Rekomendasi puasa sebelum operasi pada pasien dewasa masih terus dipelajari, terutama berapa lama pasien harus menghentikan asupan makanan dan cairan sebelum induksi anestesi. Puasa preoperatif diperlukan untuk mengurangi risiko regurgitasi isi lambung dan aspirasi paru pada pasien yang akan menjalani anestesi umum dan prosedur sedasi. Namun, puasa berkepanjangan untuk operasi elektif pada dewasa dapat merugikan pasien.
Bahaya Aspirasi Paru Intraoperatif
Insidensi aspirasi paru intraoperatif dilaporkan sebesar 1:7000, dengan mortalitas aspirasi paru mencapai 1:100.000. Aspirasi paru dapat berkembang menjadi kerusakan organ paru akibat pneumonitis dan pneumonia aspirasi. Kondisi ini yang kemudian dapat menyebabkan kematian.[1]
Sebuah studi menunjukan bahwa untuk menyebabkan kerusakan organ paru akibat aspirasi, diperlukan cairan lambung dengan volume minimal 25 ml dan pH 2,5. Penelitian lain menyebutkan batas kritis 50 ml. Namun, semua data ini berasal dari uji coba pada binatang dan belum pernah ada penelitian pada manusia.[1]
Pengaruh Makanan dan Puasa
Volume gaster dan pH cairan lambung dilaporkan akan mempengaruhi derajat keparahan pneumonitis. Kadar keasaman cairan lambung akan meningkat akibat keberadaan makanan dalam lambung. Meskipun demikian, dalam keadaan puasa pun asam lambung tetap disekresikan.[1]
Kecepatan pengosongan lambung berbanding terbalik dengan kandungan kalori suatu cairan. Cairan dengan kalori lebih tinggi akan menetap di lambung lebih lama. Dilaporkan bahwa air memiliki waktu paruh 15 menit di dalam lambung, ekstrak daging 20 menit, dan teh susu 25 menit. Hal ini mengindikasikan bahwa waktu puasa 1 jam untuk cairan harusnya cukup aman.[1,3]
Puasa yang terlalu lama kini tidak direkomendasikan karena bukan malah bermanfaat, namun dapat merugikan pasien. Durasi puasa yang terlalu lama dapat menimbulkan kondisi dehidrasi, hipoglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit.[1,3]
Dehidrasi dianggap dapat menurunkan volume cairan plasma dan sebagai akibatnya penurunan curah jantung intraoperatif. Sedangkan hipoglikemia dan ketidakseimbangan elektrolit diduga dapat mempengaruhi respon terhadap stres dan status metabolisme pasien selama tindakan dan masa penyembuhan.[1,3]
Rekomendasi Durasi Puasa Cairan
American Society of Anesthesiologist (ASA) mengeluarkan rekomendasi puasa preoperatif yang menyatakan bahwa air boleh diminum sampai 2 jam sebelum jadwal operasi, baik untuk tindakan dengan anestesi umum, regional, maupun prosedur sedasi. Rekomendasi ini didasarkan pada berbagai studi yang menyatakan bahwa puasa cairan 2–4 jam tidak mempengaruhi volume dan pH gaster bila dibandingkan puasa cairan lebih dari 4 jam.[2]
Puasa selama 2–4 jam juga dilaporkan memberikan rasa haus dan lapar yang lebih sedikit dibandingkan puasa lebih dari 4 jam. Bahkan, sebuah meta analisis melaporkan bahwa puasa cairan 2–4 jam sebelum tindakan mampu menurunkan risiko aspirasi.[2]
Rekomendasi Durasi Puasa Makanan Padat
Untuk makanan padat, ASA merekomendasikan pasien untuk diperbolehkan mengonsumsi makanan ringan atau susu hingga 6 jam sebelum prosedur yang membutuhkan anestesi umum, regional, ataupun prosedur sedasi. Durasi puasa tambahan hingga 8 jam atau lebih boleh dipertimbangkan terkait konsumsi gorengan, makanan berlemak, dan daging.[2]
Rekomendasi ini didasarkan pada uji klinis yang membandingkan sarapan ringan yang dikonsumsi kurang dari 4 jam sebelum prosedur operasi dengan puasa semalaman. Hasil studi menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna terhadap volume dan pH cairan lambung.[2]
Rekomendasi Loading Karbohidrat Preoperatif
Tindakan pembedahan menyebabkan tubuh berada dalam keadaan stress. Kondisi stress ini menimbulkan kompensasi berupa perubahan metabolik seperti hiperglikemia, kehilangan protein otot, dan resistensi insulin. Resistensi insulin pasca operasi dapat menyebabkan ambilan glukosa yang rendah, hiperglikemia, dan mengurangi simpanan glikogen pada otot dan hepar.[1,4]
Loading karbohidrat dilaporkan bermanfaat untuk mencegah terjadinya resistensi insulin pasca operasi. Hal ini dilaporkan akan menurunkan waktu rawat inap pasien. Loading karbohidrat merupakan pemberian minimal 45 gram karbohidrat kurang dari 4 jam sebelum operasi. Formula yang biasa digunakan di luar negeri adalah sediaan per oral minuman karbohidrat 12,5% sebanyak 400–800 mL.[1,4]
Sebuah studi mencoba membandingkan efek loading karbohidrat terhadap 58 pasien yang menjalani operasi ginekologi. Terdapat dua kelompok, yakni kelompok puasa semalaman dan kelompok yang diberikan loading karbohidrat. Loading karbohidrat diberikan 800 mL sore hari sebelum prosedur dilakukan, kemudian 400 mL 2 jam sebelum operasi.[5]
Hasil studi menunjukkan bahwa pasien yang diberi loading karbohidrat mengalami tingkat kekhawatiran, rasa lapar, dan rasa haus yang lebih rendah. Selain itu, juga dilaporkan bahwa pasien yang diberi loading karbohidrat memiliki insidensi phantom limb syndrome akibat anestesi dan distensi abdomen yang lebih rendah.[5]
Loading karbohidrat juga membuat pasien flatus lebih awal dan dirawat inap lebih sebentar. Kadar interleukin 6, C reactive protein, kortisol, glukosa, insulin, dan resistensi insulin juga dilaporkan lebih baik pada pasien yang mendapat loading karbohidrat.[5]
Loading Karbohidrat pada Penderita Diabetes Mellitus
Meskipun loading karbohidrat terbukti memiliki efek yang sangat baik. Hasil yang sama masih belum dapat diterapkan pada pasien dengan diabetes mellitus. Hal ini disebabkan adanya perbedaan waktu pengosongan lambung, dan kondisi neuropati otonom yang dialami oleh penderita diabetes. Perlu penelitian lanjutan untuk menerapkan metode ini pada penderita diabetes mellitus.[4]
Kesimpulan
Seringkali ada anggapan bahwa puasa sebelum operasi yang semakin lama akan semakin baik untuk mengurangi risiko regurgitasi lambung dan aspirasi paru. Namun, studi-studi yang ada menunjukkan puasa yang berkepanjangan lebih meningkatkan morbiditas pasca operasi.
Saat ini, pedoman oleh American Society of Anesthesiologist (ASA) merekomendasikan puasa cairan setidaknya 2 jam sebelum prosedur operasi. Untuk makanan padat, ASA merekomendasikan puasa makanan ringan dan susu setidaknya 6 jam sebelum prosedur operasi. Tambahan waktu puasa 8 jam atau lebih bisa dipertimbangkan terkait konsumsi gorengan, makanan berlemak, atau daging.
Selain puasa, loading karbohidrat dilaporkan bermanfaat agar pasien memiliki status metabolik yang normal selama tindakan dan masa penyembuhan. Loading karbohidrat dilaporkan bermanfaat dalam menurunkan risiko resistensi insulin dan lama rawat inap pasien.