesimpulan
Banyak studi terdahulu memperkirakan bahwa terapi pernapasan bermanfaat dalam tata laksana asma. Terapi pernapasan dapat dilakukan menggunakan berbagai metode, seperti yoga dan metode Buteyko.
Bukti hingga saat ini sebenarnya masih terbatas. Namun, berdasarkan studi-studi yang ada, terapi pernapasan mungkin berpotensi menjadi terapi adjuvan dalam tata laksana asma ringan hingga sedang.
Terapi pernapasan dilaporkan mampu meningkatkan kualitas hidup pasien, mengurangi gejala hiperventilasi, dan meningkatkan nilai forced expiratory volume in 1s (FEV1) pada spirometri. Ke depannya, studi dengan jumlah sampel lebih besar dan metodologi lebih baik masih dibutuhkan untuk mengonfirmasi hasil-hasil studi yang ada saat ini.
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur