Teknik Autopsi
Teknik autopsi terdiri dari dari pemeriksaan luar hingga eviserasi. Pemeriksaan dalam pada autopsi harus dilakukan dengan hormat terhadap jenazah dan dijalankan sesuai norma agama, kesusilaan, dan etika profesi.
Persiapan Jenazah
Semua autopsi, baik autopsi forensik maupun klinis, diawali dengan pemberitahuan mengenai rencana autopsi pada ahli waris. Pada autopsi forensik, persetujuan keluarga atau ahli waris tidak diperlukan, sedangkan autopsi klinis membutuhkan persetujuan keluarga atau ahli waris.
Identifikasi jenazah juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa jenazah yang akan diautopsi adalah jenazah yang tepat. Surat dan formulir yang menyertai jenazah juga perlu diperiksa ulang sebelum tindakan autopsi dilakukan.[1-3]
Peralatan
Persiapan peralatan mencakup ruangan autopsi yang terstandarisasi dan peralatan autopsi. Ruang autopsi memiliki luas minimal 12 m2. Dinding ruang autopsi harus terbuat dari material tahan air setinggi minimal 120 cm dari permukaan lantai, dengan ventilasi udara yang baik.
Ruang autopsi juga dilengkapi dengan meja khusus autopsi. Meja autopsi harus terbuat dari material yang mudah dibersihkan dan memiliki aliran air yang cukup. Meja autopsi juga terhubung dengan sistem saluran pembuangan limbah cair rumah sakit.
Peralatan autopsi yang perlu disiapkan antara lain:
- Scalpel
- Gunting bengkok besar dan gunting kecil
- Pinset anatomis
- Retraktor
- Klem
- Forcep
- Gergaji
- Alat timbang besar
- Alat timbang kecil
- Gelas ukur
- Alat tulis
- Papan tulis
- Kamera
- Jarum jahit dan benang kasar[1-3]
Posisi Jenazah
Umumnya jenazah diposisikan secara supinasi. Jenazah diposisikan di meja autopsi dengan menggunakan penyangga bahu dan bokong sesuai tinggi jenazah. Bila tangan kanan merupakan tangan dominan pemeriksa, pemeriksa mengambil posisi di sebelah kanan jenazah.[1,2]
Prosedural
Prosedur autopsi terdiri dari tahap praeviserasi, insisi, eviserasi, ekstraksi sistem saraf pusat, serta pemeriksaan lainnya.
Praeviserasi
Semua autopsi perlu didahului pemeriksaan luar jenazah. Pemeriksaan luar dilakukan head-to-toe secara menyeluruh dengan inspeksi dan palpasi. Selain itu, pemeriksaan post-mortem, seperti kaku mayat, lebam mayat, dan tanda dekomposisi perlu diperiksa dan dicatat.
Bila sampel darah dibutuhkan, darah dapat diambil melalui cardiac puncture maupun vena femoral dengan spuit dan jarum panjang. Sampel rambut juga diambil pada tahap praeviserasi.[1-3]
Insisi
Insisi dilakukan dengan scalpel sekali pakai untuk mencegah kebutuhan mengasah pisau berulang bila menggunakan pisau non-disposable. Terdapat beberapa jenis insisi, yakni insisi I, insisi Y, insisi U dalam, dan insisi kosmetik.
Insisi I:
Insisi midline dengan membentuk garis lurus dari prominentia laryngea menuju pubis dengan deviasi mengitari umbilikus. Insisi I merupakan insisi yang paling sering digunakan pada pemeriksaan dalam.
Insisi Y:
Insisi dimulai dari masing-masing sisi belakang kedua telinga ke bawah dan bertemu di titik tengah kedua clavicula atau manubrium sterni. Setelah itu, insisi diteruskan menuju pubis. Insisi ini digunakan pada kasus di mana pemeriksaan daerah wajah diperlukan, seperti pada lebam wajah maupun kerusakan tulang wajah.
Insisi U Dalam:
Insisi ini juga disebut sebagai insisi subclavicula. Insisi dimulai dari kedua sisi tubuh pada lateral clavicula dan diteruskan menelusuri bagian inferolateral jaringan payudara. Insisi lalu bertemu di plexus coeliacus atau daerah ulu hati, lalu diteruskan sebagai satu garis lurus ke arah pubis. Insisi ini digunakan pada kasus yang membutuhkan inspeksi struktur leher.
Insisi Kosmetik:
Insisi kosmetik dilakukan pada salah satu sisi tubuh dimulai dari insisi coronal pada ekstraksi sistem saraf pusat hingga ke belakang aurikula menuju bahu. Lalu, insisi menelusuri garis mid-axillaris hingga spina iliaka anterior superior (SIAS) pelvis dan terus menelusuri symphysis pubis hingga SIAS pelvis kontralateral. Insisi kosmetik dilakukan agar bekas jahitan tidak terlihat saat jenazah dikembalikan ke keluarga.[1-3]
Eviserasi
Eviserasi merupakan tindakan mengeluarkan organ toraks dan abdomen dari kavitas untuk diperiksa. Terdapat empat teknik eviserasi, yaitu Letulle’s En Masse, Ghon’s En Bloc, Virchow, dan Rokitansky.
Diseksi Letulle’s En Masse:
Diseksi Letulle’s En Masse paling banyak digunakan dalam autopsi forensik. Teknik ini mengeluarkan seluruh organ toraks dan abdomen secara bersamaan (en masse). Teknik ini bersifat cepat tetapi proses pengembalian organ ke tempat semula dapat memakan waktu lama. Teknik ini juga membutuhkan asisten untuk membantu eviserasi.
Diseksi Ghon’s En Bloc:
Teknik ini mengeluarkan organ toraks dan abdomen menjadi lima blok atau grup (en bloc), yaitu grup toraks (termasuk organ leher, jantung, paru, dan mediastinum), grup coeliac (termasuk hati, lambung, limpa, pankreas, dan duodenum), grup usus, grup urogenital, dan grup saraf bila diperlukan. Kekurangan teknik ini adalah dapat terjadi kerusakan sampel bila kelainan berlokasi pada pertemuan antar grup ini.
Diseksi Virchow:
Teknik ini mengeluarkan organ tubuh satu-satu. Teknik ini baik dilakukan bila pemeriksa hanya ingin mengetahui kelainan patologi pada salah satu organ dengan cepat. Namun, bila kelainan terlihat melibatkan berbagai organ, maka kelainan akan sulit dinilai karena kerusakan hubungan antar organ akibat teknik ini.
Diseksi Rokitansky:
Teknik ini paling jarang dipakai. Teknik ini melibatkan irisan in-situ terhadap organ dengan eviserasi seminimal mungkin. Teknik ini dapat menghemat waktu bila tidak ada dugaan kelainan patologis pada jenazah. Teknik ini juga dilakukan pada penyakit yang sangat menular atau pada kasus dengan pembusukan lanjut pada jenazah.[1-3]
Ekstraksi Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat mencakup otak dan medulla spinalis. Sebelum dibuka, kulit kepala perlu diperiksa untuk mendeteksi ada tidaknya luka, lebam, fraktur tulang kepala, dan kelainan anatomis lain. Insisi pada kulit kepala dilakukan dari prosesus mastoideus. Lalu, insisi menelusuri vertex melintang tulang parietal ke arah prosesus mastoideus kontralateral dengan pola semisirkuler.
Pembukaan tulang tengkorak akan membutuhkan gergaji rotari (Stryker saw) dengan pencegahan kontaminasi udara akibat debu tulang. Setelah tulang tengkorak terbuka, lakukan insisi duramater dengan insisi midline pada sinus sagitalis superior untuk dapat mencapai otak.
Pada kasus tertentu, ekstraksi medulla spinalis diperlukan. Ada dua pendekatan dalam mencapai medulla spinalis, yaitu melalui arah anterior maupun posterior. Pendekatan anterior dilakukan setelah eviserasi total (en masse) organ dalam toraks dan abdomen. Sementara itu, pendekatan posterior dilakukan sebelum eviserasi agar organ dalam toraks dan abdomen dapat menjadi penyokong tulang belakang.[1-3]
Pemeriksaan Lainnya
Selain ekstraksi organ dalam jenazah, ada beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan sebagai pelengkap autopsi, seperti:
- Sampel darah untuk pemeriksaan golongan darah dan kultur
- Sampel organ untuk pemeriksaan toksikologi maupun histopatologi
- Sampel cairan tubuh tertentu untuk tes kimia post-mortem (thanatochemistry), misalnya tes kadar kalium cairan vitreous untuk mengetahui waktu kematian pada periode post-mortem awal
- Sampel swab pada lokasi tertentu, seperti vagina, anus, atau bekas gigitan
- Noda pada kulit atau pakaian
- Sampel untuk pemeriksaan DNA typing
Autopsi sebaiknya dilakukan dengan pengambilan foto atau video bila diperlukan sebagai barang bukti. Setelah autopsi, jenazah dikembalikan ke bentuk semula dengan kondisi kosmetik terbaik. Tiap temuan harus dicatat dalam visum et repertum.[1-3]