Teknik Pemeriksaan Genitalia Pria
Teknik pemeriksaan genitalia pria diawali dengan anamnesis yang berkaitan dengan sistem urologi dan reproduksi. Anamnesis terkait sistem urologi dan reproduksi terdiri dari anamnesis riwayat penyakit saat ini, seperti luka pada genitalia, duh tubuh, perdarahan, pembengkakan, pembesaran testis, gangguan ereksi, gangguan ejakulasi, atau infertilitas; riwayat sebelumnya, seperti jenis kelamin lahir dan kelainan kongenital; riwayat seksual, termasuk orientasi dan apakah pasien menggunakan kondom; penyakit kronik yang diderita; dan riwayat operasi.[1-3]
Persiapan
Sebelum melakukan pemeriksaan genitalia pria, minta informed consent setelah menjelaskan teknik, tujuan, dan risiko pemeriksaan. Pada anak-anak, orang tua atau pengasuh sebaiknya dipersilakan untuk ikut menemani selama pemeriksaan. Remaja dan dewasa dapat memilih untuk diperiksa bersama orang tua atau sendiri.[2,3]
Peralatan
Peralatan yang perlu dipersiapkan pada pemeriksaan genitalia pria adalah sarung tangan dan penlight untuk melakukan pemeriksaan transiluminasi jika diperlukan.[2]
Posisi Pasien
Pasien remaja dan dewasa dapat diposisikan secara supinasi pada meja pemeriksaan. Pasien anak yang lebih muda dapat diperiksa pada pangkuan orang tuanya.[2]
Prosedural
Prosedur pemeriksaan genitalia pria meliputi inspeksi, palpasi, dan transiluminasi.
Inspeksi
Inspeksi pada pemeriksaan genitalia pria meliputi:
- Rambut kemaluan: amati distribusi rambut pada genitalia. Rambut ini lebih kasar, banyak pada regio pubis, dan dapat berlanjut ke regio umbilikus
- Penis: amati adanya vena dorsal pada inspeksi. Perlu diperhatikan apakah pasien telah disirkumsisi. Bila belum, preputium dapat ditarik ke belakang sedikit. Bila preputium tidak dapat ditarik, maka kondisi ini disebut fimosis. Inspeksi adanya lesi, memar, pembengkakan, atau eritema pada penis. Inspeksi juga apakah pasien mengalami kondisi ereksi berkepanjangan yang disebut dengan priapismus. Perhatikan kelainan ukuran penis, dapat berupa mikropenis atau makropenis
- Meatus uretra: perhatikan orifisium yang berbentuk seperti celah kecil, terletak pada permukaan ventral dari ujung glans penis. Perhatikan adanya cairan yang menetes atau eritema pada meatus. Perhatikan juga posisi meatus. Meatus dapat terletak pada dorsum (epispadia) atau ventral (hipospadia)
- Skrotum: skrotum seringkali berwarna lebih gelap daripada bagian kulit lainnya, dengan permukaan yang kasar. Skrotum yang berwarna kemerahan menandakan adanya inflamasi. Skrotum kiri dapat terlihat asimetris, karena testis kiri memiliki korda spermatikus yang lebih panjang. Pada kulit skrotum dapat tampak benjolan akibat kista sebasea. Penebalan pada skrotum dapat terjadi karena edema akibat retensi cairan. Pembesaran pada skrotum juga dapat disebabkan karena adanya filariasis
- Testis: kebanyakan testis pria dewasa memiliki panjang 4 cm dan lebar 2,5 cm. Pemeriksaan pada testis lebih lanjut dilakukan dengan palpasi
Palpasi
Palpasi pada pemeriksaan genitalia pria dilakukan sebagai berikut:
- Penis: palpasi dilakukan pada batang penis untuk meraba adanya nyeri dan indurasi. Penis normal yang tidak mengalami ereksi teraba lunak dan tidak bernodul. Lakukan kompresi pada pangkal penis dan gerakkan perlahan menuju glans penis untuk mengeluarkan cairan pada uretra. Lakukan penarikan pada preputium secara perlahan pada pasien yang belum disirkumsisi
- Meatus uretra: untuk memeriksa meatus uretra, tekan glans penis dari kedua sisi. Warna meatus normal adalah merah muda. Bila tampak kemerahan atau keluarnya duh tubuh, hal ini menandakan adanya inflamasi. Bentuk meatus yang bulat atau pinpoint menandakan adanya stenosis pada meatus
- Testis: palpasi dilakukan pada testis untuk menilai tekstur, nyeri, dan iregularitas. Palpasi dilakukan menggunakan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Testis normal akan teraba halus, kenyal, dan tidak bernodul. Testis sensitif terhadap raba, namun tidak menimbulkan rasa nyeri. Dilakukan juga palpasi pada epididimis di arah posterolateral dari testis. Epididimis teraba halus, berbatas tegas, dan tidak nyeri. Epididimitis akut menyebabkan testis dan epididimis tidak dapat dibedakan pada palpasi
- Vas deferens dan korda spermatikus: vas deferens teraba halus dan berbatas tegas. Bila pada perabaan teraba tidak rata, kemungkinan disebabkan oleh diabetes atau tuberkulosis lama. Saat pasien berdiri, dapat ditemukan massa vena yang berdilatasi (varikokel). Manuver valsava dapat meningkatkan dilatasi
- Refleks kremaster: refleks kremaster dapat dilakukan dengan mengusap paha bagian dalam menggunakan jari atau alat dengan permukaan yang tumpul. Refleks kremaster normal akan menyebabkan testis dan skrotum naik pada sisi yang sama
- Hernia: untuk memeriksa adanya hernia, pasien dapat diminta untuk berdiri, kemudian mengejan. Lakukan inspeksi kanalis inguinalis dan fossa ovalis untuk melihat adanya massa usus yang turun ke inguinal dan kembali lagi ke abdomen ketika pasien rileks
- Prostat: palpasi pada prostat dilakukan dengan pemeriksaan digital rectal examination. Jari telunjuk dimasukkan pada rektum, kemudian palpasi dilakukan menggunakan jari telunjuk mengarah ke dinding anterior rektum. Penilaian yang dilakukan adalah ukuran, kontur, konsistensi, dan mobilitas prostat[2,3,6]
Transiluminasi
Transiluminasi dilakukan pada skrotum bila ditemukan adanya massa atau pembesaran. Transiluminasi dapat membedakan massa padat atau cair. Lakukan reduksi pada massa dengan cara mendorongnya melalui kanalis inguinalis eksterna, kemudian transiluminasi menggunakan penlight pada skrotum. Bila massa tersebut tidak dapat direduksi dan mengalami transiluminasi yang berwarna merah terang, maka kemungkinan terdapat cairan seperti pada kondisi hidrokel. Massa yang tidak mengalami transiluminasi, namun mengecil pada saat dilakukan reduksi mungkin adalah hernia. Massa yang tidak mengalami transiluminasi dan tidak mengecil kemungkinan adalah massa padat seperti tumor atau hernia inkarserata.[2,3,7]
Follow up
Follow up dilakukan dengan mencatatkan hasil pemeriksaan fisik genitalia pada rekam medis. Kemudian, hasil pemeriksaan disampaikan kepada pasien, serta dilakukan pemeriksaan lanjutan sesuai indikasi. Pemeriksaan lanjutan dapat berupa urinalisis, analisis sperma, pemeriksaan hormon, atau ultrasonografi. [6,8]