Teknik Amniocentesis
Teknik amniocentesis dimulai dari mendapatkan persetujuan secara tertulis. Dokumentasi prosedur harus dilakukan secara lengkap. Pada wanita dengan Rh-negatif penjelasan mengenai kebutuhan imunoglobulin anti-D harus dijelaskan.
Setelah mendapatkan persetujuan tertulis pasien diharapkan mengerti mengenai indikasi amniocentesis dan bagaimana prosedur akan berlangsung. Pastikan pasangan mengerti komplikasi yang dapat terjadi terkait dengan prosedur amniosentesis, waktu yang diperlukan untuk hasil tes dan adanya kemungkinan kegagalan saat pembiakan sel.[1-3,7-11]
Persiapan Pasien
Pasien diminta untuk membuang urine terlebih dahulu untuk mencegah aspirasi urine. Pasien tidak perlu dalam keadaan puasa. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan prosedur amniocentesis tidak berhasil, seperti:
- kesalahan saat prosedural
- kurangnya cairan amnion
- terkumpulnya cairan urine
- tercampurnya cairan amnion dengan darah
- kegagalan laboratoris sehingga sel yang dikumpulkan tidak bisa dikultur.[7-11]
Anestesi biasanya tidak harus diberikan selama prosedur amniosentesis karena menggunakan jarum dengan diameter yang kecil. Namun jika diperlukan, pemberian anestesi atau ansiolitik dapat diberikan kepada ibu.
Operator dan asisten terlebih dahulu mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril sebelum menyentuh pasien. Peringati ibu bahwa akan ada ketidaknyamanan ketika jarum masuk ke dalam kulit.[7-12]
Kulit perut dipreparasi dengan sabun yang kemudian dilanjutkan dengan cairan antiseptic seperti chlorhexidine/alkohol/povidone-iodine. Dibawah bimbingan USG, periksalah terlebih dahulu posisi janin, jantung dan detak jantung janin, lokasi plasenta, posisi tali pusat, kelainan bentuk janin yang terlihat jelas, lokasi kumpulan cairan ketuban dan evaluasi gerakan janin sebelum menusukan jarum untuk pengambilan sampel cairan amnion.[3,7-12]
Peralatan
Beberapa peralatan diperlukan untuk prosedur amniocentesis. Karena prosedur ini dilakukan di bawah bimbingan ultrasound, mesin ultrasonografi diperlukan
Berikut ini adalah peralatan yang digunakan untuk prosedur amniosentesis:
- Mesin ultrasonografi
- Gel
- Kasa penyekat dan drape
- Cairan antiseptic 5% (povidone-iodine)
- Jarum suntik 2 ml, 10 ml
- Jarum ukuran 20-22 G yang digunakan untuk mengambil cairan amnion
- Wadah pengumpul[1-3,7-12]
Posisi Pasien
Posisikan pasien pada posisi litotomi dorsal, hal ini ditujukan untuk mengekspos kulit abdomen ibu. Jika ibu tidak dapat mentoleransi posisi litotomi dorsal, kepala tempat tidur dapat dinaikkan untuk kenyamanan pasien.
Pada beberapa situasi, ibu hamil dapat diminta untuk menggerakan tubuhnya ke kiri atau kanan. Hal ini dilakukan karena posisi plasenta, janin, dan distribusi cairan ketuban dalam rongga rahim yang berbeda pada setiap ibu hamil.[7-12]
Prosedural
Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan amniocentesis:
- Dengan bimbingan USG, operator dapat mengarahkan jarum langsung ke arah cairan ketuban dan menghindari struktur organ intraperitoneal ibu seperti usus, kandung kemih, janin dan plasenta
- Hindari juga memasukkan jarum melalui plasenta karena dapat menyebabkan perdarahan dan juga abruptio plasenta atau solusio plasenta. Jika tidak dapat menghindari menusukan plasenta, berhati-hatilah untuk menghindari tali pusat, tepi plasenta dan pembuluh darah plasenta yang besar[9-11]
- Jarum suntik akan dimasukkan melewati kulit abdomen ibu, uterus, dan dalam rongga amniotik. Ekstraksi cairan amnion 1-2 ml yang kemudian dibuang karena adanya kemungkinan kontaminasi sel dari ibu. Setelah itu, sekitar 20 ml cairan amnion diperlukan untuk kariotipe tes, 2-5 ml untuk pengujian defisiensi enzim[3,7-11]
- Jika cairan amnion berhenti saat aspirasi dengan semprit jarum atau cairan amnion berubah menjadi berdarah, periksa kembali ulang lokasi ujung jarum dengan bimbingan USG. Operator dapat mengubah posisi jarum sesuai kebutuhan. Cabut jarum ketika cairan amnion sudah didapatkan. Penutupan perban dapat segera dilakukan[3,7-11]
- Setelah prosedur selesai, terdapat beberapa hal yang perlu untuk didokumentasikan seperti denyut jantung, perdarahan pada tempat insersi jarum, adanya kram perut, atau kontraksi
- Cairan amnion dapat langsung di kumpulkan ke laboratorium untuk analisis biokimia, fluorescence in situ hybridization (FISH), dan analisis chromosomal microarray (CMA). Cairan amnion juga dapat dikultur untuk menganalisa kromosom dan dapat digunakan juga sebagai tambahan pengujian yang berbasis biokimia dan DNA[3-5]
Follow-Up
Setelah prosedur amniosentesis, ibu hamil disarankan untuk pulang dan beristirahat. Ibu hamil pasca amniosentesis tidak disarankan berolahraga atau melakukan aktivitas berat apa pun, seperti mengangkat beban lebih dari 9 kilogram dan menghindari hubungan seksual setidaknya 24 jam.
Jika rasa sakit masih dirasakan, ibu hamil dapat mengonsumsi paracetamol 500 mg setiap 4 jam untuk menghilangkan gejala sakit. Ibu dengan Rh negatif akan membutuhkan 300 mikrogram RhoGam untuk mencegah pembentukan antibodi anti-D.
Jika terdapat kebocoran cairan ketuban dari tempat penusukan, pendarahan pervagina, demam, aborsi spontan atau adanya perubahan aktivitas janin pada kehamilan berusia 20-24 minggu, pasien diharapkan untuk segera kembali.[3-5, 7-11]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja