Comparison of Trials Using Ivermectin for COVID-19 Between Regions With High and Low Prevalence of Strongyloidiasis
Bitterman A, Martins CP, Cices A, Nadendla MP. Comparison of Trials Using Ivermectin for COVID-19 Between Regions With High and Low Prevalence of Strongyloidiasis: A Meta-analysis. JAMANetwOpen. 2022;5(3):e223079. doi:10.1001/jamanetworkopen.2022.3079
Abstrak
Latar Belakang: Sebuah penelitian meta analisis telah mengklaim bahwa ivermectin terbukti mampu secara efektif mencegah kematian pada kasus COVID 19. Meskipun begitu, interaksi variabel yang tidak disadari dengan nilai relative risk (RR) dari mortalitas diduga telah mempengaruhi interpretasi analisis studi tersebut.
Tujuan: Tujuan studi ini adalah mengetahui hubungan antara prevalensi regional strongyloidiasis dan hasil studi manfaat ivermectin, dengan menguji hipotesis bahwa prevalensi strongyloidiasis berinteraksi dengan nilai RR dari mortalitas COVID 19.
Sumber Data: Penelitian ini melakukan meta analisis maupun review manual data dari semua referensi yang termasuk dalam database uji ivermectin khusus (c19ivermectin) dari 1 Januari 2019 hingga 6 November 2021.
Seleksi studi: Studi yang dipilih adalah uji klinis acak yang menggunakan ivermectin sebagai pengobatan COVID 19 dan melaporkan luaran mortalitas. Kriteria eksklusi studi adalah publikasi yang diduga melakukan penipuan dan atau kegagalan randomisasi.
Ekstraksi dan Sintesis Data: Karakteristik studi dan estimasi RR diekstraksi dari setiap referensi. Estimasi data dikumpulkan menggunakan meta analisis efek acak. Perbedaan prevalensi strongyloidiasis diperkirakan menggunakan meta analisis sub kelompok dan meta regresi mengikuti pedoman The Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA).
Luaran Utama dan Pengukuran: Luaran utama penelitian ini adalah risiko relatif atau relative risk (RR) kematian dalam uji ivermectin di daerah prevalensi strongyloidiasis tinggi dibanding prevalensi rendah, serta koefisien korelasi analisis meta-regresi antara RR kematian dan prevalensi regional strongyloidiasis.
Hasil: Sebanyak 12 studi yang melibatkan 3901 pasien dianalisis dalam penelitian ini. Empat studi (33%) dilakukan di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis tinggi dan 8 studi (67%) dilakukan di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis rendah. Penggunaan ivermectin di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis regional yang rendah tidak terkait dengan penurunan risiko kematian COVID 19 yang signifikan secara statistik (RR, 0.84 [95% CI, 0.60-1.18]; P = .31). Sebaliknya, penggunaan ivermectin di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis regional yang tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko kematian COVID 19 yang signifikan (RR, 0,25 [95% CI, 0,09-0,70]; P = .008).
Kesimpulan: Prevalensi strongyloidiasis terbukti berinteraksi dengan RR mortalitas pada penggunaan ivermectin dalam pengobatan COVID 19. Tidak ada bukti yang menunjukkan peran ivermectin dalam mencegah mortalitas pada pasien COVID-19 di daerah tanpa endemi strongyloidiasis.
Ulasan Alomedika
Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu penyebab perbedaan penurunan mortalitas COVID-19 akibat penggunaan ivermectin di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis yang tinggi dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi yang rendah.
Peneliti berhipotesa bahwa manfaat ivermectin dalam pengobatan Strongyloidiasis dapat mempengaruhi hasil uji klinis manfaat ivermectin pada COVID-19.
Ivermectin sendiri merupakan obat antiparasit spektrum luas yang sudah sejak lama digunakan untuk menangani infeksi strongyloides, filaria, dan skabies. Selain memiliki sifat antiparasit, beberapa studi mengungkapkan bahwa ivermectin juga memiliki sifat antiviral terhadap beberapa virus RNA dan DNA.
Sementara manfaat dan keamanan ivermectin sebagai terapi COVID 19 masih menjadi sebuah kontroversi.Peneliti jurnal ini menduga, kejadian Strongyloides Hyperinfection Syndrome (SHS) pada peserta penelitian yang tinggal di daerah endemik Strongyloidiasis bisa saja berpengaruh pada hasil studi mengenai manfaat ivermectin pada pengobatan COVID-19.
Kondisi SHS telah dilaporkan muncul setelah pasien COVID-19 yang mendapat terapi kortikosteroid. Namun, kondisi SHS juga dapat muncul meskipun pasien tidak mendapat kortikosteroid, seperti pada pasien COVID 19 yang mengalami eosinopenia.
Pada studi manfaat ivermectin pada COVID 19, kortikosteroid seringkali menjadi bagian dari terapi standar COVID-19 bagi semua peserta penelitian. Bagaimanapun, laporan mengenai penggunaan kortikosteroid pada masing-masing studi yang dianalisis dalam jurnal ini tidak dijelaskan secara komprehensif.
Studi mengenai perbandingan manfaat ivermectin dalam menurunkan mortalitas COVID 19 di daerah prevalensi strongyloidiasis tinggi dan rendah idealnya dilakukan menggunakan desain uji klinis acak buta ganda dengan membagi sampel pada 4 jenis kelompok.
Kelompok perlakuan terbagi menjadi dua, yaitu pasien COVID 19 yang diterapi dengan ivermectin dan kortikosteroid, serta pasien COVID 19 yang diterapi ivermectin tanpa diberikan kortikosteroid.
Selanjutnya, terdapat 2 jenis kelompok kontrol yaitu kelompok pasien COVID-19 yang hanya menerima kortikosteroid tanpa diberikan ivermectin, serta kelompok pasien COVID-19 yang tidak menerima ivermectin maupun kortikosteroid.
Ulasan Metode Penelitian
Peneliti melakukan uji meta analisis terhadap studi mengenai manfaat ivermectin sebagai terapi dan pencegahan mortalitas COVID-19 yang dilakukan sejak Januari 2019 hingga November 2021.
Sebanyak 12 studi dianalisis dalam penelitian ini, yang mana 4 studi dilakukan di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis yang tinggi dan 8 studi dilakukan di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis yang rendah.
Meskipun begitu, studi yang diuji berisiko tinggi mengalami bias, bahkan banyak yang tidak dilakukan blinding atau randomisasi secara adekuat.
Perbedaan prevalensi strongyloidiasis diperkirakan menggunakan meta-analisis sub kelompok dan meta-regresi.
Ulasan Hasil Penelitian
Hasil utama penelitian meta analisis ini adalah membandingkan efek pengobatan Ivermectin dalam mencegah kematian pada COVID 19 antar daerah dengan prevalensi strongyloidiasis yang tinggi dan rendah. Hal ini diketahui dengan membandingkan RR mortalitas dari kedua daerah tempat studi dilakukan.
Peneliti melakukan uji meta analisis dilakukan pada total 12 studi yang melibatkan 3901 pasien. Empat percobaan (33%) dilakukan di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis tinggi dan 8 (67%) percobaan dilakukan di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis rendah.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan ivermectin di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis regional yang rendah tidak terkait dengan penurunan risiko kematian yang signifikan secara statistik (RR, 0.84 [95% CI, 0.60-1.18]; P = .31). Sebaliknya, penggunaan ivermectin yang di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis regional yang tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko kematian yang signifikan (RR, 0,25 [95% CI, 0,09-0,70]; P = .008); P = .31).
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa tingkat mortalitas pasien COVID 19 lebih rendah secara signifikan pada studi menggunakan ivermectin di daerah dengan prevalensi strongyloidiasis yang tinggi dibanding yang rendah. Hasil ini diduga disebabkan oleh prevalensi strongyloidiasis yang berinteraksi dengan RR mortalitas pada studi yang menguji manfaat ivermectin dalam mencegah mortalitas COVID-19.
Meskipun begitu, hasil tersebut baru berupa hipotesis di mana tidak ada studi yang mengkonfirmasi apakah pasien memiliki manifestasi strongyloidiasis. Studi ini hanya berpegangan pada data estimasi prevalensi strongyloidiasis secara umum pada negara tempat studi dilakukan.
Studi ini juga tidak melaporkan faktor risiko lain yang dapat mempengaruhi tingkat mortalitas seperti demografi peserta penelitian, riwayat komorbid lain, atau tingkat sosioekonomi. Selain itu, penggunaan terapi kortikosteroid tidak dilaporkan secara jelas dari masing-masing studi yang digunakan dalam meta analisis ini.
Kelebihan Penelitian
Metode meta analisis diterapkan secara eksklusif terhadap studi pada database khusus uji manfaat ivermectin pada COVID 19. Peneliti juga melakukan penilaian heterogenitas dari database studi yang diperoleh.
Studi ini telah mencoba menyeleksi dan menggunakan studi yang dinilai objektif oleh peneliti walaupun masih memiliki risiko bias yang tinggi.
Penelitian ini juga memberi data penting bahwa manfaat ivermectin dalam mencegah mortalitas COVID-19 belum terbukti. Studi ini memberikan gambaran bahwa prevalensi strongyloidiasis dapat menjadi pertimbangan dalam memilih area studi selanjutnya mengenai manfaat ivermectin pada COVID-19.
Limitasi penilitian
Walaupun penelitian ini memberi gambaran bahwa manfaat ivermectin dalam mencegah mortalitas COVID-19 belum tentu terbukti, terdapat beberapa limitasi dalam penelitian ini, yaitu:
- Hipotesis bahwa infeksi strongyloides dan khususnya SHS berhubungan dengan perburukan COVID-19 seperti infeksi parah yang memerlukan ICU atau peningkatan kematian belum diuji secara klinis.
- Uji klinis manfaat ivermectin pada COVID-19 yang digunakan pada studi ini bersifat lemah, dengan beberapa penelitian ditarik kembali, atau melanggar standar etika bahkan dinilai melakukan penipuan. Meskipun peneliti tidak memasukkan studi yang sangat bermasalah, studi yang dimasukkan dalam meta analisis ini memiliki risiko bias yang tinggi karena beberapa tidak melakukan blinding dan randomisasi yang adekuat. .
- Faktor perancu lain yang mempengaruhi COVID-19 tidak dikontrol, tidak dilaporkan, atau dilaporkan secara tidak konsisten. Ini termasuk usia pasien, penyakit penyerta, status sosial ekonomi, data mengenai tempat tinggal perkotaan atau pedesaan, tingkat keparahan kasus COVID-19. Selain itu, tidak ada pengecekan apakah data faktor perancu tersebut sama di daerah prevalensi strongyloides tinggi dan rendah.
- Cara pemberian dan dosis kortikosteroid serta regimen pengobatan lain tidak distandarisasi pada kedua kelompok dalam uji yang digunakan.
- Peserta yang terdaftar dalam penelitian tidak diuji untuk infeksi strongyloides, sehingga prevalensi sebenarnya dari strongyloides dalam penelitian ini tidak diketahui sehingga korelasi meta-regresi yang didapat dinilai salah.
- Baik dosis maupun durasi ivermectin tidak dikontrol secara konsisten pada masing-masing studi yang digunakan dalam meta analisis ini.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Hasil meta analisis ini dapat diaplikasikan di Indonesia khususnya dalam memilih terapi karena ivermectin belum terbukti bermanfaat dalam mencegah mortalitas akibat COVID-19.
Indonesia memiliki insidensi strongyloidiasis secara umum sebesar 7,6 %. Pada beberapa daerah tingkat insiden ini lebih tinggi yaitu sekitar 32 % di Papua.
Berkaitan dengan hasil hipotesis jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa ivermectin tidak dapat menurunkan risiko mortalitas COVID-19 di Indonesia yang mana merupakan negara dengan prevalensi strongyloidiasis yang rendah.
Dokter sebaiknya memberi edukasi bagi pasien yang terkena COVID-19 untuk tidak secara mandiri membeli dan mengkonsumsi ivermectin karena manfaatnya yang belum teruji secara klinis.