Perdarahan Intraserebral Akut – Efikasi dan Keamanan Penurunan Tekanan Darah Intensif

Oleh :
dr. Ade Wijaya SpN

Pada kasus perdarahan intraserebral akut, penurunan tekanan darah penting dilakukan karena tekanan darah tinggi berkaitan dengan risiko ekspansi hematoma dan luaran klinis yang lebih buruk. Perdarahan intraserebral akut merupakan salah satu penyebab stroke hemoragik, yang memiliki beban morbiditas dan mortalitas tinggi secara global termasuk di Indonesia. Oleh sebab itu, manajemen perdarahan intraserebral akut perlu dilakukan dengan saksama termasuk dalam hal penurunan tekanan darah.[1,2]

Perdarahan intraserebral akut didefinisikan sebagai kerusakan otak yang akut akibat rupturnya pembuluh darah otak, yang menyebabkan ekstravasasi darah ke parenkim otak. Kondisi ini menyebabkan mortalitas yang tinggi, yaitu hingga 30–40%. Insiden perdarahan intraserebral akut meningkat seiring bertambahnya usia. Faktor risiko lain selain usia adalah hipertensi dan penggunaan antikoagulan.[3]

Sumber: Wikimedia commons, 2013. Sumber: Wikimedia commons, 2013.

Pengelolaan tekanan darah merupakan salah satu pilar penting dalam penatalaksanaan stroke hemoragik akut. Namun, manfaat dan risiko penurunan tekanan darah secara intensif pada kasus ini masih sering diperdebatkan. Pengelolaan tekanan darah harus turut memperhatikan keseimbangan berbagai faktor, seperti perfusi jaringan otak dan risiko perdarahan.[4]  

Pedoman tentang Target Tekanan Darah pada Perdarahan Intraserebral Akut

Berdasarkan pedoman dari American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA) tahun 2022, pada perdarahan intraserebral akut dengan awitan <6 jam, penurunan tekanan darah secara agresif dengan target tekanan sistolik <140 mmHg dalam waktu <1 jam aman dilakukan dan lebih superior dibandingkan target tekanan sistolik <180 mmHg.[3]

Tidak ada rekomendasi spesifik untuk jenis antihipertensi yang digunakan. Pasien dapat diberikan antihipertensi intravena seperti nikardipin, labetalol, atau esmolol maupun antihipertensi oral.[3]

AHA/ASA merekomendasikan target tekanan sistolik 130–140 mmHg sebagai level yang aman pada pasien perdarahan intraserebral akut ringan hingga moderat dengan tekanan sistolik 150–200 mmHg. Selain dinilai aman, target ini juga dinilai efektif untuk memperbaiki luaran fungsional. Pada pasien dengan tekanan sistolik >220 mmHg, bukti studi masih terbatas, sehingga target pasti belum dapat ditetapkan. Namun, umumnya pendekatan penurunan tekanan sistoliknya hampir sama.[3]

Dokter perlu mewaspadai penurunan tekanan darah yang terlalu agresif. Penurunan tekanan sistolik hingga <130 mmHg berpotensi merugikan sehingga direkomendasikan tekanan darah sistolik dipertahankan antara 130–150 mmHg.[3]

Fluktuasi tekanan darah juga perlu dihindari karena variabilitas yang tinggi berisiko memperburuk luaran pasien. Penurunan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam 2 jam dari onset stroke dan target tercapai dalam 1 jam untuk mengurangi risiko ekspansi hematoma dan untuk memperbaiki luaran fungsional.[3]

Pedoman European Stroke Organization (ESO) juga merekomendasikan penurunan tekanan darah secara intensif hingga tekanan darah sistolik <140 mmHg tetapi >110 mmHg untuk mengurangi ekspansi hematoma. ESO juga menyarankan penurunan tekanan darah secara segera idealnya dalam 2 jam dari awitan stroke, tetapi penurunan tekanan darah sistolik tidak <90 mmHg.[5]

Bukti tentang Efikasi dan Keamanan Penurunan Tekanan Darah Intensif pada Perdarahan Intraserebral Akut

Sekalipun kedua pedoman baik dari Amerika maupun Eropa menganjurkan penurunan tekanan darah secara intensif, beberapa studi melaporkan hasil berbeda. Pedoman AHA/ASA dan ESO dibuat berdasarkan studi INTERACT-2 (The Second Intensive Blood Pressure Reduction in Acute Cerebral Haemorrhage Trial).[6,7]

Studi INTERACT-2 tersebut mengevaluasi 2800 pasien perdarahan intraserebral akut awitan onset <6 jam dengan hipertensi akut yang diacak menjadi 2 kelompok. yaitu kelompok pertama dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan kelompok kedua dengan target tekanan darah sistolik <180 mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan dapat jenis obat apa saja dan tekanan darah dipertahankan dalam rentang target selama 7 hari.[6,7]

Studi ini melaporkan hasil bahwa penurunan tekanan darah secara intensif dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg menghasilkan luaran fungsional yang lebih baik. Namun, angka kematian dan disabilitas berat pada kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan.[6,7]

Studi ATACH-2 (Antihypertensive Treatment of Acute Cerebral Hemorrhage-II) berupa uji acak pada 1000 pasien membaginya ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok pertama dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan kelompok kedua dengan target tekanan darah sistolik <180 mmHg. Obat antihipertensi dimulai dalam kurun waktu 4.5 jam pertama dari awitan stroke dan obat yang digunakan adalah nikardipin intravena. Target tekanan darah dipertahankan selama 24 jam.[6,8]

Hasil studi ATACH-2 tersebut melaporkan tidak ada perbedaan signifikan pada angka kematian dan disabilitas berat, tetapi pada kelompok dengan penurunan tekanan darah secara intensif, terdapat peningkatan efek samping ke ginjal pada 7 hari pertama.[6,8]

Studi lain oleh Qureshi et al. pada 2020 melaporkan adanya deteriorasi neurologis yang lebih parah dalam 24 jam pada kelompok pasien dengan penurunan tekanan darah secara intensif pada pasien-pasien dengan tekanan darah sistolik inisial >220 mmHg. Deteriorasi ini, disertai dengan bukti bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam angka kematian, disabilitas berat, maupun ekspansi hematoma, menyebabkan Qureshi et al. menyarankan agar penurunan tekanan intensif harus berhati-hati dievaluasi kembali.[9]

Studi terbaru pada tahun 2024 oleh Rodriguez-Luna et al. yang melibatkan 312 pasien dengan perdarahan intraserebral akut melaporkan bahwa penurunan tekanan darah sistolik secara intensif dalam 60 menit akan menurunkan risiko ekspansi hematoma. Penurunan tekanan darah sistolik secara cepat dan stabil dalam 24 jam menghasilkan luaran klinis yang lebih baik. Namun, hasil dikatakan mungkin berbeda sesuai kondisi tekanan darah masing-masing pasien.[11]

Studi oleh Chung et al. pada 386 pasien melaporkan bahwa variabilitas tekanan darah khususnya dalam 6 jam pertama awitan stroke berkaitan dengan luaran fungsional yang lebih buruk, sehingga variabilitas tekanan darah terutama pada fase hiperakut perlu dihindari. Oleh sebab itu, selain memperhatikan target tekanan darah, dokter juga perlu memperhatikan stabilitas tekanan darah agar tidak terlalu fluktuatif.[6,10]

Kesimpulan

Saat ini bukti klinis tentang manfaat dan risiko penurunan tekanan darah secara intensif pada pasien perdarahan intraserebral akut masih bervariasi. Pedoman klinis yang ada saat ini menyarankan penurunan hingga target sistolik 130–140 mmHg sebagai level yang aman untuk pasien perdarahan intraserebral akut ringan hingga moderat dengan tekanan sistolik 150–200 mmHg.

Namun, terdapat juga bukti klinis yang menunjukkan bahwa penurunan intensif tidak menunjukkan kelebihan dalam hal disabilitas berat dan kematian, tetapi justru memiliki risiko deteriorasi neurologis. Data pada pasien dengan tekanan sistolik awal yang >220 mmHg terutama masih terbatas.

Ke depannya, uji klinis lebih lanjut tentang hal ini masih diperlukan. Namun, jika melihat studi-studi yang ada saat ini secara rinci, target tekanan darah bukanlah satu-satunya faktor penting yang harus diperhatikan. Hal lain yang juga penting adalah bagaimana proses mencapai target tersebut, kapan target tersebut tercapai, dan apakah fluktuasi tekanan darah yang signifikan bisa dihindari.

Referensi