Teknik Pemeriksaan Fisik Abdomen
Teknik pemeriksaan fisik abdomen diawali dengan anamnesis, yang berkaitan dengan keluhan pasien. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan untuk mendapatkan gambaran klinis organ-organ dan ruang intraabdomen.[1,5,9]
Anatomi Cavum Abdomen
Secara anatomis, cavum abdomen dibagi menjadi, kuadran kanan atas dan bawah serta kuadran kiri atas dan bawah. Selain kudran, abdomen juga dapat dibagi menjadi regio.[2,7]
Kuadran Abdomen
Kuadran kanan atas terdiri dari lobus kanan hepar, kantung empedu, pilorus, sebagian duodenum, caput pankreas, kelenjar adrenal kanan, ginjal kanan, colon bagian fleksura hepatika kanan, colon ascendens, dan setengah bagian colon transversa.[2,7]
Kuadran kanan bawah terdiri dari caecum, apendiks, sebagian besar ileum, bagian bawah colon ascendens, ovarium, tuba falopi kanan, segmen abdominal ureter, korda spermatika kanan, uterus (pada wanita hamil), dan vesika urinaria (saat penuh).[2,7]
Gambar 1. Regio Abdomen
Kuadran kiri atas terdiri dari lobus kiri hepar, lien, lambung, jejunum, ileum proximal, corpus dan ekor pankreas, ginjal dan kelenjar adrenal kiri, colon bagian flexura lienalis, setengah bagian colon transversa dan descendens.[2,7]
Kuadran kiri bawah terdiri dari colon sigmoid, setengah distal colon descendens, ovarium dan tuba fallopi kiri, segmen abdomen ureter kiri, korda spermatika kiri, uterus (saat hamil), dan vesika urinaria (bila penuh).[2,7]
Regio Abdomen
Abdomen dapat dibagi menjadi 9 regio, yaitu hipokondria kanan dan kiri, epigastrik, lumbal kanan dan kiri, umbilikal, iliaka kanan dan kiri, serta hipgastrik.[2,7]
Persiapan Pasien
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik abdomen, dokter perlu melakukan anamnesis. Anamnesis merupakan kunci dari diagnosis. Anamnesis meliputi keluhan utama yang dialami pada saat itu serta keluhan tambahan. Keluhan tersebut kemudian digali lebih dalam untuk menemukan arah diagnosis.[8,9]
Pasien perlu dijelaskan mengenai prosedur pemeriksaan fisik abdomen yang akan dilakukan, serta kemungkinan adanya rasa tidak nyaman maupun nyeri yang bertambah pada saat pemeriksaan.[8,9]
Pemeriksaan fisik yang baik dilakukan secara sistematis, diawali dengan melihat keadaan umum dan kesadaran pasien, serta tanda-tanda vital. Tanda-tanda vital ini terutama sangat penting, mengingat banyaknya kasus gangguan intraabdomen ataupun trauma yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan merupakan kasus kegawatdaruratan.[10-12]
Tanda vital kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik umum head-to-toe. Pemeriksaan fisik umum ini diawali dari kepala, leher, paru, kemudian baru ke pemeriksaan fisik abdomen dan seterusnya.[10-12]
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik, ada baiknya untuk meminta pasien BAK terlebih dahulu. Selain itu, tanyakan mengenai lokasi nyeri, sehingga pada pemeriksaan palpasi, area tersebut merupakan area terakhir yang dipalpasi. Terutama pada pasien yang nyeri, alihkan perhatian pasien dengan mengajak pasien berbicara agar pasien merasa lebih nyaman.[8]
Peralatan
Peralatan yang diperlukan pada pemeriksaan fisik abdomen meliputi, stetoskop dan pita ukur untuk mengukur lingkar perut. Adapun pada pemeriksaan fisik dapat melibatkan keluarga pasien atau asisten sebagai saksi pemeriksaan fisik, terutama pada pasien yang berbeda gender dengan pemeriksa.[5,8,9]
Pemeriksa harus mencuci tangan dengan bersih sebelum melakukan pemeriksaan fisik. Perhatikan untuk menghangatkan tangan pemeriksa dan stetoskop terlebih dahulu dengan cara menggesekkan kedua telapak tangan atau memasukkan tangan pada air hangat.[5,8,9]
Posisi Pasien
Posisi terbaik pada pemeriksaan fisik abdomen adalah supinasi dengan kedua lengan di samping kanan dan kiri badan atau menyilang di dada. Kedua tungkai difleksikan untuk membantu agar dinding abdomen lebih rileks. Apabila lengan diletakkan di atas kepala, dinding abdomen akan teregang dan menjadi lebih tegang, sehingga palpasi menjadi lebih sulit. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.[1,8]
Prosedural
Prosedur pemeriksaan fisik abdomen meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik abdomen. Baju yang dikenakan perlu diangkat sampai minimal setinggi garis puting, serta menggunakan selimut untuk menutup tungkai sampai simfisis pubis. Minta pasien untuk melipat paha dan lutut agar dinding abdomen lebih rileks.[1,8,9]
Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan cara melihat permukaan, kontur, dan pergerakan dinding abdomen. Inspeksi meliputi pemeriksaan:
- Kulit: skar, striae, dilatasi vena, rash, atau ekimosis
- Umbilikus: kontur, lokasi, inflamasi, benjolan seperti hernia umbilikalis
- Kontur atau permukaan abdomen: datar, distensi, menonjol, atau cekung
- Bagian samping abdomen: benjolan, massa, atau kesimetrisan dinding abdomen yang dapat menunjukkan organomegali, misalnya hepatomegali atau splenomegali
- Peristaltik: dapat terlihat pada pasien yang sangat kurus, terutama apabila terdapat obstruksi usus
- Pulsasi aorta: dapat terlihat pada pasien yang sangat kurus, di mana akan terlihat normal di area epigastrium[1,9,13]
Ekimosis pada kulit abdomen dapat disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal atau retroperitoneal. Selain itu, ekimosis dapat mengarahkan tanda Grey Turner yang dapat disertai warna kehijauan pada area flank pada pasien pankreatitis akut, dengan perdarahan ekstraperitoneal yang berdifusi sampai ke jaringan subkutan area flank.[8,9,13,14]
Ekimosis juga dapat menjadi tanda Cullen yang dapat disertai warna kebiruan pada kulit area periumbilikal karena adanya perdarahan retroperitoneal atau intraabdominal, seperti kehamilan ektopik terganggu.[8,9,13,14]
Auskultasi
Auskultasi abdomen untuk pemeriksaan bising usus harus dilakukan sebelum perkusi dan palpasi. Hal ini karena perkusi dan palpasi dapat menstimulasi atau mendepresi peristaltik usus. Bising usus normal berkisar 5‒34 kali/menit.[1,4,8,15]
Auskultasi minimal dilakukan selama 2 menit pada tiap regio, dan minimal dilakukan pada 1 regio untuk menentukan kesimpulan bunyi usus pasien. Pada auskultasi perlu diperhatikan frekuensi, durasi, volume, dan kualitas bising usus.[8]
Beberapa kelainan auskultasi adalah:
- Karakteristik bising usus akan berubah pada kondisi gastroenteritis, peritonitis, ileus paralitik, dan ileus obstruktif, misalnya terdengar bunyi borborygmi dan hiperperistalsis
- Bunyi seperti murmur di aorta, arteri iliaca, dan arteri femoralis, terutama pada pasien hipertensi, stenosis atau dilatasi arteri yang disebabkan oleh aneurisma. Murmur arteri renalis normal terdengar di area punggung, sesuai dengan posisi anatominya
- Bunyi friction rub di area hepar dan lien, yang dapat terjadi pada pasien dengan hepatoma, infeksi gonococcus pada area hepar, dan infark lien[1,8,9,16]
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan distribusi gas intraabdomen, massa, serta ukuran organ intraabdomen, terutama hepar dan lien. Perkusi dilakukan pada keempat kuadran abdomen, dengan melihat area yang timpani maupun pekak.[9]
Bunyi timpani disebabkan karena adanya gas pada traktus gastrointestinal, sedangkan bunyi pekak dapat disebabkan oleh adanya cairan, massa, pembesaran organ, atau feses. Perkusi pada bagian inferoanterior arcus costae sebelah kanan dapat ditemukan pekak karena adanya hepar, sedangkan di sebelah kiri akan ditemukan timpani pada area gaster dan flexura lienalis.[1,9]
Perkusi dilakukan dengan mengekstensikan jari tengah telapak tangan kiri (pleximeter) pada permukaan bagian abdomen yang mau diperkusi, dengan jari tengah kanan difleksikan (perkusor) sambil diketuk berulang di sendi interphalangeal distal pada pleximeter.[1]
Palpasi
Palpasi terdiri dari palpasi ringan dan dalam. Palpasi ringan dapat menilai adanya nyeri tekan, defans muskular, dan massa pada organ-organ superfisial. Palpasi ringan dilakukan dengan cara:
- Meletakkan telapak tangan dengan jari-jari yang rapat dan rata pada dinding abdomen
- Lakukan penekanan ringan pada keempat kuadran abdomen
- Pada palpasi ringan ini, perlu dilakukan identifikasi organ-organ maupun massa yang letaknya superfisial, serta area yang mengalami nyeri tekan
- Apabila terdapat defans, bedakan antara tahanan volunter dan spasme otot involunter, karena adanya spasme yang involunter dapat mengarahkan diagnosis ke peritonitis[1,8,15]
Palpasi dalam dilakukan untuk menggambarkan massa intra-abdomen serta adanya organomegali. Palpasi ini dilakukan dengan cara:
- Gunakan permukaan telapak tangan, kemudian lakukan penekanan pada keempat kuadran
- Apabila terdapat massa, lakukan identifikasi lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri saat penekanan, pulsasi, dan mobilitas massa[9,13]
Carnett’s sign adalah nyeri tekan yang dirasakan bertambah saat mengkontraksikan otot dinding abdomen. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meminta pasien supinasi, kemudian pada lokasi yang diperkirakan nyeri oleh pasien, dilakukan penekanan sambil meminta pasien mengangkat kedua tungkai dan batang tubuh serta kepala secara bersamaan. Hal ini akan membuat otot dinding abdomen berkontraksi.[13,15]
Seringkali beberapa organ intraabdomen, seperti hepar, ginjal, dan usus sulit untuk dipalpasi. Hal ini normal terutama pada pasien dengan dinding perut yang tebal, misalnya pasien dengan obesitas sentral.[1]
Nyeri pada palpasi epigastrium dapat disebabkan oleh gastritis, kolesistitis akut, defek tertentu (misalnya diastasis otot), dan massa pulsatil pada aneurisma aorta abdominal. [9]
Selain pemeriksaan fisik abdomen, terutama pada pasien dengan nyeri abdomen akut, perlu dilakukan pemeriksaan organ pelvis dan genitalia eksterna untuk mengeksklusi kemungkinan diagnosis lain. Pada wanita, terutama dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan kehamilan ektopik terganggu dan penyakit radang panggul.[8]
Organ-Organ dalam Pemeriksaan Fisik Abdomen
Terdapat beberapa organ khusus yang diperiksa pada pemeriksaan fisik abdomen, seperti hepar, lien, dan ginjal.
Hepar
Normalnya, sebagian besar permukaan hepar ditutupi costae, sehingga pemeriksaan bentuk dan ukurannya diestimasi dengan perkusi dan palpasi. Palpasi akan membantu mengevaluasi permukaan, konsistensi, dan nyeri tekan pada hepar.[1]
Perkusi:
Perkusi dilakukan untuk menentukan batas hepar. Perkusi hepar dilakukan sebagai berikut:
- Batas bawah hepar dinilai dengan melakukan perkusi dari setinggi umbilikus kemudian vertikal ke atas pada linea midklavikula, sampai terdapat bagian yang lebih pekak. Batas bawah hepar dianggap sebagai batas antara bagian yang timpani dan pekak
- Batas atas hepar dinilai dengan melakukan perkusi setinggi garis puting susu kemudian vertikal ke bawah pada garis midklavikula, sampai terdapat bagian yang pekak. Batas atas hepar dianggap sebagai batas antara bagian yang sonor dan pekak
- Linea midklavikula normal berukuran vertikal hepar, yaitu berkisar 6‒12 cm. Sedangkan di bawah processus xiphoideus, normal berukuran vertikal hepar, yaitu 4‒8 cm[1,17]
Palpasi:
Palpasi hepar dilakukan untuk mengevaluasi permukaan, konsistensi, dan nyeri tekan pada hepar. Palpasi hepar dilakukan sebagai berikut:
- Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa pada punggung pasien, kira-kira pada area hepar di intercostal space (ICS) 11 dan 12 kanan
- Tangan kiri melakukan penekanan ke atas, dan tangan kanan melakukan palpasi hepar dari atas (dari dinding perut), pada pemeriksaan ini, margin lobus kanan hepar akan lebih teraba
- Minta pasien untuk menarik napas dalam pada saat melakukan penekanan. Pernapasan dilakukan dengan melakukan pernapasan abdominal, karena dengan teknik ini hepar, lien, dan ginjal akan lebih mudah teraba
- Palpasi lobus kiri hepar juga dilakukan dengan langkah-langkah yang sama, namun palpasi lobus kiri dilakukan pada bagian lateral otot rectus abdominis
- Perhatikan saat dirasakan nyeri tekan pada pemeriksaan ini. Normalnya, hepar teraba kenyal, batas tajam, dan regular dengan permukaan yang rata. Nyeri tekan minimal dapat dirasakan pada pemeriksaan ini[9,17]
Pada pasien yang obesitas, palpasi hepar dapat dilakukan dengan teknik hooking, teknik ini dilakukan dengan:
- Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, setinggi dada pasien, dan menghadap ke kaki pasien
- Kedua telapak tangan diletakkan bersebelahan, dengan ujung jari-jari berada pada abdomen kanan, pada ujung di mana ditemukan pekak pada hepar
- Penekanan dilakukan dengan ujung jari-jari ke arah arcus costae dengan meminta pasien menarik napas dalam, ujung hepar akan teraba pada ujung jari[17]
Apabila pada palpasi, hepar tidak teraba, maka untuk mengetahui adanya nyeri tekan dilakukan dengan meletakkan telapak tangan di bawah arcus costae kanan. Kemudian lakukan penekanan ke atas dengan menggunakan sisi ulnar telapak tangan. Tanyakan nyeri maupun rasa tidak nyaman yang mungkin dirasakan pada pemeriksaan ini.[1]
Pada keadaan tertentu, hepar dapat terdorong ke bawah oleh diafragma bahkan sampai di bawah arcus costae. Hal ini biasanya terjadi pada penyakit paru seperti emfisema, ataupun pada pasien dengan skoliosis.[1]
Auskultasi:
Auskultasi hepar dilakukan untuk melihat adanya friction rub serta murmur pada pemeriksaan hepar atau area di sekitarnya yang kemungkinan berhubungan dengan penyakit hepar. Namun, pemeriksaan murmur ini kurang efektif karena hanya 10% dari pasien yang mengalami hepatoma terdengar murmurnya.[17]
Lien
Sesuai dengan posisi anatominya, apabila lien membesar maka perbesarannya akan ke anterior, bawah, dan medial rongga perut, sehingga bunyi timpani dari gaster dan colon menghilang dan digantikan menjadi pekak. Apabila membesar, organ ini dapat terpalpasi di bawah arcus costae. Normalnya, lien terletak pada bagian posterior sepanjang ICS 9-11, di mana perkusi pada area ini dapat berbunyi sedikit lebih pekak.[1,9]
Perkusi:
Terdapat dua teknik perkusi yang dapat mendeteksi splenomegali, yaitu:
- Perkusi pada dinding dada kiri-bawah-anterior, dari pinggir batas pekak jantung (ICS 6, linea axillaris anterior) ke bawah sampai ke arcus costae, di sini terdapat area yang dikenal dengan ruang Traube. Apabila pada area ini didapatkan bunyi timpani yang jelas, maka kemungkinan besar tidak terdapat splenomegali. Splenomegali dapat dicurigai apabila terdapat bunyi pekak
- Selain itu, dapat pula dilakukan perkusi pada ICS terbawah pada linea axillaris anterior, yang biasanya timpani. Minta pasien untuk menarik napas dalam kemudian lanjutkan perkusi. Bila ukuran lien normal, maka perkusi ini biasanya tetap menunjukkan bunyi timpani[9,18]
Palpasi:
Palpasi lien dilakukan untuk mengetahui adanya splenomegali. Palpasi lien dilakukan dengan cara:
- Telapak tangan kiri diletakkan di bagian posterolateral iga terbawah dan jaringan lunak di sekitarnya, kemudian mendorong area tersebut ke arah dinding perut. Tangan kanan diletakkan pada arcus costae kiri kemudian menekan area tersebut ke arah lien
- Minta pasien untuk menarik napas, kemudian pemeriksa berusaha meraba margin lien dengan ujung jari
- Apabila teraba, nilai adanya nyeri tekan, kontur lien, serta jarak antara margin lien dengan arcus costae[9]
Pemeriksaan ini dapat diulang dengan meminta pasien berbaring pada sisi kanan dengan memfleksikan lipat paha dan sendi lutut. Gravitasi akan akan membantu agar lien lebih ke anterior dan kanan sehingga lebih mudah dilakukan palpasi.[19]
Palpasi lien untuk menentukan grading splenomegali dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik dengan garis schuffner dari arcus costae kiri, melewati umbilikus ke spina iliaca anterior superior kanan. Kemudian garis tersebut dibagi menjadi 8 sama besar.[19]
Ginjal
Pemeriksaan ginjal dengan perkusi dan palpasi dapat menentukan beberapa kondisi.
Perkusi:
Perkusi ginjal dilakukan untuk mengetahui adanya pyelonephritis yang ditunjukkan dengan adanya nyeri pada perkusi. Perkusi dilakukan dengan cara meletakkan telapak tangan di area costovertebral angle (CVA), kemudian “dihantam” dengan sisi ulnar kepalan tangan. Apabila didapatkan adanya nyeri, maka dapat dicurigai adanya pyelonephritis, namun hal ini juga dapat dirasakan pada pasien dengan kelainan muskuloskeletal.[9,20]
Palpasi:
Ginjal merupakan organ retroperitoneal dan biasanya tidak terpalpasi. Palpasi ginjal dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Palpasi ginjal kiri dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kanan pemeriksa di punggung, paralel dengan iga ke 12, dengan ujung jari meraih costovertebral angle (CVA)
- Usahakan telapak tangan kiri mendorong ginjal ke anterior
- Telapak tangan kiri diletakkan pada kuadran kiri atas, lateral dan paralel m. rectus abdominis
- Minta pasien untuk menarik napas dalam, kemudian pada puncak inspirasi lakukan penekanan dengan telapak tangan kiri tadi
- Kemudian minta pasien untuk membuang napas sambil melepas perlahan tekanan
- Apabila ginjal dapat terpalpasi, maka deskripsikan ukuran, kontur, dan nyeri tekan. Tidak semua orang dapat teraba, dan hal ini normal
- Palpasi ginjal kanan dilakukan dengan cara yang sama, namun kali ini tangan kanan yang berada di dinding abdomen sedangkan tangan kiri yang berfungsi sebagai penyokong di punggung[1,9]
Vesica Urinaria
Vesica urinaria biasanya tidak terpalpasi, kecuali apabila terdistensi sampai ke atas simfisis pubis. Apabila terpalpasi, maka normalnya akan memiliki permukaan yang reguler dan bulat. Nyeri tekan pada palpasi vesica urinaria juga perlu diperhatikan. Batas volume vesica urinaria adalah 400‒600 mL sebelum dapat menimbulkan bunyi pekak pada perkusi.[1,9]
Aorta
Pemeriksaan aorta dilakukan dengan melakukan penekanan menggunakan kedua telapak tangan (ujung jari) pada bagian atas abdomen, agak di sebelah kiri midline, setinggi umbilikus dengan tujuan untuk mengidentifikasi pulsasi aorta.[21]
Pada pasien dengan usia ≥50 tahun, normalnya aorta memiliki lebar <3 cm (rata-rata 2,5 cm). Namun, ukuran ini tidak termasuk ketebalan dinding abdomen. Perabaan pulsasi aorta ini bervariasi tergantung dari ketebalan dinding abdomen, diameter anteroposterior dinding abdomen (misalnya adanya ascites), lingkar abdomen (ukuran lingkar perut > 100cm akan lebih sulit diraba), dan ukuran aneurisma.[1,21]
Perabaan pulsasi aorta ini lebih mudah dirasakan pada pasien yang kurus. Pada auskultasi, pasien dengan aneurisma aorta abdominal akan ditemukan adanya murmur pada area yang pada palpasi teraba massa pulsatil.[1,21]
Pemeriksaan Fisik Abdomen pada Keadaan Khusus
Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui terkait pemeriksaan fisik abdomen pada keadaan khusus, misalnya pada ascites, pasien yang dicurigai mengalami appendicitis, kolesistitis dan peritonitis.
Asites
Ascites ditandai dengan adanya distensi pada dinding abdomen dengan bulging pada area flank. Terdapat berbagai metode perkusi cairan asites:
- Metode pertama dilakukan dengan meminta pasien tetap dalam posisi supinasi. Cairan asites mengikuti arah gravitasi, sehingga pada perkusi area yang timpani menandakan area dengan usus yang berisi gas, sedangkan area yang pekak menunjukkan area yang berisi cairan. Batas antara area yang masih timpani dan pekak harus diperhatikan sebagai batas cairan asites
- Metode kedua dikenal dengan shifting dullness. Metode ini dilakukan setelah mengetahui batas pekak dan timpani. Kemudian pasien diminta untuk berbaring pada sisi tertentu, kemudian area tersebut diperkusi kembali. Pada ascites, batas antara area yang timpani dan pekak biasanya tetap konstan
- Metode selanjutnya dikenal dengan fluid wave test. Metode ini dilakukan dengan meminta asisten menekan dengan sisi ulnar kedua telapak tangan pada area midline dengan tujuan mengurangi transmisi gelombang cairan ke lemak. Kemudian pada area flank, pemeriksa melakukan tapping dengan ujung jari salah satu telapak tangan, kemudian telapak tangan sisi sebelahnya merasakan transmisi gelombang cairan[1,9,22]
Secara umum, asites biasanya sulit terdeteksi pada pemeriksaan fisik jika jumlah cairan < 2 liter.[1,9,22]
Suspek Appendicitis
Appendicitis sering menyebabkan nyeri akut pada abdomen. Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat yang perlu penanganan secepatnya. Pada keadaan ini, perlu diperhatikan tanda rangsang peritoneum dan nyeri pada titik Mcburney, tanda Rovsing, tanda Psoas, dan tanda Obturator.[23-24,28]
Berikut cara pemeriksaan pasien yang diduga apendisitis:
- Sebelum dilakukan pemeriksaan, minta pasien untuk menunjukkan area yang pertama mengalami nyeri, kemudian tanyakan area yang nyeri sekarang. Kemudian minta pasien untuk batuk kemudian lihat area yang nyeri
- Nyeri klasik appendicitis: nyeri abdomen yang diawali dengan nyeri di area umbilikus kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah, di mana nyeri di area tersebut diperberat dengan batuk. Walaupun begitu, nyeri klasik ini tidak timbul pada semua kasus, misalnya jika posisi apendiks pasien retrocecal
- Lokasi titik Mc Burney berada pada kurang lebih 2 inci dari spina iliaca anterior superior (SIAS), sejajar dengan garis lurus antara area ini dengan umbilikus. Perhatikan adanya defans muskular dan rigiditas, serta nyeri tekan.
- Tanda Rovsing dikenal juga dengan rebound tenderness. Pemeriksaan tanda ini dilakukan dengan menekan dalam pada kuadran kiri bawah, kemudian lepas penekanan ini dengan cepat
- Tanda Psoas dilakukan dengan meletakkan telapak tangan pemeriksa di atas lutut kanan dengan memberikan penekanan dan meminta pasien untuk melawan tahanan tersebut dengan mengangkat paha. Dapat pula meminta pasien berbaring pada sisi kiri, kemudian mengekstensikan tungkai kanan dari pinggul. Fleksi tungkai akan menyebabkan otot psoas kontraksi, sedangkan extensi akan meregangkan otot tersebut
- Tanda obturator dilakukan dengan memfleksikan pinggang dan lutut, kemudian merotasikan tungkai ke dalam dari pinggul. Manuver ini akan meregangkan otot obturator[1,8,13,15,23,24]
Suspek Kolesistitis Akut
Pada kolesistitis akut, pasien akan datang dengan keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas dan nyeri tekan pada area tersebut. Pada pasien ini, dapat dilakukan pemeriksaan tanda Murphy, pemeriksaan ini dilakukan dengan:
- Letakkan telapak tangan atau ujung jari-jari tangan kanan di bawah arcus costae kanan sampai tepat pada batas antara m.rectus abdominis berpotongan dengan arcus costae
- Apabila terdapat hepatomegali, letakkan di bawah margin hepar
- Minta pasien untuk menarik napas dalam kemudian perhatikan pola napas pasien serta nyeri tekan yang dirasakan.[1,8,13,15,23]
Suspek Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi pada peritoneum parietalis, hal ini merupakan keadaan akut abdomen. Tanda peritonitis meliputi:
- Inspeksi akan menemukan distensi dinding abdomen.
- Tes batuk positif, dilakukan dengan meminta pasien batuk sebelum dilakukan pemeriksaan. Pada peritonitis, batuk akan menyebabkan nyeri.
- Defans muskular positif.
- Adanya rigiditas dan rebound tenderness pada dinding abdomen.
- Nyeri pada perkusi[8,16,25]
Palpasi dilakukan dari palpasi ringan untuk melokalisir area nyeri. Saat palpasi, identifikasi adanya guarding, rigiditas, dan rebound tenderness sebagai tanda stimulasi peritoneum. Guarding adalah kontraksi volunteer dinding abdomen, yang dibarengi dengan ekspresi meringis kesakitan pada wajah pasien dan menghilang saat pasien dialihkan perhatiannya.[9,26,27]
Rigiditas adalah refleks kontraksi dinding abdomen yang involunter yang bertahan selama pemeriksaan. Rebound tenderness diperiksa dengan menanyakan pasien saat dilakukan palpasi apakah nyeri dirasakan lebih berat saat ditekan atau dilepas. Penekanan dilakukan perlahan dan dalam, kemudian langsung dilepas secara cepat. Apabila nyeri dirasakan saat dilepas, maka rebound tenderness positif.[5,27]
Follow Up
Follow up pada pemeriksaan fisik abdomen dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan yang didapatkan. Setelah melakukan pemeriksaan fisik, perlu dicantumkan hasil pemeriksaan ke rekam medis pasien sebagai bukti fisik hasil pemeriksaan. Kemudian, perlu dilakukan penjelasan kepada pasien mengenai hasil pemeriksaan, kemungkinan diagnosis, serta prognosis dan terapinya. Perlu disampaikan pula kepada pasien apabila dari pemeriksaan fisik diperlukan penatalaksanaan lebih lanjut oleh dokter spesialis ataupun kontrol lebih lanjut untuk penyakit yang dialami.[1]
Pemeriksaan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang tambahan untuk menegakkan diagnosis, seperti pemeriksaan darah lengkap, USG, rontgen, CT scan, ataupun MRI abdomen.[1]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini