Pedoman Klinis Amniocentesis
Pedoman klinis terkait amniocentesis adalah sebagai berikut:
- Merupakan diagnosis prenatal invasif yang digunakan untuk pemeriksaan kromosom janin yang dilakukan dibawah panduan ultrasound[1,2]
- Selain pemeriksaan diagnostik, dapat berguna sebagai terapi pada polyhidramnion
- Perlu dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.
- Komplikasi dapat terjadi, seperti kemungkinan tertusuknya janin dengan jarum, adanya persalinan prematur, infeksi, dan keguguran[6-12]
- Amniosentesis untuk pemeriksaan genetik secara ideal dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu; paling aman pada usia 15 dan 18 minggu. Namun, amniosentesis untuk indikasi lain dapat dilakukan di akhir kehamilan
- Amniosentesis pada trimester ketiga kehamilan diperlukan untuk konfirmasi perkembangan paru janin pada bayi dengan risiko lahir prematur
- Sterilitas prosedur amniosentesis penting karena risiko kontaminasi kulit ibu dapat masuk ke dalam cairan amnion sehingga menyebabkan infeksi pada janin
- Sebelum dan sesudah prosedur, detak jantung janin harus dipantau untuk menunjukkan viabilitas janin[6-12]
- Mengetahui lokasi plasenta merupakan hal yang sangat penting dalam prosedur amniosentesis. Saat melakukan prosedur, usahakan untuk menghindari penetrasi ke plasenta karena penetrasi pada plasenta anterior dan fundus dikaitkan dengan jumlah komplikasi yang lebih tinggi
- Cairan amnion yang didapat kemudian dikirimkan untuk analisa kromosom microarray (CMA), biokimia, dan studi molekuler
- Setelah cairan amniom diberikan untuk pemeriksaan, kultur sel diperoleh dalam waktu 14 hari. Teknik Fluorescent In Situ Hybridization (FISH) dan Quantitative Fluorescence-Polymerase Chain Reaction (QF-PCR) dapat diperoleh 1-2 hari[6,9-11]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja