Comparative Effectiveness of Step-up therapies in children with asthma prescribed inhaled corticosteroids: A historical cohort study
Murray, C.S., et al., Comparative Effectiveness of Step-up Therapies in Children with Asthma Prescribed Inhaled Corticosteroids: A Historical Cohort Study. Journal of Allergy and Clinical Immunology: In Practice, 2017. 5(4): p. 1082-1090.e7. doi: 10.1016/j.jaip.2016.12.028
Abstrak
Latar Belakang: Beragam terapi dapat diberikan kepada pasien anak dengan penyakit asma tidak terkontrol yang telah mendapatkan kortikosteroid inhalasi (ICS) dosis rendah. Beberapa opsi step-up yang tersedia adalah kombinasi dosis tetap antara kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan β2 agonis jangka panjang (fixed dose combination / FDC), peningkatan dosis ICS, atau penambahan antagonis reseptor leukotriene (LTRA) ke dalam ICS. Namun bukti efektivitas opsi yang tersedia ini sangat terbatas. Oleh karena itu, artikel ini berupaya membandingkan efektivitas opsi step-up yang tersedia yakni penggunaan FDC, peningkatan dosis ICS, atau LTRA pada pasien anak dengan asma.
Metode: Studi kohort berpasangan ini menggunakan basis data UK pelayanan primer untuk mempelajari pasien anak yang mendapatkan terapi step-up pertama mereka yakni FDC, peningkatan dosis ICS, atau LTRA. Data dasar selama setahun digunakan untuk proses memasangkan dengan responden dengan karakteristik yang sama dan identifikasi kemungkinan adanya faktor perancu (confounders). Kemudian dilakukan pemeriksaan dampak pada tahun yang berikutnya. Hasil primer yang dilakukan pemeriksaan adalah angka kekambuhan parah. Hasil sekunder yang diperiksa adalah kontrol asma secara keseluruhan yang didapatkan dari basis data:
- Masuk rumah sakit yang tidak berhubungan dengan asma
- Kontrol di rumah sakit
- Pemberian kortikosteroid oral atau antibiotik dengan pertimbangan sistim respirasi
- Pemberian salbutamol 200 mg/hari
Hasil: Dalam studi kami, didapatkan 971 sampel kohort berpasangan antara FDC dan peningkatan dosis ICS (59% laki-laki; rerata umur 9,4 tahun) dan 785 pada kohort FDC dan LTRA (60% laki-laki; rerata umur 9,0 tahun). Kami mendapatkan angka kekambuhan pada tahun berikutnya yang serupa antara FDC dan peningkatan dosis ICS (rasio angka kejadian yang disesuaikan atau adjusted incidence rate ratio [95% Indeks Kepercayaan]: 1,09 [0,75 – 1,59]); dan FDC dan LTRA (rasio angka kejadian: 1,36 [0,93– 2,01].
Peningkatan dosis ICS dan LTRA secara signifikan memiliki tingkat keberhasilan mencapai kontrol asma yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan FDC. Hasil ini disebabkan karena penurunan penggunaan obat agonis beta kerja singkat.
Kesimpulan: Penggunaan FDC didapatkan mempunyai efektivitas yang sama dengan peningkatan dosis ICS atau penggunaan LTRA dalam menurunkan angka kekambuhan serangan asma berat. Namun pemakaian FDC didapatkan lebih efektif dalam mencapai kontrol asma.
Ulasan Alomedika
Asma tidak terkontrol adalah salah satu problem yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari dan di Instalasi Gawat Darurat. Jika tidak dikendalikan, penyakit ini dapat menyebabkan terjadinya sesak napas dan kematian. Pada tahun 2018, Global Initiative For Asthma (GINA) telah mengeluarkan panduan Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Menurut panduan GINA, kortikosteroid inhalasi (inhaled corticosteroid / ICS) dosis rendah dapat digunakan untuk meredakan gejala serangan asma. Jika serangan asma masih belum dapat dikontrol, beberapa opsi step-up yang dapat diambil antara lain kombinasi dosis tetap antara kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan β2 agonis jangka panjang (FDC), peningkatan dosis ICS, atau penambahan antagonis reseptor leukotriene (LTRA) ke dalam ICS. Murray, Thomas, Richardson, Price, and Turner berupaya membandingkan efektivitas opsi step-up yang tersedia yakni penggunaan FDC, peningkatan dosis ICS, atau LTRA pada pasien anak dengan asma.
Kelebihan Penelitian
Salah satu kelebihan utama penelitian ini adalah jumlah sampel yang sangat besar, sebesar 1756 pasien, bahkan melebihi meta analisis Cochrane sebelumnya. Penelitian ini juga memilih luaran penelitian yang tepat, tidak hanya tercapai tidaknya kontrol asma pada pasien, tapi juga menilai luaran utama jangka panjang berupa tingkat kekambuhan pasien setelah mendapat ketiga opsi terapi.
Aplikasi Penelitian di Indonesia
Penelitian ini mempunyai dampak yang besar karena membuktikan bahwa penggunaan kombinasi dosis tetap antara kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan β2 agonis jangka panjang (FDC), peningkatan dosis ICS, atau penambahan antagonis reseptor leukotriene (LTRA) ke dalam ICS mempunyai efektivitas yang sama dalam mengurangi angka kekambuhan. Hal ini akan berguna bagi para sejawat dokter untuk menangani problem asma yang tidak terkontrol ini sesuai dengan pengobatan yang tersedia di daerah. Contoh FDC yang tersedia di Indonesia adalah kombinasi fluticasone propionate dan salmaterol atau budesonide dan formoterol.
Namun, penelitian ini hendaknya diinterpretasikan secara hati-hati. Walaupun ketiga pilihan terapi mempunyai efektivitas yang sama dalam mengurangi angka kekambuhan, peningkatan dosis ICS dan penggunaan LTRA mempunyai kemungkinan yang lebih rendah dalam mencapai kontrol asma jika dibandingkan dengan penggunaan FDC.
Walau FDC dinilai lebih superior dalam mencapai kontrol asma, pertimbangan pemilihan terapi pada pasien asma yang tidak terkontrol dengan kortikosteroid inhalasi dosis rendah harus tetap didasarkan dengan kondisi klinis pasien dan pertimbangan dokter. Pertimbangkan apakah perbandingan manfaat dan risiko dari pemberian FDC lebih baik dibandingkan dengan opsi peningkatan dosis kortikosteroid inhalasi atau penambahan antagonis reseptor leukotriene (LTRA) ke dalam ICS.